Rabu, 15 Juni 2011

Mbak Sri chapter 19

Aku kaget dengan caranya mengungkapkan bahwa dia keguguran. Aku pandang sesaat kearahnya dengan penuh kecemasan. 
“Sri……..apa kamu hamil” tanyaku dengan penuh ingin tahu. Kecemasan yang timbul setelah menikmati tubuh telanjangnya setelah beberapa hari. Kekagetanku semakin menjadi karena dengan mimik muka serius dia berkata
“Mas Polie boleh merasa lega sekarang karena tidak perlu bertanggung jawab atas musibah ini” imbuhnya
Aku semakin kalut dibuatnya
“Wah gawat nih Sri……….., kenapa kita tidak hati hati” tanyaku
“Hati hati kenapa mas………….? Hati hati menumpahkan sperma ya mas?” katanya dengan senyum kemengan” “hehehehehe mas ketipu ya” jebakannya berhasil

“Aku mens mas…………..jadi kita ngga bisa begituan nanti malam. Karena aku keguguran. Bidan berkata aku ngga boleh melayani dulu Mas Polie selama seminggu hingga kandunganku bertambah kuat. Baru kita kembali bisa beraktivitas diatas ranjang lagi seperti biasa” katanya cengar cengir

“Allllllaaaaa Sriii kau bikin aku kaget saja” kataku sambil mendekapnya
Dia pasrah saja membalas pelukanku dan aku memeluknya erat erat. Kukecup hidungnya dengan sayang. Dia tenggelamkan kepalanya kedalam dadaku yang kosong dan membiarkan wajahnya menempel disana. Pelukannya tambah erat kebadanku seolah olah tidak ingin lepas. Selama ini aku tidak pernah mengucapkan kata “Sayang” atau “Cinta” kepadanya tapi apalah arti sebuah kata sayang atau cinta bila hanya di mulut saja. 

Kelihatannya Sri juga tidak butuh pernyataan sejenis itu sehingga dia tidak menuntut aku mengucapkan kata kata itu kepadanya. Bahasa tubuh nampaknya lebih bermakna dari pada kata kata yang terucap dari mulut. Belaian tangan dan usapan jari jari kewajah dan rambutnya jauh lebih berarti karena itu adalah bahasa yang lebih murni dan tulus karena digerakkan dari hati dan diusapkan sepenuhnya. Kata kata mudah terucap dan berlalu tapi belaian dan usapan selalu terasa meninggalkan jejak jejak yang dalam dihati. 

“Sri, aku ingin mengajakmu jalan jalan ke Tawangmangu didaerah jawa tengah. Aku ingin tunjukkan sebuah air terjun kepadamu. Disana kamu bisa menikmati pemandangan yang indah, alam yang hijau dan udara yang sejuk. Cuman aku tidak tahu kapan aku bisa bawa kamu kesana.” Kataku
“Sungguh mas, aku mau sekali. Selama hidup aku belum pernah pergi kemana mana untuk melihat lihat kota lain. Tapi aku ngga punya uang untuk kesana mas. Kesana pasti mahal mas ya? Tanyanya lagi kepadaku

“Tidak juga kita naik kereta api saja dan terus kita turun di Surakarta baru kita naik bis kesana” jawabku “Aku sudah kumpulkan uang untuk beberapa hari disana. Yang jadi masalah kita ketemu dimana, supaya kita bisa pergi tanpa ketahuan Mas Jaya.” Kataku
“Memang kenapa mas kalau ketahuan Mas Jaya” tanyanya lugu
“Aku ambil uang toko untuk biaya jalan sama tinggal disana” kataku menjelaskan
“Bagaiamana kalau sebelum aku pulang ke Pujon saja supaya aku bisa agak lama” katanya. “Perjalanan kesana berapa jam mas?” tanya Sri ingin tahu
“Aku tidak yakin Sri, kalau tidak salah 8 jam kalau naik kereta dan turun di Surakarta” kataku.

“Trus kalau dari Surakarta ke Tawangmangu berapa lama?” tanyanya lagi
“Mungkin 1 jam sampai 1,5 jam lah” aku tidak yakin.
“Atau sebaiknya kamu pulang dulu ya Sri ke Pujon? Setelah itu kita ketemuan di Bungurasih atau di stasiun kereta di Krian. Karena di Sda tidak ada kereta jurusan Surakarta.
“Ya sudah kalau begitu, nanti kita atur lagi saja dimana dan kapan kita akan ketemuan.” Jawabnya kepadaku.

Sore itu setelah toko tutup kita berada di lantai dua sedang nonton TV. Aku tidak ingat acara apa yang kita tonton tapi kita sedang berada dikamarku.
“Mas……..aku mau tanya, tapi jangan marah ya?” pintanya
“Memang kenapa Sri, pertanyaanmu apa kok kamu pikir aku akan marah sama kamu?” 
“Mas ……..kalau aku tidak perawan lagi apa kira kira mas masih mau sama aku?” katanya lirih

“Memang kamu sudah tidak perawan ya Sri……..?” tanyaku
“Aku belum pernah melakukan begituan mas. Aku hanya tanya saja sama kamu apakah kira kira kamu masih mau sama aku atau tidak kalau aku sudah tidak perawan lagi” jelasnya
Mataku memandang kearahnya dan matanya memandangiku sambil menilai reaksiku terhadap pertanyaanku.
“Aku tidak tahu Sri …………..apakah aku akan marah sama kamu atau tidak. Aku sendiri tidak pernah berfikir apakah kamu masih perawan atau tidak?” 

“Jadi maksudmu Mas?” tanyanya
“Mungkin aku sih ngga peduli ya. Karena aku tidak tahu perbedaannya apa antara perawan sama tidak perawan” jelasku lagi kepadanya.
“Mas………pernah tidak kepingin berhubungan sex denganku” tanyanya
“Wah sering kali Sri …………., saat aku memelukmu atau saat kita sedang bergumul aku sebetulnya ingin tuntaskan dengan bersetubuh denganmu. Tapi aku kadang ada rasa takut dengan hubungan ini, kalau kita ngga bisa bersatu aku takut apa yang terjadi denganmu nantinya. Apakah kamu tidak akan pernah menyesali apa yang akan kita perbuat sekarang” kataku lirih

“Aku juga ingin sekali melakukan begituan sama kamu mas, aku sebetulnya tidak takut dengan resiko itu cuman aku takut kalau nanti suamiku tidak bisa menerima keadaanku. Aku akan bagaimana dengan hidupku” katanya
“Aku juga memikirkan hal itu Sri…………….” Kukecup dahinya dengan lembut dan kudekap kepalanya didadaku.
“Mas…………..kalau aku tidak perawan lagi dan aku mau berhubungan denganmu kira kira Mas Polie masih mau” katanya lirih

“Aku tidak tahu Sri……….lebih baik kita jalani saja seperti ini” kataku. “Memangnya kenapa kamu bertanya pertanyaan seperti itu kepadaku” lanjutku
“Aku nanti kan pulang mas dan pasti aku akan ketemu sama pacarku dikampung. Kalau aku sampai keterusan dan menyerahkan perawanku kepadanya kira kira mas masih menerima keadaanku tidak”

“Wah kenapa sampai sejauh itu Sri” kataku kepadanya
“Karena aku yakin mas tidak mau berhubungan denganku saat ini karena mas mau menjagaku untuk yang satu itu. Tapi kalau aku sudah tidak perawan lagi, mas tidak akan lagi harus menjagaku. Jadi kita bisa leluasa melakukannya. Yang jadi masalah apakah Mas Polie masih mau atau tidak menerima aku” katanya memelas

Aku semakin tahu arah pembicaraannya, dan tidak bisa berkata apa apa lagi. 
“Aku tidak tahu Sri……..apakah akan ada perbedaan antara perawan atau tidak. Lebih baik kalau kita jalani saja hidup ini. Kalau itu rencanamu lebih baik lakukan saja seperti skenariomu.

“Apa yang mas rasakan sekarang ini?” katanya
Aku merasakan senang dong karena aku bisa memelukmu dan mendekapmu. Memang kenapa sih tanya begitu” kataku
“Aku hanya ingin tahu saja apa mas juga terangsang kalau kita sedang berdekapan seperti ini.” Katanya lagi. Tangannya menuruni perutku dan meraba raba batreiku dari luar celana. 

“Kamu bilang kamu lagi mens kenapa kamu mau melakukan itu” kataku ingin tahu
“Memang mas tidak kangen sama aku” katanya 
“Kalau aku kangen sama kamu, kamu bisa apakan aku” tantangku
“Aku bisa puaskan mas” katanya
“Caranya……….?” Kataku
“Pakai tangan ajaibku mas, jadi pasti deh mas akan kelabakan kalau sudah begitu” katanya dengan senyum nakal.
“heehehehehe boleh deh dicoba kalau begitu” kataku sambil membuka bajuku
“Eeiiiiittttt mau ngapain?” katanya menggoda.
“Mau coba tangan ajaibmu dong?” kataku
“Iiiiiiiiiiihhhhhh nafsu ya?” katanya

aku tidak menghiraukan celotehnya pada saat yang sama aku berdiri dan melepas kaosku dan celana pendek dan dalam sekaligus. 
“Mas Polie sangat beringas sekali” katanya “seperti ngga pernah puas saja” lanjutnya
“Iya aku ngga pernah puas Sri………aku mau begini terus sama kamu” kataku sambil menunjukkan jempolku yang kujepit diantara jari telunjuk dan jari tengah.

“Gawaaaat, gawaaat aku membangunkan macan kelaparan” katanya berseloroh
Aku menunduk dan menarik kaosnya yang masih dipakai melepaskannya. Bhnya masih terpakai dan dadanya yang penuh menyembul seperti gunung yang ranum. 
“Mas …………jangan kenceng kenceng ya kalau menyedot teteqku karena sangat sensitive sekali kalau lagi mens begini. Jangan dipencet pencet juga ya.” Pintanya kepadaku. 
“Okay …………aku tenggelamkan wajahku kebelahan gunungnya yang menjulang dibagian luar dadanya. Aku hisap sedikit dibagian atas gundukan kiri gunungnya yang empuk dan aku tahan beberapa saat sehingga ada cupangan merah bergaris yang dalam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar