Rabu, 15 Juni 2011

Rose, wanita penuh cinta dari Blitar 9

Keadaan masih terkendali dan tidak ada suara yang mencurigakan. Kegiatanku memuaskan memeqnya berlanjut dengan memasukkan jariku kedalam memeqnya. Seperti orang mengaduh Rose mengangkat kepalanya dengan pelan sementara matanya memandangku dengan liar. Tangannya terus menarik keras rambutku mendorong bagian belakang kepalaku untuk melumat kepala itilnya. Aku goyang goyang dengan ujung lidahku keatas kekiri dan kekanan. 

“Maaaaaaaaaaaaaaaasssssssssssssssss ampuuuuuuuuuunnnnn” teriaknya lemah dan diapun ambruk. Kedua kakinya bertumpu diatas pundakku lemas.

“Ssssssshhhhhttttt Diam Rose…..jangan berisik!” kataku mengingatkan
“Heeeeheeeee abis enak mas.” Katanya lagi. “Tubuhku lemas mas. Aduh enak!” lanjutnya. 

“Sudah, pakai celana dalammu. Kita lanjutkan saja nanti malam. Kita harus cepat hitung uang. Valen diatas bisa curiga nanti” kataku sambil berdiri. Tanganku mengangkat tungkai kaki yang teronggok di pundakku. Aku ingin sekali menyogok memeqnya dengan batangku tetapi keraguan menggelayuti karena Valen bisa saja turun dari lantai atas kapan saja dan tanpa kita sadari. Aku berdiri tetapi mataku menjurus ke memeqnya Rose yang masih basah dengan air liurku dan cairan memeqnya. Rasanya sangat sayang untuk begitu saja di tinggalkan. Aku juga berkeinginan menuntaskan apa yang belum selesai. Ada pergulatan antara meneruskan atau menghentikan.

“Rose…….” Kataku pelan. “Aku masukkan ya?” kataku bodoh. 

Rasa sebuah kenikmatan itu sangat mengikat, apalagi kenikmatan yang diraih dari olah badan terutama dari kenikmatan adegan alat vital. Perasaan yang timbul rasanya seperti candu yang membuat orang tidak bisa lepas begitu saja. Tawaran rasa nikmat selalu muncul mengingatkan kita untuk kembali mencoba dan mencoba lagi. Kadang bahkan keinginan itu meminta lebih dari apa yang pernah kita dapatkan. Bila tawaran diberikan dari orang yang berbeda pasti akan membuat lebih variatif. Variatif dalam arti bahwa kita memikmati tubuh orang yang berbeda, memeq yang berbeda dan teteq dengan beda ukuran dan bentuknya. Beberapa orang bahkan mengikatkan dirinya sendiri untuk sebuah kenikmatan badani sehingga kebutuhannya terpenuhi. Kebutuhan badani dan kepuasan sexual merupakan bentuk nyata dari sebuah imaginasi dan keinginan yang minta dipenuhi. Valen belum menawarkan apapun padaku tetapi waktu saja dan kemauan dari pihakku dalam mengolah kata dan pendekatan padanya. Tetapi itu tidak menjamin bahwa Valen akan begitu mudah menawarkan rasa nikmat kepadaku. Aku telah mengikatkan diriku pada Rose dalam hal kenikmatan. Dan saat saat Rose sudah mengangkang didepan mataku seperti saat ini merupakan sebuah tawaran nyata dari sebuah pelepasan dorongan sexual yang tidak mudah dihindari. Keinginan untuk menghentikan sebuah galauan hati tidak mampu dilakukan. Memeq yang tergolek didepan mata serta dorongan kuat untuk menuntaskan hasrat memuaskan diri mengesampingkan nalar dan rasa waspada. 

“Ya masss……..aku masih gatal” katanya sambil tersenyum. Perasaanku semakin kental untuk terus maju. Dengan sedikit condong kedepan setelah berdiri aku dorong pantatku maju dan pedangku menyentuh mulut sarungnya. Rose mengangkat tungkai kakinya yang panjang untuk mempermudah pedangku masuk kedalamnya. Rasa hangat yang terasa menjalar keselurah batang pedangku dan goresan pedangku yang telah masuk membuat otot otot dinding memeqnya berdenyut denyut ringan meremas batang pedang tumpulku. Kenikmatan seperti ini adalah apa yang aku diskripsikan diatas. Dan kenikmatan seperti ini mengikat erat erat. Aku terjerumus dalam kenikmatan itu sehingga olah badani yang kita lakukan membutakan dan menulikan seluruh indra kita.

“Ooooccchhhhh mas…terus yang keras sedikit” teriak Rose meninggi. “Ooohhhhh terussss masss” aku menuruti kemauannya dalam melepas keinginannya untuk terlampiaskan. Pedangku menancap dalam dan menggosok seluruh dinding penyekat memeqnya. Aliran hangat yang keluar dari dinding dinding memeqnya membuat pedang ku tergelincir mulus dan mudah. Rasa yang muncul sulit diterjemahkan dalam kata kata. Penjabarannya sulit diungkap. Batreiku saja yang membuat terjemahan dalam rasa dalam keseluruh nadi dan memenuhi keinginan indra akan kehangatan dan pencarian kepuasan. 

Dengan meliukkan bagian tengah tubuhnya yang sexy, Rose mengerjai batangku, tusukan tusukan cepat yang aku lakukan seperti dibelokkan dalam sebuah kenikmatan. Seperti percikan percikan api kecil yang membakar jerami kering di gudang petani, nafsuku membara. Jeritan jeritan lirih yang keluar dari mulut kecilnya menyentak nyentakkan nafsuku hingga kepuncak kesadaran. 

“Masss…..massssss teruuussssssss ayo massssss” teriakan disertai nafas yang tersengal sengal membuatku seperti terhanyut dengan emosi untuk segera menuntaskan apa yang aku lakukan. Keinginan untuk puas dan memuaskan hampir mencapai puncak. 

“Addduhhhh massss….rasanya memeqku kaku semua” teriaknya. Sambil mengibas ngibaskan pantatnya dia memeras pedangku. Aku terhanyut oleh permainan goyangannya. Aku ubah posisi, aku tutup kedua kakinya dan mengikatnya dengan satu tangan hingga memeqnya terlihat menyembul. Aku tusukkan kembali pedangku kedalam sarung memeqnya dan friksi benturan antara memeqnya dan pedangku semakin kuat. Memeqnya seperti menjepit tak berongga. Aku seperti mengaduh nikmat ketika tonjolan tonjolan belahan bibir memeqnya terbelah olah kepala batreiku. 

“Oooohhhhh Rose……nikmat sekali rasanya” Tusukanku semakin terasa kuat dan siap meledak. “Aku mau keluar Rose…..aku mau keluar Rose …..Duuuhhhhhhh” 
Aku cabut batreiku dari memeqnya dan melepas kedua tungkai kakinya yang aku pegang dengan satu tanganku tadi menyemprotkan spermaku kearah mukanya. Cairan spermaku menghantam tumpukan tumpukan kardos yang berada tepat disamping tubuh bugilnya. Beberapa menetes di belahan teteqnya yang berkeringat.

Lunglai dan lemas terasa disekujur badanku dan aku berusaha menetralisir keadaan nafasku yang terengah engah. Aku melihat sekeliling dan mataku tertuju dipintu masuk gudang. Aku melihat sekelebat bayangan bergerak kearah tangga naik. Aku terkesiap dengan apa yang aku lihat. Bayangan tubuh Valen terlihat jelas, Rose masih diam menikmati rasa nikmat yang dia raih dari pergumulan sex yang kita lakukan. Matanya tertutup rapat dan nafas mulai teratur. Seperti orang tidur, dia tergolek lemas tanpa tenaga.

"Rose......aku keluar dulu ya?" kataku pelan.

Aku berdiri dan membetulkan baju yang aku pakai dan berjalan keluar dari ruangan gudang. Aku tinggalkan Rose di ruangan itu dan menutup pintu gudang. Perasaanku galau dan tidak bisa berpikir apa yang aku harus lakukan. Aku ingin naik ketangga dan ingin melihat apa yang Valen lakukan tetapi aku rasanya tidak punya muka untuk berhadapan dengan Valen.
Aku berjalan kearah depan toko dan membuka laci dimana semua uang di simpan. Aku keluarkan semuanya dan menaruhnya diatas meja lipat yang biasanya aku gunakan untuk menghitung uang. Pikiranku tidak tentram dan selalu berkecamuk antara sebuah penyesalan mengapa aku tidak menutup pintu gudang, mengapa aku tidak menunda hingga nanti malam, dan masih banyak lagi lainnya yang melanda seluruh pikiran dan benakku. Penyesalanku membuatku semakin sesak dengan apa yang baru saja terjadi. Aku tidak tahu bagaimana menghadapi Valen. Apakah dia akan menceritakannya pada kakakku? Apakah dia akan menceritakan pada iparku. 

Tiba tiba aku mendengar pintu gudang dibuka. Rose sudah tersadar dari pengalaman sexualnya dan berjalan kearahku. Apakah aku akan cerita padanya? Apakah aku harus mengatakan bahwa Valen telah melihat kita bertempur dalam birahi. Apakah aku harus mengatakan bahwa kita telah tertangkap basah. Pikiranku berkecamuk dan tak tahu apa yang aku harus katakan. Aku terdiam dengan pertanyaan pertanyaanku sendiri hingga Rose benar benar muncul dihadapanku. 

Akhirnya aku memutuskan untuk tidak menceritakan apa yang terjadi padanya. Aku seolah olah tidak tahu apa yang terjadi. Rose mendekat kearahku dan memberi aku kecupan di pipiku. Tangannya melingkar di leherku. Aku membalas mengecup pipinya. Aku sempatkan meraih buah dadanya dengan tangan kananku. 

“Enak mas?” suaranya pelan dan lemah. Aku tidak tahu bagaimana mengartikan kata katanya. Apakah tadi sebuah pertanyaan atau pernyataan. Yang jelas aku menganggukkan kepalaku setuju bahwa apa yang baru saja kita lakukan adalah kegiatan yang menyenangkan. 

Rose meletakkan kedua lengannya di atas meja dan kepalanya dia taruh diatas kedua tangannya seolah olah tidur. 

“Aku rasanya lemas sekali mas, puas………..!!” katanya menggumam. 
“Kamu tidur saja disini, aku selesaikan dulu menghitung uangnya” balasku “aku juga akan pergi ke lapangan basket setelah ini.” Lanjutkan.
“Jangan lama lama ya mas?” pintanya sambil kepalanya terus terbenam diantara kedua kepalanya. Matanya tertutup seolah olah tidur pulas dalam kelelahan. 

Aku terus menghitung uang ditemani Rose yang menggeletakkan kepalanya diatas meja. Setengah jam kemudian aku telah menyelesaikan pekerjaanku. Aku berdiri sementara Rose sudah pulas dengan tidurnya. 

Aku membelai rambutnya dan menyentuh pipinya. “Rose” kataku “Aku main basket ya? Nanti kalau Valen tanya kasih tahu saja kalau aku sedang keluar.” Kataku lirih. Aku buka pintu dan mengeluarkan sepeda motorku. 
Udara diluar toko menyapaku. Kesegaran udara yang menerpa tubuhku sedikit menyegarkan pikiranku yang sangat kusut. Sekusut benang layang layang yang tidak teratur mengerolnya. Rasa penat terasa agak membebani seperti kerikil yang menusuk tulang kaki. 

Aku pacu motorku ke arah lapangan basket dimana aku main. Beberapa anak telah berada disana bermain main. Aku parkir motorku dan mulai main dengan mereka. Butir butir peluh hasil berlari dan menangkap bola meleleh dari seluruh pori pori tubuhku. Pikiranku kembali sedikit tenang. Pikiranku agak sedikit tenang dengan bermain basket. 

Setelah beristirahat dan ngobrol dengan beberapa pemain lainnya aku pulang. Pikiran sudah agak tenang sehingga kekalutan yang aku rasakan tadi siang sudah agak mereda. Menghadapi Valen sudah agak siap sehingga aku tetapkan untuk melanjutkan pulang dengan tenang.

Membuka pintu toko masuk dan mengunci kembali seperti biasa. Aku berjalan naik tangga dan mendapati lampu di kamar Valen mati. Entah kemana dia, aku tidak tahu. Aku berjalan kekamarku dan bersiap mengambil baju untuk mandi. Ketika aku berjalan keluar aku tergerak untuk berjalan kearah kamarnya Rose. Aku ketuk dan buka sedikit. Aku melangkah masuk dan mendapati Rose sedang berbaring sementara tas bajunyo Rose teronggok didepan lemari. Beberapa helai bajunya sudah masuk.

Aku mendekat ke kasurnya Rose dan menyentuh badannya. Rose tertidur dan menggeliat saat aku sentuh pundaknya. 
“Rose, kenapa kamu tidur?” kataku pelan.
“Mas………..Valen tadi bicara denganku” katanya pelan. Agak ssenggukan dia berucap menahan nangis.
“Bicara apa, Rose?” kataku pura pura tidak tahu.
“Aku diminta pulang. Dia tadi memergoki kita saat di gudang?” katanya dengan terbata bata. “Aku telah merusak masa depanmu Mas.” Katanya dengan pelan.
“Rose………kamu tidak merusak masa depanku” kataku sambil memeluknya erat. “Dimana Valen sekarang?” tanyaku ingin tahu.
“Mungkin dia pergi ke rumah mas Jaya” katanya pendek. Aku terkesiap dengan jawaban yang dia berikan. “Gawat” pikirku. “Kenapa aku tidak berpikir sampai kesana?” Pikiranku tambah ruwet. Segala kemungkinan bisa terjadi kalau Mas Jaya tahu apa yang sudah aku lakukan selama ini. Kepercayaan yang dia berikan kepadaku tidak akan ada gunanya. 

“Mas Polie, kenapa diam saja?” katanya memotong lamunanku yang tak berujung. Kesadaran memulihkan aku dari lamunan yang berkubang dari dalam sebuah masalah yang terkuak. 

“Tidak apa apa Rose, mungkin mas Jaya akan tahu apa yang kita lakukan. Valen mungkin pergi kesana untuk melaporkan apa yang dia lihat. Trus Valen bicara apa lagi?” tanyaku.

“Aku disuruhnya pulang atau dia akan melaporkannya pada Mas Jaya” katanya sambil menangis lagi.” Ada sedikit guncangan dari nada suara tangisnya. Keperihan yang dalam terkuak dari suara tangis keluar. Entah tangisan penyesalan atau tangisan harus berpisah dengan aku, atau mungkin tangisan karena kehilangan pekerjaan. Banyak lagi yang dia utarakan dari pembicaraan dengan Valen.

“Jadi menurut kamu bagaimana Rose?” tanyaku seolah olah menyorongkan arah masalah padanya. Biarlah dia yang membuat keputusan untuk dirinya sendiri. 

“Aku tidak tahu mas, mungkin lebih baik aku akan pulang saja besok” katanya lagi.
“Jangan pulang Rose?” kataku menahannya. 
“Tidak mas, mungkin aku lebih baik pulang dulu saja supaya aku bisa menenangkan diriku. Kalau nanti aku sudah tenang aku bisa cari kerjaan ditempat lain” 
“Aku nanti pasti akan kangen sama kamu Rose” kataku setengah berbisik.
“Aku juga akan sangat kangen sama kamu Mas” katanya membalasku.

Dia lingkarkan tangannya keleherku dan memelukku erat erat. Seperti sebuah perpisahan akan benar benar terjadi segera. Aku membalas pelukannya dan menghimpitkan kepalaku ke arah dadanya. Buah dadanya yang lunak memberikan kehangatan yang sangat indah kepipiku dan wajahku. Setelah beberapa saat aku menengadah dan dia mengecup dahiku dengan penuh kasih sayang.

“Jangan lupa nanti kirim kabar ya Mas?” katanya sambil memandangku. 
“Kamu tinggali aku alamat rumahmu ya?” kataku membalasnya.
“Iya aku sudah tulis tadi” katanya
“Dimana kamu tulis?” kataku ingin tahu. Aku bangun untuk mengambilnya, tapi Rose menahanku. 
“Aku tadi masukkan kedalam lemari dikamarmu mas.” Katanya
“Ohhhh ya sudah, aku nanti akan nulis surat kekamu, aku janji” kataku meyakinkan.
“Sungguh ya mas” katanya ingin memastikan bahwa aku tidak janji buta.
“Iya aku akan menulisnya nanti” kataku padanya.
Aku kembali berbaring disebelah Rose dengan perasaan kehilangan. Aku merasa ada perpisahaan yang dalam lagi setelah Sri. Bayangan Sri berkelebat mengisi kekosongan pikiranku. Sekarang Rose yang akan meninggalkanku. Perasaan perih terasa dihatiku. Aku membalikkan tubuhku menghadap kearah Rose. Dia menutupkan matanya dan lelehan air mata mengalir turun ke pipinya. Aku julurkan tanganku dan mengusap air yang meleleh itu. Rose membuka matanya dan memegang tanganku. Diciumnya tanganku dengan pelan dan dia genggam erat. 

“Mas Polie, nanti kalau ada waktu main main ke Blitar ya?” katanya memohon.
“Aku tidak janji Rose, tapi nanti kalau ada waktu aku akan kesana” kataku menghiburnya.

Dia letakkan tanganku kedadanya. Aku turuti apa yang dia minta dan ingin dia lakukan. Ketika tanganku menyentuh dadanya, ada kehangatan yang mengalir ketubuhku. Aku ingin bersetubuh dengannya sekali lagi malam ini. Aku ambil tanganku dari dadanya dan aku menarik wajahnya kearahku. Aku pagut bibirnya pelan dan tenang. Keindahan sebuah tautan badani terpatri dalam hubungan sentimentil.

“Malam ini aku ingin kamu tidur dikamarku Rose. Aku ingin kamu memelukku seperti saat saat Valen belum tinggal dengan kita. Kamu mau?” tanyaku mengakhiri kalimatku.

Rose diam tetapi matanya menatap dalam mataku. Seperti seorang yang sedang mengukur pikiranku dan arah mana yang akan aku lakukan. Dia akhirnya mengangguk setuju. 

“Aku mau mandi Rose” kataku.
“Aku mau mengemasi dulu baju bajuku supaya aku bisa bangun agak pagi dan membuatkan sarapan Mas Polie.”katanya. 

Ada sebuah ruang dihatiku yang tiba tiba kosong saat aku berjalan keluar kamarnya. Aku merasa kekosongan ruangan itu meninggalkan sebuah rasa yang perih dan sakit. Secara nalar manusia aku mengumpat Valen tetapi aku sadar bahwa kesalahan ada pada diriku. Kenapa aku begitu ceroboh meninggalkan pintu terbuka disaat aku sedang melakukan sesuatu yang bersifat probadi. Kebencian karena kehilangan seseorang yang sangat dekat secara emosional dan badani merupakan sebuah pengalaman yang menyakitkan. Valen bisa merupakan faktor penyebab ini semua, tapi kembali nalar dan pikiran positive membelokkan arah kemana dan apa yang baik seharusnya diperbuat. 

Sifat dendam muncul ke arena pikiran nan luas dan kembali menyalahkan Valen sebagai biang keladi permasalahan. “Valen……..Valen ……..kamu harus balas Valennn” diantara pikiran dan otak yang berkecamuk dalam hatiku, diantara deburan air yang aku hamburkan keseluruh tubuhku dan membasuh keringat yang tercium busuk, diantara dua dinding kamar mandi yang menyekat menutupi pandangan langkung tubuhku yang telanjang. “Valeeeeeeeeeeeeeeeeeeeennnnnnnnn kenapa kamu harus melihat dan menjadi saksi olah badanku dengan Rose?????????”
Pikiranku semakin busuk dengan berbagai rencana untuk membalas Valen. Aku hanya ingin melampiaskan kesumat yang begitu menyesak didadaku. Ingin aku memaki dan meneriaki “Kenapa kamu mau ikut campur kehidupanku? Kenapa kamu harus konfrontasi dengan Rose dan memulangkannya? Kenapa kamu Gila Urusan sekali?” dan masih banyak lagi pertanyaan pertanyaan lagi lain yang membuatku sesak. 

Air kamar mandi yang biasanya sejuk dan dingin tidak mampu memadamkan bara kesumat yang aku rasakan. Aku menggosok seluruh permukaan kulit tubuhku. Rasa dendam dan amarah membuat aku seperti tidak waras. Mandi yang biasanya menyegarkan berubah menjadi sebuah arena dimana rencana jahat dirancang.

Aku berjalan keluar dari kamar mandi dan melihat sekeliling menengok kearah kamarnya Valen, lampu kamar masih mati dan tidak ada suara dari dalamnya. Berarti Valen masih belum kembali. Aku berjalan kearah kamarnya Rose dan membuka pintu kamarnya, Rose terlihat tidur. Aku tidak ingin mengganggunya, rasa penat yang dia alami mengkin telah mengantar tidurnya lebih awal. 

Aku memutuskan menunggu Valen di ruang toko sehingga aku bisa bicara dengannya. Pikiranku adalah bahwa dia telah pergi ke rumah Mas Jaya. Jadi kemungkinan dia akan pulang dengan Mas Jaya. Kira kira Jam 8.45 pintu toko bergoyang dan suara kunci pintu diputar. “Valen datang” pikirku. 

Aku diam saja duduk di meja dimana aku biasa menghitung uang. Lampu toko menyala dengan terang. 
“Ko……..kok belum tidur?” tanyanya dengan logat Palembang yang kental.
“Iya….aku sedang nunggu kamu.” Kataku singkat. Mataku memandangnya sesaat. Valen membalikkan badannya dan mengunci pintu toko. Aku memandangi betisnya dan pantatnya yang selama ini aku tidak pernah beri perhatian. Kulit putihnya sangat bersih dan pantatnya kelihatan padat. “Kamu dari mana?” kataku agak keras.

Valen terkesiap dengan pertanyaanku.

“Dari telepon teman koh!” katanya agak sedikit gugup. “Memangnya kenapa koh?” tanyanya balik. Pertanyaan yang aku tidak siap dengan jawabannya.
“Aku mau bicara dengan kamu, bisa duduk sebentar?” pintaku dengan suara yang lebih lunak. 
“Bicara apa ko………?” tanyanya
“Kamu tadi kerumah Ce cang?” tanyaku langsung.
“Tidak…? Aku tadi hanya pergi ke Telkom untuk telepon teman” katanya
“Kenapa sampai malam sekali?” tanyaku
“Aku tadi telepon tapi tidak tersambung sambung. Aku tunggu disana sampai aku bisa bicara.” Katanya menjelaskan. 
“Jadi kamu tadi aku di gudang?” kataku agak ketus
“Sorry ko aku tidak sengaja. Aku mendengar suaranya Rose seperti mengaduh aku kira dia jatuh. Makanya aku hentikan cucianku dan turun melihatnya.” Katanya menjelaskan.

“Kamu cerita sama Cecemu tentang apa yang kamu lihat tadi?” tanyaku bodoh.

“Ko…..aku sayangkan kenapa koh Polie sampai terjerumus sekian dalam” katanya menjawabku. Berbagai kata kata bijak dia ungkapkan untuk membuatku memahami apa yang dia lakukan terhadap Rose adalah tepat. Berbagai alasan dan pertimbangan dia ungkapkan disertai kemungkinan kemungkinan yang buruk terjadi. “Bagaimana kalau hamil?. Bagaimana kalau suaminya sampai datang kesini? Bagaimana kalau aku mempunyai anak dengan Rose dan berbagaimana lagi kejadian buruk yang akan membayangi masa depanku. Kata kata yang dia lemparkan seperti merajam seluruh indra dan menyadarkan seluruh pusat indraku. Mataku semakin terang dan telingaku seperti mendengar suara suara yang pusat bunyinya bermil mil jauhnya dari tempatku duduk. Kulitku seperti semakin sensitive terhadap sentuhan dan terpaan cahaya begitu juga dengan indra indra lainnya. “Koh Polie paham apa maksudku?” tanyanya padaku.

“Iya aku ngerti?” kataku pendek. “Terima kasih Len udah membuatku sadar” kataku melanjutkan. Percakapan dengan Valen mengakiri sepak terjangku dengan Rose. Malam itu aku gagal mengeksekusi Rose untuk terakhir kali. Romantisme sentimentil yang aku bangun sebelum bicara dengan Valen memudarkan nafsu dan keinginan untuk menyetubuhi badan Rose yang telanjang. Dengan beberapa pertimbangan serta indraku yang sudah terbuka aku tersadar dari berbagai kemungkinan buruk yang mungkin bisa terjadi dan yang mungkin bisa menjadi batu sandungan bagi hidupku. Kesadaran itu datang terlalu dini seolah olah, karena desakan birahi sering kali sangat kuat dan tidak mudah untuk ditahan. 

Rose, wanita penuh cinta dari Blitar 8

“Koh Polie…………”katanya. “Aku disuruh kesini sama Cecang bantu di toko sini” katanya canggung
“Ohh yaaaa…….Mas Jaya udah cerita sama aku. Rose kamu siapkan kamarnya ya.” Kataku pada Rose.

“Biar aku bantu” kata Valen padaku
“Ngga usah………..biar Rose sendiri. Kan hanya nyapu sama ngepel saja.” Jawabku singkat.

Ada sedikit perasaan canggung sama Valen, dia duduk didepanku dengan kaki menyilang sehingga rok blue jeans yang dia kenakan terlihat sangat kontras dengan kulit pahanya yang putih. 

“Jadi bagaimana jalan jalan ke Malang?” tanyaku
“Senang…………cuman aku kedinginan kalau malam, apalagi waktu menginap di Batu. Dingin sekali, mulutku seperti beruap” katanya menjelaskan padaku. 
“Kamu suka tinggal disini?” tanyaku ingin tahu
“Tidak ada pilihan yang lebih baik!” katanya pendek.
“Kenapa tidak pergi ke Jakarta saja?” tanyaku memancingnya
“Aku tidak ada saudara tinggal di Jakarta” katanya. “Sebetulnya saudara temanku mau aku pergi kesana tapi mamaku melarangnya. Tidak pantas kalau aku kerja sama saudara cowokku.” 

“Ohhhhhhhh……..jadi cowokmu tertinggal di Palembang dong?” tanyaku ingin tahu.
Dia di Jakarta sekarang, dia kulia di Trisakti” jawabnya
“Ooooooooohhhh………….kangen dong sama dia” pancingku lagi.
“Mau bagaimana lagi………?” jawabnya mengambang.
“Mas Polie …………kamarnya sudah siap” teriak Rose dari atas.
“Yuk kita keatas…………biar kubawa tasmu” tawarku padanya.
“Berat loh………..”katanya memberi tahuku sambil mengambil tali tas itu. 
Dia berjalan disampingku dengan satu tali tas ditangannya. Tasnya memang berat.
“Isi apa saja ini” tanyaku 
“Baju bajuku sama beberapa buku” jawabnya singkat.
“Kamu naik tangga dulu” kataku memerintahkan dia

Tanpa kata kata keberatan Valen menaiki anak tangga ke lantai dua. Setengah pahanya terlihat jelas didepan mata. Dengan berpura pura mengangkat tasnya, aku memandangi paha dan betisnya yang putih. Kebetulan matanya valen tidak memandang ke arahku. Dia melihat keatas menapaki ruangan yang baru dimana dia akan tinggal. Aku memuaskan dahagaku menelusuri inci demi inci kulit yang membungkus pahanya. Setiap langkah menaiki anak tangga sedikit keatas roknya mengungkapkan isi paha yang dibagian atas. Bentuknya memanjang dan menggelembung kelihatan montok dan bahenol.

Ada perubahan mencolok di wajah Rose sejak kedatangan Valen di ruko itu. Ada kecemburuan yang tergurat di wajahnya menyala dan memancar. Aku merasa kasihan dengan apa yang dia rasakan. Gerak gerikku terasa canggung dan sulit menutupi kedekatanku dengan Rose di mata Valen. Tapi dianya juga ngga ambil pusing atau tidak tahu. Kadang kadang tingkahnya terasa konyol karena perasaan cemburu yang menggelora. Valen bekerja dengan rapi dan cekatan, toko kian rame dan aku punya lebih banyak waktu untuk kegiatan yang lain. 

TV yang ada dikamarku aku keluarkan, karena tidak mungkin Valen akan berada dikamarku nonton TV. Kadang kadang kita bermain karaoke bersama khususnya kalau hari sabtu sore hingga malam. Kadang aku mengundang teman main basket untuk datang nyanyi bersama. Selama Valen datang Rose dan aku belum pernah berhubungan lagi. Suatu sore setelah dua minggu tinggal dengan kita, Valen pergi kerumah Mas Jaya untuk nengok keponakan. Toko sudah tutup sehingga agak leluasa bagiku bersama dengan Rose.

Rose sedang mandi didalam kamar mandi di lantai bawah sedangkan aku mandi di lantai atas. Udara sangat panas dan aku rasanya tidak tahan untuk tidak mencebur kedalam bak mandi. Setelah mandi aku baring baring di dalam kamarku, aku mendengar langkah Rose mendekati kamarnya dan membuka pintu kamar. Aku bangkit dari kasurku dan berjalan kearah kamarnya. 

“Rose…………”kataku memanggilnya.
Aku buka pintu kamarnya dan ternyata tidak terkunci.

“Mas………….nanti ketahuan Valen” peringatnya. Wajahnya nampak tidak senang. Aku mendekat dan memeluknya. Dia tidak bereaksi, aku berusaha menenangkan diriku sebelum aku berkata sepatah kata. Pelukanku aku perketat dan tanganku melingkar di tubuhnya.

“Mas…….aku tidak bisa bernafas.” Katanya merintih. Suara rintihannya merangsang telingaku dan nafsuku. 

“Kamu kenapa kelihatan marah dan jengkel setelah Valen datang kesini?” tanyaku. “Kenapa seperti orang cemburu begitu?”
“Ihhhhhh siapa mau cemburu?” dia mengelak. 

“Coba lihat aku…………pandang mataku lekat lekat” kataku sambil mengangkat dagunya. Matanya tidak juga mau memandang kearahku, dia buang pandangannya kearah lain. Aku mendekat ke tubuhnya dari arah depan. Aku dekatkan bibirku ke bibirnya, nafasnya terasa menderu, pelan dan lembut bibirnya membalas lumatan bibirku. Matanya telah berani menatapku sehingga aku bisa memandanginya dan menilai apa yang di mauinya. Pancaran kerinduan yang dia berikan dari sorot mata, baru beberapa hari aku tidak menjamah tubuhnya, beberapa hari aku tidak membelai rambutnya. Mungkin ini adalah apa yang dia dambakan. 

Aku cabut bibirku……dan memandang lekat matanya. Kelembutan bibirnya yang habis kukulum berwarna pink. Aku lekatkan lagi bibirku dan dia menyambutnya dengan membuka bibir dan mulutnya. Aku telusukkan lidahku untuk menyapu rongga mulutnya, lidahnya menari nari seirama dengan lidahku yang menyapu tanpa arah. Dia hisap lidahku hingga aku tidak mampu bernafas. Tangannya menuruni perutku dan bersandar di puncak dermaga yang telah bangun. 

“Mas Polie tidak kangen sama aku ya?” tanyanya diantara dengus nafasnya.
“Memangnya kamu tahu apa yang kamu pikirkan?” balasku bertanya
“Kenapa mas selalu menghindari aku?” tanyanya lagi
“Kamu tahu ada Valen, mana bisa aku dekat dekat sama kamu?” kataku pelan
“Siapa tahu mas suka juga sama Valen?” katanya lagi
“Jadi itu ya yang bikin kamu sewot?” aku mengunci kata katanya. “Memang pernah aku sentuh Valen seperti aku menyentuhmu?” 
“Siapa tahu……….ketika aku tidur mas ke kamar sebelah dimana Valen tidur?” elaknya
“Dasar badung kamu………….” Kataku sambil mencubit telinganya.
“Addduuuggghhh mas Polie lepaskan masssssss….?” Rintihnya pura pura sakit. “Mas suka kan kalau aku badung?” katanya melanjutkan bibirnya mencibir kearah kiri sehingga wajahnya kelihatan lucu dan menggemaskan. 

Aku peluk dia dengan menarik tubuhnya mendekat padaku. Tangannya dia kalungkan keleherku dan bibirnya mencium pipiku setelah dia agak jinjit. Aku sembunyikan wajahnya kedadaku dan mendekapnya beberapa saat. Ketenangan terasa di kamarnya Rose.

“Rose……kita ke kamarku.” Kataku sambil menariknya kearah kamarku. Rose menarik tangannya, untuk mengambil sesuatu diatas kasurnya. Wajah cemberutnya agak sirna, ada harapan untuk bisa bergumul lagi setelah beberapa hari tidak melakukan kegiatan senang senang ditempat tidur. Aku menunggunya sejenak sebelum tubuhnya merapat kembali pada pelukanku.
“Apa itu Rose?” tanyaku pendek ingin tahu
“Celana dalamku mas!” katanya sambil menunjukkannya. 
“Huh……!! Jadi kamu tidak ake celana dalam?” kataku terkejut. Tanganku menjulur kearah rok yang dia pake dan berniat mengangkatnya. Tapi tanganku di tepisnya dan mendorongnya menjauh.
“Aaaaaaggggh maunya hahhaaaa!!?” katanya renyah
Tanganku tidak berhenti, aku terus ulurkan tanganku kearah selangkangannya yang katanya tidak bercelana dalam. Rose mundur menghindari tanganku yang tidak mau terpegang oleh tanganku. Aku meraih rok bawahannya dan ingin menelusupkan tangan telanjangku ke arah lipatan pahanya. Rose tertawa tawa tidak berhenti diselingi jeritan lirih. Aku kejar terus sementara dia terus mundur, badannya sedikit membungkuk untuk menjauhkan tanganku dari pahanya. 

“Masssss….ssss sudah deeehhhh!!!!” teriaknya lirih.
“Iyaaa sudah……kamu buka. Aku ingin tahu, apa benar kamu tidak pakai celana dalam.” Kataku menyuruhnya. Tubuhnya kembali tegak…..dia memandangku dan tangannya terangkat. 

“Mas yang buka sendiri deh….kalau mas mau tahu?” pintanya memberikan sinyal lampu hijau tanpa perlawanan lagi. Aku tertegun dan melangkah mendekat. Tanganku terjulur kebawah dan meraba kepinggangnya. Merayap turun kebawah dan menarik keatas rok bawahannya. Jari jariku menarik perlahan lahan dan mataku menatap lurus kewajahnya. Dadanya naik turun seolah olah menahan nafas yang menyesak di dadanya. Terkadang terdengar memburu dan sesaat tanganku meraih kulit pahanya, Rose seperti terkesiap dan membalas tatapan mataku. Bibirnya terbuka pasrah dan matanya sayu menahan nafsu. Jariku menari mendekati tabir bawah perutnya. Aku lumat bibirnya kembali dan jarikupun menapaki tabir yang sudah terbuka, jariku terhunus menempel lekat dirimbunnya rambut rambut yang tumbuh di gundukan memeqnya.

“Oooooooohhhhhhh masssss polieeeeee!!!!????” katanya pendek bibirnya terlepas sesaat aku mengusap kulit atas memeqnya. Telapak tanganku mengusap gundukan lunak dan lembut. Kepalanya dia buang kebelakang, saat jariku menusuk diantara gundukan basah. Carian lengket membantu jariku menyusuri pinggir pinggir bibir memeqnya. “Ooooooooohhhhhhhh masssss….zzzzzzzzz” tarian jariku membuat musik keluar dari mulutnya. Aku menahan tubuhnya dibagian punggungnya dengan tanganku sementara tanganku yang satunya dia jepit dengan bibir lunak vaginanya. “Massssssssssss….oooooooohhhhhhh” bibirnya mengoceh tak beraturan. Aku naikkan putaran jariku kearah atas bagian vaginanya. Lenguhan nikmat terdengar jelas. Aku menuntunnya kekasur pegasku dan membaringkan diatasnya. 

Rose terkapar dan kembali aku mendapatkan akses kelipatan pahanya dengan leluasa. Aku kembali berdiri dan melepas celanaku. Rose menutup matanya, matanya yang sayu telah terpenuhi oleh birahi yang terlihat jelas dibawah matanya yang menggunduk. Aku lepas kaosku dan membungkuk untuk melepas roknya Rose. Dia membantuku dengan mengangkat pantatnya memberiku akses untuk melucuti roknya. Sedangkan dia melucuti kaosnya yang dipakai. Dalam hitungan detik mahluk Tuhan yang paling sexy terbujur bugil dihadapanku. Aku bersimpuh disamping tubuhnya yang tergolek meremas pelan kuntum putting buah dadanya. Aku teguk air liurku seolah olah sedang kehausan. Rose mengulurkan tanganku keselangkanganku dan membetot pelan batang batreiku. Cairan lengket keluar dari batangku. 

“Mas sudah basah………..!” katanya lirih dan pelan.
“Memeqmu juga sudah basah Rose!” kataku mengembalikan kata katanya.
Dia menarikku untuk menindihnya. Dan dengan pelan aku memposisikan diriku diatasnya. Rasanya sudah cukup lama aku tidak berada diatasnya. Aku merasa diatas awan awan putih dengan angin sepoi sepoi. Aku sedang menuai sebuah kenikmatan. 

“Rose………..renggangkan pahamu” kataku memerintah. Suaraku pelan dan tenang. Rasanya aku punya hak untuk berada disini.


Rose menggelengkan kepalanya dengan pelan sementara bibirnya tersungging dengan senyum manisnya. Matanya menatapku seolah olah ingin membaca apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Badanku berada diatasnya menindih tubuhnya yang bugil sedangkan batreiku yang keras terjepit antara badanku dengan tubuh telanjangnya. Aku sodok sodokkan batang kemaluanku dengan pelan, aku naik turunkan pantatku dengan maksud untuk mengebor kedua pahanya supaya membuka celah sehingga batangku bisa mencapai muara vaginanya. 

“Ayo dong Rose buka pahamu?” kataku memintanya lagi.
“Ngaa mau…….”katanya lirih sambil tersenyum. 
“Kenapa Rose….?” Tanyaku pelan sambil mencium pipinya. “Burungku gatal, Rose! Ingin mematuk biji lobangmu” kataku dengan pelan. 
“Patuk saja Mas…….” Katanya pendek
“Tidak bisa…..karena pahamu tertutup” kataku lagi.
“Usaha sedikit dong mas….jangan menyerah!” jawabnya 
“Bagaimana caranya…….?” 
“Jangan putus asa dong” serunya lirih.

Aku mengangkat tubuhku dan melihat kebawah dimana aku bisa melihat rambut hitam tipis yang tumbuh diantara selangkangannya. Aku tempelkan burungku disana dan mendorongnya pelan masuk diantara celah lipatan kedua pahanya.

“Massssss geli….”jeritnya
“Huh “pikirku. Aku lumat bibirnya dan julurkan lidahku memasuki rongga mulutnya. Aku hisap lidahnya ketika lidahnya dia goyang didalam dan membentur lidahku bak duel sepasang pedang. 
“uuuhhhhh “ suaranya lirih ketika lidahnya aku hisap keras. “Sakit mas!” katanya setelah aku lepas lidahnya.
Aku serbu kembali bibirnya dengan brutal, aku seperti dikuasai oleh nafsuku sendiri. Aku ingin melumat habis bibirnya. Aku alihkan ciumanku ke bagian leher dan telinganya. Aku benamkan ciumanku dan hisap cuping telinganya dengan agak kasar dan keras. 

“Oooooohhhhhh massssssss” efek dari perbuatanku muncul dalam bentuk suara yang pelan dan syahdu ditelingaku. Aku teruskan hujaman lidahku dan kedua bibirku menjepit telinganya. Dengan pelan dan lembut aku dengar dengusan lirih nafas Rose keluar dari hidungnya. Rintihan kenikmatan seolah olah sedang diunduhnya. Aku dorong pantatku lagi sejenak dan secara otomatis pahanya Rose membuka. Ciumanku dileher dan telinganya tidak berhenti. Bergantian dengan frequency waktu yang sama, aku jilat dan kecup. Iringan suara yang membahana pelan terdengar dengan pelan. 

“Masssss………masukkan kontholmu?” pintanya. “Ayo masssss….memeqku sudah basah” Tanpa diminta dua kali, aku turuti permintaannya. Dengan menggeser sedikit pantatnya, Rose membantuku memasukkan batangku kearah lobang nikmat yang dia punya. 

“Kontholmu hangat sekali massss?” katanya lirih. “Ooooohhhh rasanya selangit”
“Kenapa tadi kamu tidak membuka pahamu saat ku minta?” tanyaku diantara dengusan nafasku
“Aku ingin kamu ********** aku tadi” katanya memberi efek padaku. Aku semakin giras menggoyang pantatku naik turun dengan pelan. Rose menggoyang pantatnya dengan lembut. Friksi dinding vaginanya dengan kepala batreiku menimbulkan kenikmatan yang sangat tidak ada bandingnya. Tubuh kita bersatu dalam sebuah perhelatan dalam memuaskan birahi masing masing. Rose meliuk liukan badannya dibawahku, pinggulnya menggoyang goyang penisku yang tersarung dalam lorong memeqnya yang terasa hangat dan lengket. Gesekan yang terasa sangat intesive sekali. 

“Rose….burungku mau meledak. Berhenti dulu goyangmu” erangku.
“Gaaaaaaattaaaaal masssssss……mas keluarkan saja sama sama massss?” pintanya
“Jangan Rose……aku tidak mau kamu hamil” kataku tegas.
“Ambil kondom massss……..aku gatal sekali rasanya.” Perintahnya
“Aku angkat badanku dan ingin melepas batang batreiku dari lingkaran kenikmatan yang dia berikan padaku. Rasa sayang harus terlepas dari rongga kenikmatannya membuatku memasukkannya lagi hingga amblas. Buah zakarku menempel dan menyapu pahanya. 
“Ooooooooohhhh massssss……..jangan dilepas mas……..” Rose geregetan dan kembali menggoyang pinggulnya dengan keras.
Bak seperti air bah yang siap meletus, batangku sudah sangat keras dan siap meluap. Goyangan pinggul yang tanpa henti mengulek ngulek batangku yang tertanam jauh didalam lobang memeqnya dan bergesekan langsung secaara intensive dengan dinding memeqnya yang lembut dan basah.

“Ampun Rose…..aku tidak akan bisa bertahan bila kamu tidak berhenti.” Peringatku padanya. Rose hanya tersenyum menyikapi kata kataku. Matanya menatap ringan lurus kemataku dan menyelami aliran damai dalam mataku. Aku menatapnya balik dan tanganku berusaha meremas ringan bukit kecil yang menjorok keatas berbuah putting lembut. 
“Massss Polieeeee………putingku mas……..aku ingin dikecup putingku” teriaknya lirih. Aku tidak mampu melakukannya tanpa melepas batangku dari lingkaran memeqnya. 
“Ayooo masssss ……….cepat kecup dulu putingku” katanya berseru.
Aku membungkuk dan batangku yang kaku terlepas dari cengkeraman memeqnya yang lunak. “Ooooooooohhhhh” katanya setengah berseru seperti orang yang kecewa. Aku lumat putting susunya dengan lembut dan aku menyedotnya dengan penuh perasaan. 

“Ooohhhhhh massss bisa masukkan lagi batreimu” katanya setengah meminta.

Aku turuti maunya dan aku hentakkan dengan keras batang batreiku memasuki lobang nikmatnya. Rose merintih atas tindakanku terhadap memeqnya. Dia mengaduh nikmat ketika aku menariknya lagi keluar dan kepala batangku dijepit dengan bibir memeqnya yang manis. Rose mengangkat kedua lengan kakinya dan melingkarkannya kepinggangku. Aku terasa tersedot setelah dia menggerakkan kakinya untuk mendorong pinggangku menurunkan penisku kelobangnya. 

“Mas ayo genjot cepat, hajar memeqku. Gataaaaaal ….gatellllll massss” katanya
Aku gulingkan tubuhku dan aku minta dia berada diatas. Rose ogah melakukannya, tapi aku paksa dengan berdalih aku capek. Rose melakukannya juga. 

Dengan berada diatas aku bisa meremas buah dadanya yang tergantung tepat di atasku. Pinggulnya dengan ringan mulai berguncang maju mundur mengerjai batangku. Aku merasa diatas langit kenikmatan dengan kepala palkonku mentok dibagian jauh dalam memeqnya yang basah. Goyangannya membabibuta dan ulekkannya semakin keras. Batangku seperti dilempar ke dinding memeqnya berulang ulang dan dikocok kocok tanpa belas kasihan. Kenikmatan yang aku reguk terjadi terus menerus dan berulang ulang. Hingga pada sebuah pokok utama dengan meluncurnya teriakan dari mulut kecilnya. 
“Masssssssssssssssssssss?!!!!!” tubuh bugilnya ambruk dan memeqnya membetot keras batang batreiku dengan erat. Betotan bibir memeqnya memicuku untuk meledakkan cairan putih yang telah aku simpan beberapa hari. 

Badan kita basah bermandikan keringat. 

“Rose cepat pergi ke kamar mandi” kataku memintanya. “Cuci memeqmu cepat Rose.” Aku berkata dengan kalut. Aku papah tubuhnya yang lemas dan menuntunnya kedalam kamar mandi. “Uuuuuuuhhhh enak sekali mas rasanya, lega sekali” 

“Cepat cuci, aku takut Valen akan segera pulang” kataku. Aku juga melangkah masuk kedalam kamar mandi dan mencuci batreiku sementara Rose sedang jongkok di atas lobang WC untuk melepaskan kencingnya. 

“Spermamu banyak sekali mas. Tuh lihat menetes keluar.” Katanya tanpa rasa malu.


Tertangkap basah

Manusia tidak ada yang sempurna, itu juga terjadi padaku. Sepandai pandainya aku menutupi hubunganku dengan Rose, akhirnya tercium juga hubungan ini hingga tertangkap basah. 

Akhir bulan Maret, toko sangat ramai dan banyak pembeli memadati toko. Valen sudah trampil dan menguasai harga dengan sangat baik. Kira kira jam 3 siang toko sudah mulai agak sepi karena pasar tidak begitu ramai pada sore hari. Kita bersiap siap tutup, seorang langganan datang dan membeli banyak barang, langanan ini berasal dari desa Sukodono. Belanja seminggu sekali dengan jumlah yang banyak dan berbagai macam barang yang diperlukan. Terkadang Rose atau Valen harus ke gudang bagian dalam ruko untuk mengambilkan barang. Kadang pelanggan yang satu ini akan meninggalkan catatan pembelian dan pergi untuk mencari barang dagangan lainnya. 

Sementara kita menyiapkan barang, Rose mengambil beberapa barang di gudang. Setelah beberapa saat Rose tidak muncul dengan barang yang dicarinya, Vaken membantunya. 

“Rose?……..sudah ketemu?” teriaknya dari luar. Sementara aku menulis nota dibagian depan. Aku bergegas ke depan dan menutup setengah pintu karena matahari sore menatap penuh ke bagian wajah depan toko. 

“Barangnya ada dibagian atas, aku kesulitan mengambilnya. Kotaknya besar besar juga.” Jawabnya dengan agak. 

“Koh……….Rose kesulitan mengambil barangnya di gudang. Bisa bantu dulu, biar aku yang nulis bon nya.” Katanya. Aku berdiri dan berjalan kearah gudang sementara Rose masih berdiri diatas tangga. Aku menoleh kebelakang dimana Valen duduk. Agak aman karena pandangan tertutupi oleh lemari pemisah sementara Valen menghadap ke depan sehingga dia membelakangi kita. Rose memandang ke atas ingin mencoba meraih box yang akan dia ambil. Aku memandang keatas, roknya menganga didepan mataku. Aku sentuh kakinya dan merembet keatas pahanya. 

Rose menoleh kaget kearahku dan terus melihat keluar dimana Valen sedang duduk dan menulis bon kwitansi, dia ingin memastikan bahwa valen tidak melihat kita. Rose berbisik lirih “Masss…..nanti ketahuan loh?” katanya padaku. Dia menuruni tangga dan melompat turun pada anak tangga kedua. Aku menangkapnya dan tanganku meraih payudaranya. Keinginan untuk bersetubuh dengannya langsung muncul setelah beberaba minggu tidak ada waktu untuk melakukannya. Ketakutan tertangkap basah oleh Valen dan menjaga image didepannya seolah olah sirna. Ada kesempatan melakukannya di gudang ini. 

Aku tarik tanggannya Rose dibalik beberapa kotak dan mencium bibirnya dengan buas. Tanganku tidak ketinggalan meraih memeqnya. Ada kehangatan terasa ditanganku. Aku ingin sekali menggaulinya disitu juga tapi rasa was was masih menghantui dan pikiran waras masih mengontrol kemudi otakku. 

Rose melayani ciumanku dengan buas juga, ada rasa membutuhkan sesuatu dari sirit matanya. Tiba tiba dia mendorongku lirih.

“Mas cepat naik tangga……….valen nanti curiga kenapa kita begitu lama” katanya. “Nanti malam kekamarku mas………..” pintanya lagi. 

Aku memandangnya dengan tidak percaya tapi juga penuh harap. Untuk memulai mungkin sulit tetapi karena ada undangan maka dengan segala cara harus segera terlakasana. Aku maju selangkah kedepan dan kembali mengecup bibirnya dengan lembut. Ada rasa rindu untuk bergumul dengannya lagi. Dan tawaran Rose untuk malam ini tidak boleh terlewatkan. 

Aku menaiki tangga dan meraih kotak yang diminta. Aku ambil satu persatu dan memberikan pada Rose. Saat semua sudah terambil kita taruh bersama didalam kardus. Setelah beberapa saat kita bawa kardu besar itu dan menaruh sisa seluruh barang yang dipesan.
Valen masih sibuk menulis bon dan menghitung harga. Kelihatannya sangat sibuk. Aku siapkan kerdus dan menempatkannya dipintu keluar toko supaya cepat selesai. Rose merapikan barang barang karena toko sudah hampir tutup. Aku dan Rose mengatur barang barang yang kosong setelah selesai dengan pekerjaan masing masing. Kira kira setengah jam kemudian pelanggan tadi telah datang dan menyelesaikan pembayaran. Aku berjalan kearah gudang dimana barang barang yang diturunkan harus dikembalikan. 

“Koh, aku naik dulu ya, mau cuci baju” Valen berkata sambil berlalu.
“Ya…..nanti biar aku yang menghitung uangnya” kataku menjawab.

{Valen mencuci sendiri baju bajunya, kadang kalau mencuci malam hari. Setelah mencuci biasanya dilanjutkan dengan mandi. Sehingga terkadang dia agak lama berada didalam kamar mandi. Terkadang dia tidak begitu disiplin dengan kerjaan mencuci bajunya. Terkadang hingga 4 atau lima hari baju bajunya tidak tercuci. Dia tumpuk di lantai atas dimana kita biasanya mencuci.

Valen mempunyai sebuah baju biru yang terbuat dari bahan kaos. Dia memakai baju itu untuk tidur. Bila dia memakai baju itu biasanya payudaranya nampak begitu indah dari luar. Seolah olah baju yang dia pakai dipotong dan didesain untuk menunjukkan kemolekannya. Bila kita sedang nonton TV bersama dan dia memakai baju itu, ingin sekali aku menelanjangi dan mengecup susunya. Asset yang paling menarik yang sering membuatku tidak tidur adalah teteqnya. Kadang aku membayangkan bisa melucuti apa yang dia pakai untuk menutupi assetnya itu.}

Setelah beberapa saat Valen naik aku menyelesaikan apa yang tertinggal di gudang tadi dengan Rose. Setelah kelar, aku menuju ke bagian depan toko untuk menghitung uang hari itu. Kegiatan ini selalu aku lakukan setiap hari. Kadang sendiri, kadang Valen atau Rose membantuku. Bila Toko sangat rame, kita bertiga menghitung uang sama sama. Terkadang kita bisa mendapat hingga 15 juta. 

“Rose kamu bantu aku hitung uang ya?” pintaku padanya.
“Ya mas…..aku ke toilet dulu” katanya menjawabku.

Aku keluarkan uang dari laci uang dan menaruhnya di atas meja. Aku merasa sangat gerah sehingga aku berkeringat dan kaos yang aku pakai terasa lengket dan basah oleh keringatku. Aku mulai mengatur uang ketika Rose datang.

“Kok lama Rose………..?” tanyaku padanya.
“Aku keatas sebentar mas, Valen mencuci bajunya dilantai atas. Hanya pakai BH dan celana dalam saja. Dia kaget ketika aku muncul. Dia kira Mas Polie yang datang sehingga dia teriak kaget.” Jelasnya.
“Aku kok ngga dengar dia teriak” kataku menjawabnya. Pikiranku terpengaruh dengan ceritanya Rose. Aku ingin segera lari naik untuk membuktikan sendiri apa yang dikatakan oleh Rose padaku.
“Teriak lirih…mana bisa didengar dari sini” katanya. “Mas Polie senang ya setelah Valen tinggal disini sekarang” katanya memancingku
“Maksudmu apa Rose” kataku bertanya
“Kan ada bidadari berdada besar dengan kulit putih lagi” katanya.
“Dada besar atau kecil sama Rose” kataku pendek. “Hanya dada saja apa bedanya, punyamu menggairahkan” lanjutku lagi.

“Mas bohong besar. Memang lelaki kalau omong pintar sekali” katanya

“Coba kamu buka Bhmu, Pasti nanti aku berpengaruh dengan burungku” kataku sambil meriah dadanya. Aku tarik turun bagian leher kaosnya untuk menengok dadanya. Aku berdiri dan mendekati Rose, sehingga Rose tidak bisa bergerak menjauh. Aku tarik tangannya dengan tangan kiriku untuk mendekat dan melumat kembali bibirnya seperti sebelum toko tutup. Rose meraih batang bateraiku dengan tangan kirinya. Dia remas agak keras sehingga aku mengaduh. Rose kaget ketika aku teriak.
“Sorry, mas. Aku gemes kalau udah pegang burungnya mas” katanya
“Ayo Rose begini?” ajakku sambil mengangkat tanganku dengan ibu jari kujepitkan diantara bagian jari tengah dan jari telunjuk yang terlipat.
“Aku sudah siap mas dari tadi” katanya
Aku meraih memeqnya dengan tangan kananku. Dan benar, dia sudah melepas celana dalamnya. Memeqnya sudah basah.
“Kira kira Valen akan turun tidak Rose. Aku takut dia nanti melihat kita ketika kita begituan. 
“Mungkin tidak mas, karena dia sedang mencuci. Biasanya kalau dia mencuci agak lama” katanya setengah berbisik.
Aku dekatkan mulutku ke telinganya dan menghembuskan pelan nafasku ke lobang telinganya. Desahan pelan dan gelinjang ringan menggoyang tubuhnya. Tubuhnya meliuk ringan mendekat rapat ketubuhku. 

“Sebaiknya kita digudang saja mas, kalau Valen turun atau sudah selesai mencuci dia tidak akan melihat. Kalau disini riskan, dia bisa melihat kita dari atas tangga.” Katanya menyarankan. 
“Ya sudah kamu jalan duluan, aku masukkan kembali uang hari ini. Takutnya nanti Valen turun.” Kataku padanya dengan bergegas aku segera memasukkan kembali uang uang yang tadi aku tumpahkan kedalam laci dimana aku tadi mengambilnya. Sementara itu Rose sudah berjalan ke arah gudang. Pintu dia buka dan dia berjalan memasuki ruangan gudang. Aku melihatnya dengan seksama dengan jakun dileher naik turun. 

“Aku ingin keatas sebentar” pikiranku berkata. “Aku ingin tahu apakah Valen akan lama diatas mencuci bajunya. Tanpa sepengetahuan Rose yang sudah berada didalam gudang aku naik keatas dimana Valen sedang mencuci baju bajunya. Dari arah bawah aku mendengar suara air beradu dengan baju baju yang sedang dicuci. Dengan pelan dan tanpa bersuara aku melangkah mendekati jendela dimana Valen sedang mencuci bajunya. Mengendap endap perlahan aku mendekat dan melongokkan kepalaku ke jendela. Jantungku berdebar debar dengan tingkahku sendiri, aku hampir saja tidak bisa mengendalikannya. Ketika aku melongok, kepala adalah bagian teratas yang terlihat terlebih dahulu. Dia memunggungi aku dan aku nampak leluasa melihat dan memandangnya. Valen sedang duduk berjongkok dengan punggung terlihat. Tali Bh yang dia pakai menghiasi pundak dan wajah punggungnya yang putih mulus. Celana dalam yang dia pakai berwarna hitam sangat kontras dengan warna kulit yang membungkus tubuhnya. Dibagian pinggang dan pinggul daging berat membungkus dan membentuk gundukan indah yang sangat kontras dengan kulitnya Rose. Dengan sangat waspada dan penuh kekawatiran aku berusaha menjaga keberadaanku dibelakang jendela. Pinggulnya yang penuh sangat merangsang dan membuat imajinasiku melayang layang. 

Aku tertantang untuk melihat isi cup BH yang dia pakai. Pikiranku berteriak teriak mendesak “Aku ingin tahu isi bungkusan yang menempel di bhnya”. Batreiku dan telurku mendidih rasanya hanya membayangkan teteqnya Valen. Suara pelan dari bagian bawah menyadarkan aku bahwa Rose sedang menungguku di ruangan gudang. Segera aku melangkah turun tangga dengan cepat dan bergegas ke arah gudang dimana Rose masih sedang menunggu.

“Kenapa kamu lama sekali mas?” tanyanya agak cemberut. Tidak ada rasa curiga dari nada suaranya. “Aku hampir saja batal deh kalau menunggu terlalu lama”
“Aku keatas mengambil kunci” kataku pelan. Dengan lembut aku tarik tangannya dan menyungsepkan tanganku kebalik rok yang dia pakai. Memeq segarnya terasa diujung jariku. 

Aku terpengaruh dengan bayangan mulus putihnya Valen sehingga botolku sudah mengeras. Aku ingin sekali mencabik cabik memeqnya Rose dengan sepuluh jariku. Dalam otakku wanita didekapku adalah Valen yang sedang mencuci baju diatas. Bayangan tubuhnya mengontrol kendaliku dalam memandang wajah Rose yang didepan mataku. Aku rebahkan Rose di tumpukan kerdus yang tidak terpakai dan menari keatas ujung rok yang sedang dia pakai. Naluriku menggelegar untuk segera menjilat memeqnya yang terhampar didepan mata. Rose pasrah dengan menuruti apa yang aku mau. Aku buka kedua belah pahanya dengan agak kasar dan Rose tertawa ringan seolah olah dia telah bisa mengobarkan nafsuku. 

Aku dekatkan mulutku ke bibir memeqnya dengan pelan dan menempelkan seluruh balutan bibirku. Aku keluarkan lidahku dan menjilat bagian luar bibir luar memeqnya. Suara lenguhan mendengung pelan mendesah dan mencerca hangat memohon untuk dilanjut. Bukan perintah yang membuatku melanjutkan tindakanku tetapi suara gaduh yang keluar dari mulut halusnya. Rose tidak terkendali dengan apa yang aku lakukan. Merintih dan mendesis disertai goyangan ringan menggelesot kesana kemari. Tangannya mencengkeram rambut tambut panjang yang tumbuh di kepalaku. Seperti ingin membenamkan mukaku kesekujur memeqnya aku dipaksa untuk memuaskan birahi yang dia timbun beberapa minggu. 

Rose, wanita penuh cinta dari Blitar 7

Ujung batreiku membelah bibirnya, dan menyeruah rambut rambut lebat yang menutupi lobang keindahannya. Basah! Mempermudah jalan masuk ke liangnya. Dia menggeser maju pantatnya memberikan akses dan celah untukku mengexplore jaringan sel sel vagina yang memberiku kenikmatan. 

“Mas!........?” tiba tiba dia berucap
Aku terhenti, kegiatanku mati. Dan aku seperti orang dungu yang tersesat disebuah tempat dimana aku tidak tahu jalan mana yang harus aku tempuh. Aku memandangnya tepat dimatanya.

“Apa Rose……..” tanyaku.
“Cium aku mas……!” pintanya lirih kepadaku.

Aku menuruti apa yang dia inginkan. Aku majukan mulutku tetapi batangku tercabut dari lobangnya. 

“Mas………masukkan kembali batangmu? Teruskan ciumanmu mas?” katanya lagi. Aku majukan lagi pinggulku dan Rose memandu batangku untuk memasuki lobang memeqnya. Lidah dan bibir memeqnya menyambutku dengan kehangatannya yang khas dan aku menusukkan kedalam memeqnya dengan pelan dan penuh perasaan. Rose mendekatkan bibirnya ke punyaku dan tanpa dikomanda aku kecup bibirnya. Sambil mendorong pinggulku dan menggoyangnya aku himpit bibirnya dan kujulurkan lidahku memasuki rongga mulutnya. Rose menyambut dan mengulum lidahku. Hangat sekali, dan gesekan dan kuluman didalam mulutnya seperti rongga dan liang memeqnya yang sedang aku sodok sodok maju mundur tak beraturan. 

“Oooooooooohhh masssss?!!!! Aku lemes rasanya. Boleh aku teriak mas?” katanya sesaat.

“Jangan Rose….orang kira aku sedang memperk**a kamu.” Kataku pelan. Aku kembali sumpal mulutnya dengan bibirku. Tapi Rose menolakku, mulutnya kembali bersuara.

“aahhh ooohhh aaahhh masssss” matanya memandangku. Senyum merekah dibawah redupnya matanya yang terganjal oleh nafsu yang dia rasakan. Aku percepat goyanganku dan Rose membuang kepalanya kebelakang respon atas kenikmatan yang sedang dia teguk. 

Aku merasakan sesuatu yang berbeda dari dalam memeqnya. Solah olah ada butiran butiran kecil dan lembut dari dalam memeqnya. Aku menoleh kebawah dan melihat kebatraiku yang masuk keluar dan menusuk nusuk memeqnya. Aku melihat batangku bersimbah darah, aku mencabutnya sejenak dan Rose melihatku seperti mau protes. 

“Rose kamu terluka, sayang?” kataku sambil memegang batreiku. Jari jariku berlumuran darah mens nya yang menempel di batang batraiku. Aku memeriksa dibagian kepala batraiku dan menelusuri apa ada rasa perih di tubuhnya. Palkonku tidak terluka, itu adalah kesimpulan akhir.
“Aku sudah mens mas………?” dia memberikan berita ditelingaku. Bisikannya membuat diriku mengejang begidik tetapi ada sesuatu yang desakan untuk melanjutkan aktivitas seksualku. Aku mendekat ke arah mulutnya Rose dan kembali menciumi mulutnya. 

“Mas…………?” dia kembali menghentikan aku.
“Kenapa Rose?” tanyaku padanya.
“Mas Polie tidak jijik?” tanyanya sambil memandangku.
“Tidak Rose!” jawabku tegas. {bila nafsu sudah diubun ubun apapun bisa terjadi}

Aku kembali memasukkan batangku dijepitan selangkangannya dan mencercanya dengan tusukan tusukan ringan. Rose bereaksi dengan mengelitkan tubuhnya dan memuntir ujung putingnya yang kanan sementara tangan kirinya berpegangan sambil menahan tubuhnya. Aku menusuk dalam memeqnya, bibir memeqnya yang tebal seperti terbelah oleh pedangku yang terhunus dan menancap didalamnya. 
“Oohhhhhhhhmasssssss………aduhhh terus masssss…… enak sekali massssss. Mas enak juga?” tanyanya lirih kepadaku.

Aku mengangguk pelan.
“Katakan mas?” katanya setengah memaksaku
“Iya……aku juga enak” kataku 
“Oooooohhhhh masssss yang dalam sedikit mas………Ohhhhhh massss!!!? Badannya meliuk liuk seperti kepanasan. Aku merasa tertantang dengan nada erangan yang terdengar sangat sexy. 

“Ooohhh oohhhh ohhhhh……….massss Polieeeeeee terus massssss
Aku terkesima dengan suara yang terdengar dari mulutnya. Memicu birahiku untuk memuaskannya. Aku tarik batang penisku hingga sampai diujung kepalanya dan menggoyangnya pelan ujung mukut memeqnya. Seperti orang mendengkur aku bunyikan suara menikmnati saat saat indah yang aku lakukan dengan Rose. Wajahnya terlihat manis, dan aku sangat bersyukur aku mempunyai teman berbagi birahi.
Aku berjalan ke kamar mandi yang ada dibagian belakang toko dan membersihkan darah yang menempel dibatang penisku. Perasaan jijik sedikit merayap di benak pikiranku. Segera ku basuh batangku sementara Rose masih berada di ruang toko dimana sepeda motorku terparkir menikmati sisa sisa pertempuran yang kita lakukan.

Setelah merasa bersih aku keluar menghampiri Rose yang masih terduduk didekat sepeda motorku yang terparkir didalam toko. Ada tetesan darah mens nya di lantai toko yang tersodok oleh penisku. Aku agak sedikit begidik dengan pemandangan didepan mataku. Aku meraih tangannya untuk menariknya berdiri. Dia membantuku dengan sekuat tenaganya yang tersisa untuk berdiri

“Ooohhhhhh terima kasih yaaa mas…..rasanya seluruh sendi sendiku terlepas semua” katanya sambil memandangku. Matanya tarasa sayu dan lelah, seolah olah habis mengerjakan sebuah pekerjaan yang begitu berat dan banyak. Tubuhnya layu seperti tak bertulang dan berotot. Kulit coklatnya seperti dilumuri oleh minyak diseluruh permukaannya. Aku memandanginya dengan penuh kasih, ingin aku memeluhnya dan menyayanginya.

“Enak yang………..” tanyaku sambil menatapnya.
“Enak sekali mas……….kenapa kamu begitu kuat ya. Memangnya kamu belum keluar ya mas?” tanyanya. 
Aku kalungkan tangannya ke pinggangku dan menuntunnya ke arah kamar mandi dimana aku baru saja membersihkan penisku. 
“Rasanya loyo sekali mas…… Mas mau makan apa untuk nanti malam?” tanyanya dengan penuh perhatian. 
“Kita nanti masak me instant saja deh, kamu pasti capek kalau aku minta ikan kaleng?” kataku menjawabnya. 

“Nanti aku masakkan mas……..kalau aku sudah pulih kembali” katanya dengan sedikit terhuyung.
Aku buka pintu kamar mandi dan Rose masuk kedalamnya. Dia menutup pintunya dan membersihkan paha dan memeqnya. 
“Mas ………aku mau mandi sekalian deh………….” Katanya dari dalam kamar mandi. “bisa tidak Mas Polie mengambilkan handukku?” lanjutnya.

Aku naik kekamarnya untuk mengambil handuknya. Aku tidak menemukan yang aku cari, aku buka lemari plastik kecil dimana dia menyimpan semua baju dan pakaiannya. Aku melihat sebuah album foto yang tersembunyi dibawah tumpukan pakaiannya. Lemarinya tertata rapi dan seluruh bajunya teratur di tumpukan yang tersetrika rapi. Aku ambil album foto itu dan membukanya. Lembaran pertama yang aku buka adalah fotonya yang terpampang dengan pakaian pengantin adat jawanya. Nampak jelas sekali wajah mudanya yang terpampang di foto itu. Aku buka lembar kedua dan ketiga, wajah suaminya terpampang disana bersanding disampingnya. Wajahnya hitam dan kelihatan kokoh, ada sedikit rasa cemburu menyelinap didadaku ketika melihat tangan lakinya melingkar di pundaknya. 

Aku buka lembar lembar berikutnya dan menekuni setiap wajah yang terekam dalam kamera foto. Diakhir halaman album ada tulisan yang ditulis oleh tangan “Rose istriku” dan tanda tangannya menutup kata kata yang dia tulis.
Aku menaruh kembali album fotonya, dan menguak tumpukan baju baju yang dia tata. Aku meraba bagian bawahnya. Jariku menyentuh sebuah kertas dan aku menariknya keluar dari tumpukan bajunya. Seikat surat kira kira ada 6 buah surat. Diikat dengan karet gelang yang biasa digunak oleh toko toko untuk mengikat sesuatu. Aku tarik sebuah surat dan membuka amplop yang sudah terbuka. Aku tengok alamat bagian depan amplop dan membaca alamat dan nama yang tercantum didepan amplopnya itu. Nama Rose tercantum dan alamatnya jelas di sebuah dusun………Blitar Jawa timur. Aku melihat perangko yang digunakan untuk mengirim surat itu, Perangko Malaysia. Aku mengambil kesimpulan bahwa dia bekerja di Malaysia.

Aku tidak sempat membaca surat itu. Suara Rose memanggilku dari kamar mandi. Segera aku masukkan amplop itu kedalam ikatan karet dan mengembalikannya didalam lemarinya. Aku atur kembali dibawah baju bajunya dan merapikannya supaya tidak curiga. Aku bertekad ingin membaca apa isinya dan merencanakan bagaimana dia bisa keluar sejenak untuk memberiku peluang membaca surat suartnya. 

Aku keluar kamarnya tanpa membawa handuk yang dia minta. 
“Rose……..aku cari cari handukmu tapi kenapa tidak ada dikamarmu?” kataku sedikit berteriak
“Mas…..handukku di jemuran lantai atas.” Katanya memberitahuku “kenapa mas lama sekali diatas ngapain?” tanyanya agak curiga.
“Aku membetulkan gantungan baju dilemariku Rose” kataku pura pura menjawabnya. “Aku juga akan mandi sekalian, lebih baik kita tidur Rose setelah makan?” imbuhku
“Mas mau makan apa?” tanyanya
“Mie saja” jawabku sekenanya. Aku pikir akan mudah memasaknya dan cepat mengisi perutku. 
Aku berikan handuknya Rose dan aku kembali keatas kekamarku. Aku baringkan badanku dan aku menekuri hari hariku hingga aku terlelap tidur.

Hari kedua liburan Lebaran

Aku bangun agak pagi kira kira jam 6. Rose semalam tidur dikamarku. Agak panas udara di dalam kamar karena jendela tertutup dan pintu hanya sedikit terbuka. Kipas angin yang ada didalam kamarku tidak banyak membantu. Aku berencana bangun pagi karena aku akan main basket. Aku tidak ingin mengusik Rose dari tidurnya jadi aku bangun perlahan lahan dan berdiri. Tapi tiba tiba Rose terbangun dan menoleh kearahku.

“Mas………..? Mau kemana pagi pagi begini?” tanyanya ingin tahu
“Aku mau pergi main basket Rose?” kataku menjawab
“Memang pagi hari begini ada yang main, mas?” tanyanya dengan nada masih mengantuk.
“Ada Rose……kalau tidak ada aku akan kembali pulang.” Kataku
“Jangan lama lama ya mas?” pintanya. “Aku kesepian disini sendiri”
“Iyaaa…….aku ngga akan lama” kataku pelan. “Tidur saja lagi, hari ini ngga ada yang mau dicuci toh?” 
“Aku capek mas……….. Mas mau makan apa? Tanyanya.
“Kalau ada penjual sayur, nanti kamu bikin pecel saja ya?” kataku.
“Iya…..” jawabnya sambil tetap terbaring diatas kasurku.

Aku segera berlalu dan berkemas untuk pergi ke tempat main basket. Ada sekitar 10 orang yang bermain basket pada hari itu sehingga kelihatan ramai. Mereka cukup familiar dengan aku sehingga mereka bisa menerima kedatanganku. 

Bermain basket cukup lama dengan mereka, kira kira jam 8 pagi aku kembali ke ruko. Aku ambil kunci dan membukanya. Pasar masih sepi, hanya beberapa penjual saja yang nampak berjualan. Hari ini toko masih banyak yang tutup, aku buka pintu dan masuk kedalam. Ada suara Rose menyanyi dari atas.

Aku berpikir kemana hari ini akan kita habiskan liburan kedua lebaran. 
“Mas Polie……………?” teriaknya dari atas ketika aku masukkan motorku kedalam toko. 
“Ya…..? kamu udah bangun Rose?” tanyaku menjawab panggilannya
“Kenapa udah pulang mas?” tanyanya
“Kamu bilang kamu tidak suka sendirian?” kataku menjawabnya “Ayo cepat kita jalan jalan lagi seperti kemaren. 
“Kita sarapan dulu saja mas…………baru setelah itu kita pergi.” Katanya “Aku sedang menyiapkan makan pagi. 
“Kamu sudah mandi Rose?” tanyaku
“Belum Mas……” katanya pendek. “Kan lagi nyiapkan sarapan. Memang kita mau kemana mas?”

“Aku mau ajari kamu naik motor” kataku sesampainya aku diruang atas. 
“Sungguh mas? ……..Hari ini?” teriaknya “Aku mau sekali” Dia loncat loncat menghampiriku sambil memeluk aku. Bajuku yang basah oleh keringat tidak dia hiraukan. Dia cium aku dipipi kananku.

“Kenapa mas mau ajarin aku hari ini?” tanyanya dengan nada manja. 
“Kamu tidak mau ya?” tanyaku balik “Kalau kamu tidak mau tidak masalah..kok” 
“Iiihhhhh kenapa begitu saja sewot” katanya sambil tetap memelukku. “Aku kira mas lupa sama janjinya. Aku sudah kasih mas pembayaran kursus naik motor kontan didepan, tapi aku tunggu tunggu lama kok mas ngga pernah membicarakan itu.”

“Pembayaran apa ya? Aku kok ngga pernah merasa pernah menerima sih?” kataku pura pura bego

“Itu……?......lupakan kalau udah meniduriku berkali kali untuk pembayaran kursus naik sepeda motor. Dasar mas Polie maunya memanfaatkan tapi lupa ama janjinya sendiri” katanya dengan nada agak sewot.

“Haaaaa hahahahaha” aku tertawa keras dengar kata katanya.
“Iyaaa yaaa Rose, aku udah memanfaatkan kamu, tapi aku lupa janjiku ya?” kataku dengan pelan. Aku ambil dagunya dan mencium pipinya. “Jadi hari ini mau ya Rose belajar naik motor?” kataku dengan penuh kemenangan. 

“Iya mas….aku mau sekali, aku tunggu tunggu tawaran ini.” Katanya dengan berseri seri. Aku pandangi wajahnya dengan seksama dan matanya tidak memungkiri memang dia menunggu nunggu momen ini. 

“Ya setelah kita mandi dan sarapan kamu akan belajar naik motor” kataku meyakinkannya.

“Dia peluk kembali aku dan aku mengangkatnya. Dia kalungkan kedua kakinya kepinggangku, seolah olah anak kecil yang minta gendong bapaknya. Gundukkan dimemeknya terasa keras karena dia sedang memakai pembalut sehingga terasa sekali mengganjal di penisku. 

“Memekmu terasa keras sekali” kataku padanya
“Itu bukan memekku yang keras mas” katanya menjawab. Pepekku lembut dan lunak, berair dan licin sekali” jawabnya sambil tetap bertengger seperti anak digendong. “Kalau keras itu punya Mas Polie kalau lagi tegang. Kayak begini Toing toiing….” Katanya sambil jari telunjuknya dia goyangkan keatas naik turun. 

“Memang memekmu seperti tadi yang kamu bilang?’ kataku bertanya.
“Iya….tapi sekarang tidak bisa dilihat dulu mas.” Katanya dengan nada dia manjakan. 

“Kenapa Rose………..”kataku sambil berpura pura tidak tahu.
“Karena sedang di embu mas?” [diembu = disimpan supaya matang]
“Jadi berapa lama disimpannya?” tanyaku ingin tahu.
“Tiga hari lagi sudah bisa dibuka kok mas. Memang mas mau nunggu tiga hari lagi?” tanyanya masih dengan nada manja.

“Iya mau ………..kalau masak kan enak ya?” kataku
“Mmemmm…….”gumamnya sambil menganggukkan kepala. “Rasanya lebih manis dan lengket seperti ketan. Pokoknya aku jamin mas ngga akan bisa melupakan nikmatnya.
“Ya aku harus sabar dong kalau begitu. Tapi kalau burungku lapar sekarang bagaimana ya Rose?” tanyaku memancingnya.
“Ohhhhhhhh gampang mas” katanya anthusias
“Apa solusinya rose?” kataku terpancing.
“Tuh disana……..”katanya sambil menunjuk kearah pintu sambil ketawa cekikikan yang panjang. Aku terbengong bengong antara ingin tahu apa yang dia ketawakan dan apa yang dia tunjukkan.
“Apa Rose…….yang mana sih” kataku mendesaknya.

“Itu loh mas……..? katanya sambil ketawanya tidak berhenti. “Coba mas berjalan kearah pintu supaya aku bisa tunjukkan. Aku melakukan seperti apa yang dia minta, berjalan kearah pintu sambil menggendongnya. Setelah dekat dia menunjukkan jarinya keatah lobang kunci. Ketawanya semakin keras “Disini mas………ini solusinya. Kalau aku lagi mens, burungnya Mas Polie di jepitkan disini. Haaaahahaaaahaaahaaaaa” ketawanya keras. 
“Kurang ajar………!!!! Kataku sambil seolah olah ingin menurunkan dia. Kakinya menjepitku semakin erat, dia berusaha keras untuk tidak mau diturunkan dari gendonganku sehingga dia jepitkan kedua pahanya kepinggangku. “Turun!” kataku sambil seolah olah membetot kedua pahanya untuk lepas dari mencengkeram pinggangku.

“Jangan massssss….ampun masssss……..”teriaknya manja. “Aku hanya bergurau……..jangan maaaassss tolong jangan turunkan aku. Aku ngga mau turun…..
Aku raih hidungnya dan memutarnya pelan kekanan, Rose mengaduh aduh pura pura. Sambil meratapi minta ampun. Aku pura pura marah padanya. 
“Memang burungku kamu anggap kunci pintu apa?” kataku
“Iyaaa massss ampun………”katanya. “Jangan marah massssss…….”Ampun masss aku tidak akan meledek lagi maaassssss”

Kita makan pagi dan bersiap siap keluar, Rose kelihatan sangat senang dengan janjiku untuk mengajarinya naik sepeda motor. Hari masih pagi, kira kira jam 9 ketika kita keluar. Aku memakai jacket susu bendera berwarna biru terbuat dari bahan seperti parasit tipis yang tahan air. Langit agak mendung dan suasana masih sepi dan tidak banyak kendaraan berlalu lalang. Aku kearah barat lagi menuju perumahan yang kemaren kita datangi. Tidak ada rasa canggung lagi, Rose melingkarkan tangannya ke pinggangku selama dalam perjalanan. Beberapa hari, Rose berlatih memegang gas motor dan memutar mutarnya. Aku minta dia melakukannya supaya dia terbiasa dan tidak canggung untuk mengecilkan dan membesarkan gas. 

“Mas………..aku senang sekali. Jantungku deg deg gan mas.” Teriaknya dari boncengan belakang. 
“Saba……..ar jangan terlalu bernafsu” kataku membalasnya

“Iyaaaaa aku tidak grusa grusu kok” katanya manja. Lengannya dia lingkarkan dan memelukku erat erat. Dadanya dia tempelkan ke punggungku. Aliran hangat meresap kebagian punggung dan menyerap kedalam tubuhku. “Aku rindu memeluk tubuh bugilnya” pikirku dalam khayalku.

Sampai di perumahan Trosobo, aku hentikan sepeda motorku dan aku meminta Rose untuk duduk di depanku sementara aku tetap memegang stang gas. Rose meringkuk di depanku. Dia memegang gas sepeda motor juga. Dia agak gemetar dan akupun segera menenangkannya.

“Jangan gugup Rose?” kataku didekat telinganya.
“Maaaaaaaaassss…..aku geli. Jangan berbisik begitu.” Katanya dengan pelan.
“Iya……….pelan pelan ya. Jangan terlalu besar gasnya. Masuk ke gigi satu.” Perintahku kepadanya. “Gasnya diputar pelan pelan dan sepeda motor berjalan sedikit” 
“Mas……..jangan lepaskan dulu tangannya ya. Aku masih takut.” Pintanya kepadaku.

“Okay………..kecilkan gasnya dan masuk ke gigi dua” kataku memberi petunjuk.
“Klik” suara persneling sepeda motor terdengar. Dan suara sepeda motor Yamaha Alpha II R mengerang pelan menembus lorong perumahan Trosobo. Aku lepaskan pegangan tanganku dari stang gas dan Rose mengambil alih stang dan pelan pelan merayapi jalanan di perumahan. 

“Aku sudah bisa ya mas?” tanyanya
“Iya Rose kamu sudah bisa” kataku menjawabnya. “Kamu perlu latihan terus dan belajar mengoper gigi dengan lancar.” Kataku menjelaskan dari belakang. 
“Kapan aku bisa latihan lagi mas?” tanyanya
“Gampang nanti Rose. Bisa diatur waktunya.” Jawabku sambil membiarkam
“Mas……..dari tadi ada benda keras yang mendesak dipantatku apa itu?” tanyanya sambil terkekeh

“Tidak tahu aku Rose…………coba kamu periksa!” kataku menyuruhnya.
“Ngga deh nanti ada orang melihat” katanya sambil geleng kepala. Pelajaran naik sepeda motor tidak mengalami kesulitan berarti, semuanya berjalan lancar dan terkendali. Tiba tiba sebuah ide terlintas kepikiranku.

“Rose, kamu harus pake jaket, supaya dadamu tidak sesak.” Kataku menasehati.
“Tapi aku ngga bawa jacket” balasnya. “Kenapa tadi mas tidak mengingatkan aku.” Tanyanya.

“Berhenti dulu, kamu pakai saja punyaku supaya kamu tidak terlalu sesak.” Kataku. Rose menghentikan sepeda motor dengan agak tertatih tatih. Dia belum lancar menghentikan laju motor. Keseimbangan gas dan pengereman belum lihai. 

“Wah mesti belajar banyak Rose kamu….!” Kataku padanya. “Kalau kamu mengerem gas harus di kecilkan supaya tidak mengerang” lanjutku.

“Iya mas…….habis rasanya gugup dan grogi. Tuh pada keringatan semua badanku. Kulitku rasanya basah kuyup. Sini mas jaketnya…………mas ngga keberatan kalau aku pake jaketnya?” tanyanya sambil tersenyum. “Nanti aku cuci setelah sampai dirumah.” Lanjutnya lagi.

Aku berikan jaketku padanya dan dia memakainya.
“Salah Rose………” kataku menghentikannya memakai jaket. “Mestinya kalau naik motor bagian punggung jaket harus di depan supaya angin tidak menerobos ke dadamu. Yang harus di lindungi kan dadamu.” Kataku menjelaskan.

“Kenapa begitu mas?” tanyanya ingin tahu.
“Supaya lenganmu tidak gosong dan dadamu tidak sesak. Kecuali kalau kamu mau bepergian jauh. Kamu bisa memakainya seperti memakai jaket biasa.” Kataku lagi melanjutkan.

“Begitu ya mas?” balasnya dengan rasa tidak yakin dengan saranku.
“Ya…begitu supaya angin yang datang ke dada tidak begitu kuat karena ditahan oleh jaket. Coba saja nanti kamu rasakan apa kata kataku benar atau salah. Sudah ayo kita lanjutkan belajarnya.

“Mas tidak bosan?” tanyanya lagi
“Tidak Rose……..memangnya kenapa?” tanyaku ingin tahu kenapa dia tiba tiba ingin bertanya.
Habis mas hanya duduk di belakangku dengan penis tegang dan ngaceng seperti itu. 

“Kamu kok tahu kalau batreiku ngaceng?” tanyaku sambil memandangnya. Tiba tiba Rose mendekat dan tangannya menyentuh batreiku. Dia remas pelan dan menggosokkan telapak tangannya keatas naik turun batangku. 

“Ini buktinya…..mas. Mau menyangkal?” katanya dengan senyum licik yang dia perlihatkan. Senyum kemenangan yang dia tunjukkan padaku bahwa apa yang dia katakan benar. “Sudah kangen sama Srabi lipatku ya?” katanya lagi. 
“Sudah ……..sudah…….awas nanti kamu rasakan pembalasanku!” Ancamku sambil mencolek pinggangnya. 

“Eiiitttt kenapa main colek di jalanan begini mas?!!!” teriaknya sambil menghindari jariku. Suaranya bikin gemas. Ingin kudekap teteqnya dan meremas disitu juga. Kantong semarku mengecil dan batang penisku membesar dan minta perhatian. 

“Ayo Rose kita lanjutkan belajarmu!” kataku mengalihkan perhatian. “Coba kamu sendiri yang naiki sepeda motornya. Aku tunggu saja kamu dari sini” 
“Ndak mau mas………mas harus ikut diboncengan.
“Kenapa harus ikut?” kataku penuh tanya.
“Aku belum berani dan lagi…………….” Katanya mengambang.
“Dan lagi apa Rose?” kataku ingin tahu terpancing oleh kata katanya.
“Dan lagi tidak ada lagi barang yang akan mengganjal pantatku dari belakang mas! Heheheeeee?” katanya menjelaskan dengan di akhiri ketawanya terkekeh.
“Dasar! Cewek badung!” kataku sambil menyodok pinggangnya dengan cubitan.
“Mas suka ya aku jadi cewek badung” katanya sambil manja. Matanya sayu dan membuatku ingin memeluknya disitu juga. Aku dekatkan wajahku kewajahnya dan menatap lembut wajahnya. AKu kecup pipinya dengan pelan. 

"Aku rindu kamu Rose" kataku terbata
Aku tahan gejolak yang ditimbulkan aksinya dan tangannya kadang menggelayut di pinggangku. Aku dorong badannya ke arah sepeda motor dan memintanya untuk menaiki di bagian depan. 

“Sudah kamu sendiri saja yang menaiki, supaya kamu bisa belajar sendiri.” Kataku

“Jangan mas…….aku masih takut kalau naik sendiri” katanya protes.
Aku mengalah dan mengikuti apa maunya. Jacketku telah dipakainya dan dia menaiki sepeda motor, aku duduk dibagian belakang dan kembali batangku meregang menempel pantatnya. Terasa hangat pantatnya dan Rose bereaksi dengan menggoyang sedikit pantatnya.

“Tuh kontholnya sudah mengganjal lagi” serunya dengan ringan.
“Kamu terasa ya Rose? Itu berarti dia minta perhatianmu” beritahuku.
Rose menggerakkan tangannya kebelakang dan meraih sosis hangatku. Dia memegangnya dengan lembut dan menggosoknya sedikit.
“Mas sosismu keras sekali……….minta di jilat ya?” kepalanya menengok kebelakang dan tersenyum padaku. 

“Tunggu pembalasanku Rose, kamu pasti akan mengiba iba padaku” kataku mengancamnya.

“Aku tidak takut ancaman loh mas?” tantangnya. “Aku akan layani sampai dimana ancaman mas Polie heheheeeee…….” Lanjutnya menahan gertakanku.
“Lihat saja nanti……….sudah ayo jalankan sepeda motorya. Aku ngga mau berdebat disini.” Bisikku. Tanganku aku lingkarkan kepinggangnya. Aku dekap dia dari belakang dan aku tempelkan ikan leleku kepantatnya. 

“Hangat sekali mas…………pantatku seperti diselimuti. Heheheeeee mana bisa tahan kalau begini terus mas” katanya sambil terkekeh. 
“Enak ya?” tanyaku ingin tahu. Telapak tanganku aku jalarkan ke atas, merambat pelan pelan kebagian pinggir susunya. 

“Masssss berhenti disitu mas……..jangan teruskan!” katanya
“Aku rasa kamu tadi menantangku Rose?” kataku sambil meneruskan gerilya tanganku kebagian pinggir teteqnya. 

“Masssss….aku tidak bisa konsentrasi kalau tanganmu tetap disitu” teriaknya lirih.
“Sebentar saja Rose!. Aku buka Bhmu ya?” Kataku memberitahunya.
“Adddddduhhhhhh mas…..dilihat orang mas. Jangan disini dehhhh massss?!” katanya sambil mengerem sepeda motornya. “Jangan disini……….” 
“Jalan dulu kesana ……..disana tidak banyak orang” kataku sambil menunjuk kearah depan. 

“Massss janji jangan sentuh dadaku lagi” katanya memohon.
“Bukankan tadi kamu akan melayani tantanganku” kataku merajuknya.
“Iya….tapi tidak disini mas. Kan malu kalau sampai dilihat orang” sergahnya
“Sebentar saja Rose….” Desakku sambil tanganku meraih teteqnya yang masih terbungkus BH nya. “Kamu terus kedepan dan belok ke kanan, kita belajar ditempat yang agak sepi saja Rose supaya tidak ada yang melihat.” Aku melanjutkan perintahku padanya.

“Mas……jangan disini dong, aku malu nanti kalau ada yang melihat” katanya sambil akan menghentikan sepeda motor yang dia setir.

“Tidaklah sampai tahu, memangnya aku tidak malu kalau sampai ada orang melihatnya.” Kataku menguatkan keinginanku.

“Masss…..jangan disini ahhhh?!!” katanya setelah berteriak. Aku cukup kaget dengan teriakan suaranya. Tiba tiba dia menghentikan sepeda motor yang kita naiki dan turun. Dia menoleh kepadaku dengan mata berkaca kaca ingin menangis.

“Mas yang menyetir saja, aku mau pulang saja mas” katanya sambil berjalan kebelakangku. Aku tercenung dengan kelakuannya, perasaanku tidak menentu. Rose marah padaku dan aku tidak tahu aku harus berbuat apa menanggapi kemarahannya. Aku naiki sepeda motor dan mendekati Rose yang sedang berjalan. Aku tidak ingin malu bila terlihat orang komplex itu. 

“Ayo Rose naik………sorry ya”!? pintaku padanya.

“Mas………….bikin aku kecewa!” katanya. Dia meloncat dengan menginjak pijakan sepeda motor di bagian belakang dan menaruh pantatnya di boncengan. Tangannya tidak dia lingkarkan kepinggangku seperti yang dia lakukan pada saat kita datang. Aku arahkan sepeda motorku kebarat, tidak ke rumah. Pikirankan tidak menentu oleh pengalaman pertama membuat seorang gadis marah hingga menangis. Kearah Krian aku pacu motorku dan menembus keramaian kota kecil yang padat dan penuh pedagang kaki lima disepanjang jalanan. Aku ambil belokan kedua disebelah kiri setelah lampu lalu lintas. Pos polisi sepi, tidak terlihat satupun petugas yang biasanya cangkrukan di pos itu. Bangunan kelenteng di sudut kanan jalan juda lengang. Aku arahkan kearah selatan menuju Prambon dan meneruskan kearah selatan. Aku ingin mengajaknya ke Pacet, sebuah tempat peristirahatan yang cukup menyenangkan dengan udara sejuk dan tenang. 

Aku raih tangan kanannya dan melingkarkannya ke pinggangku. Rose tidak menolak ketika tangannya aku pegang. 

“Maaf ya Rose………..aku khilaf” kataku pelan.
“Mas mau kemana sekarang?” tanyanya pelan

“Aku mau ajak kamu ke Pacet” kataku sambil berteriak. Aku masih memegang tangannya dengan tangan kiriku. “Maaf ya Rose” kataku melanjutkan. “Aku tidak akan memaksamu lagi”

“Iya mas……..aku sudah maafkan” jawabnya lembut.

Setelah merayapi jalanan yang tinggi dan berkelok kelok kita akhirnya sampai di Pacet. Aku tidak tahu kemana kita harus pergi, aku rayapi jalanan kekanan kekiri akhirnya kita sampai disebuah tempat. Banyak sepeda motor terparkir di depannya. Ada papan besar bertuliskan “Kolam Renang”. Kita berhenti di sana dan menengol kedalam. Ada locket tiket dan kita bayar Rp 10.000 per orang. Kami masuk kedalam dan aku gandeng tangannya memasuki pelataran taman berenang itu. Banyak pengunjung berenang disana. 

“Kamu mau berenang Rose?” tanyaku padanya
“Tidak tahu mas…..aku tidak pakai celana renang dan baju renang! Malu ahhh. Mas tadi tidak mau beritahu kalau kita mau jalan jalan kesini” katanya

Aku memandanginya dan menatapnya agak lama. Tidak ada lagi kemarahan kutemukan disana. Matanya tidak lagi sembab dengan air mata. 
“Ayo kita jalan kesana mas?” pintanya sambil menunjuk kedekat kolam renang. “Kenapa kolamnya berlumut ya mas?” tanyanya

“Mungkin karena jarang dibersihkan, jadi ya nampak kotor. Apalagi kalau kurang pengunjung. Aku duduk di sebuah batu besar di dekat kolam sedangkan dia menceburkan kakinya di pinggir kolam renang. Badannya yang kecil mencelup celupkan di parit sekeliling kolam. 

“Rose………..kamu senang?” tanyaku padanya dengan suara agak keras.
Rose tersenyum dan mengangguk pelan, kembali dia gerakkan kaki kakinya di parit kolam renang yang ada disekeliling kolam itu. Aku merasa tenang setelah kejadian tadi siang. Kita tidak berenang karena memang tidak punya baju renang selain itu Rose sedang datang bulan sehingga dia agak merasa kecewa.

Rose datang menghampiriku dan mengambil tanganku. 

“Disini teduh ya mas……?” katanya dengan lirih. “Aku ingin sampai sore disini Mas” lanjutnya lagi. “Seandainya kita bisa datang lagi kesini suatu saat, aku ingin bisa berenang sama kamu mas?” harapannya timbul. 

“Ya nanti kalau kita masih ada waktu luang kita bisa datang kesini lagi.” Kataku menghiburnya. 

“Janji ya mas?” pintanya.
“Iya semoga kita bisa kesini lagi suatu saat.” Kataku
“Mas Polie nanti kalau kuliah mau tinggal dimana?” tanyanya ingin tahu.
“Ya tinggal disini saja lah, memang mau tinggal dimana?” tanyaku
“Siapa tahu mas lebih suka kos di dekat kampus. Seperti para mahasiswa mahasiswa lainnya.” Pancingnya
“Aku tidak tahu Rose, aku juga belum mengetahui dimana aku akan kuliah kok, kenapa aku harus mikirin mau tinggal dimana?” kataku menghiburnya. “memang kenapa kok kamu tanya tentang kuliahku?” tanyaku mendesak.

“Aku nanti akan kesepian sekali mas kalau mas tidak ada di toko lagi?” katanya. 
“Kabar suamimu bagaimana Rose?” kataku. Aku sengaja menatapnya untuk mengetahui apa yang dia pikirkan. Dia menoleh padaku dan tersenyum getir. 

“Aku ngga tahu mas……….” Dia tidak melanjutkan kata katanya
“Memang kamu tidak pernah lagi menulis surat?” kataku bertanya.
“Tidak mas……beberapa kali aku menulis surat tapi dia tidak membalasnya”
“Mmmmhhhh kamu tidak rindu?” kataku
“Tidak ………….pikiranku tidak kosong” katanya menjawab. “Ada Mas Polie yang mengisi kekosonganku jadi pikiranku tidak pernah lengah”
“Heheeee jadi karena ada aku, kamu tidak merasa kesepian ya?” tanyaku
“Iya………?” jawabnya polos.
Kita berbicara cukup lama sehingga jam berlalu dengan cepat. Tanpa kita sadari, waktu sudah sangat larut.
Liburan lebaran berlalu dan berakhir dengan rasa letih. 2 hari tanpa kerja membuat otak seperti beku dan otot otot badan terasa kaku. Ketika toko buka kembali tidak ada yang tersisa dari hari lebaran yang terlewatkan itu. Kembali dengan kesibukan dan rutinitas menjaga toko. Hari ke empat setelah liburan, aku ke lapangan basket setelah toko tutup. Setelah beberapa hari tidak berolah raga, badan terasa penat. 

Dengan sepeda motor aku kearah lapangan sambil membawa bola basket dalam jaring net. Melihat kedatanganku, Alex, salah seorang teman main menyapaku.

“Kemana saja kamu? Beberapa hari kita menunggumu untuk berlatih. Kita akan ke Kediri bermain lawan anak anak disana” beritahunya padaku.

“Sorry boss………aku agak sibuk. Aku pergi ke Pacet naik sepeda.” Kataku membalasnya. 

“Ramai ya?” tanyanya

“Ramai sekali, sampai ngga dapat tempat parkir” kataku sambil tersenyum padanya
“Kalau kesana jangan sendirian, kamu harus bawa teman supaya ada yang menghangatkan tubuhmu” katanya sambil nyengir kearahku.
“Aku tidak menginap, hanya lewat saja” kataku menjawabnya
“Jadi ngapain saja disana, masak hanya lewat dan tidak mampir” tanyanya ingin tahu.

“Ya iyalah….memang disana ada tempat menginap?” tanyaku pura pura tidak tahu.
“Ya banyak lah…………Lain kali kita kesana sama sama ya?. Aku tunjukkan pemandian air panasnya. Pasti kamu suka. Heheeheeehee” katanya melanjutkan.
“Okay………..nanti kita atur dulu waktunya. Jawabku, aku akan sangat sibuk persiapan kuliah.” Kataku memberi alasan.

“Memang kamu mo kuliah dimana?” tanyanya ingin tahu.
“Belum kepikiran………mungkin di IKIp PGRI.” Jawabku asal.
“Huh? Kenapa ke IKIP?” tanyanya
“Aku mau jadi guru!” tukasku singkat.
“Ohhhhh…..yang lain pada ingin jadi dokter, kamu mau jadi guru!” jawabnya 
“Ya setiap orang punya cita cita berbeda. Aku mau jadi guru matematika!” jawabku mantap.

Kita bermain basket selama kurang lebih dua jam. Bersama beberapa teman main yang ada kita minum es dawet ponorogo di terminal Krian. Sambil berbicara tentang apa saja, kita juga bicara tentang sekolah dan pelajaran yang mereka pelajari. Umumnya mereka kesulitan dengan pelajaran matematika. Sepakat mereka ingin mengundang aku untuk ngajari mereka matematika minggu depannya. 

Aku pulang ke ruko dimana aku kerja dan tinggal. Waktu aku sampai disana, pintu rolling door toko tidak terkunci. Bahkan pintu setengah terbuka dan aku melihat ada sebuah traveling bag besar warna hitam teronggok diatas lantai toko. Sepasang kaki putih terlihat disebelah traveling bag besar hitam tadi. Pikiranku kemana mana……..ingin tahu siapa yang punya kaki putih jenjang didalam toko.

Aku dengar suaranya Rose berbicara dengan perempuan yang punya kaki berbetis indah itu. Aku angkat pintu rolling door dan melihat Valencia berbicara dengan Rose.