Rabu, 15 Juni 2011

Mbak Sri chapter 20

“Aaaaaaah mas sudah lupa dengan janjinya sendiri, bagaimana aku bisa percaya” 
“Janji apa toh Sri, aku tidak tahu?” kataku
“Itulah apa aku bilang Mas ini sukanya hanya janji saja. Tadi mas bilang tidak hisap kencang kencang tapi ternyata Mas bikin cupangan disini. Mas ini bagaimana sih, tidak bisa dipegang kata katanya”
“hehehehe sorry Sriii bukan karena aku lupa janji tapi gunungmu itu sulit untuk dibiarkan begitu saja” kataku menjelaskan.
“Mas suka sama teteqku ya?” tanyanya lagi
“Iya dong sri………….buka dong sri supaya aku bisa menghisapnya” pintaku
“Ngga mau deh mas, yang perlu kan Mas Polie jadi mas harus yang usaha dong” katanya menggoda.
“Aku kan masih bayi sri jadi aku belum bisa membuka BH sendiri” rengekku
“Iiiiiiiiihhhhhh maunya ngga mau dikalah deh” tangannya melengkung kebelakang dan membuka jepitan BH

Aku berbaring diranjangku dan dia berbaring di sebelahku. Aku pagut payudaranya dengan lembut dan erangan seorang cewek yang menahan birahi terdengar. 
“Oooohhhh mas lembutnya bibirmu” katanya lirih.
Tanganku memegang bulatan daging dadanya dan mengelus elus daging empuknya. Aku selalu menginginkan moment moment indah seperti ini. Berada dalam dekapan dadanya dan menghisap putingnya yang menonjol kedalam rongga mulutku. Keindahan ini sepertinya selalu terasa setiap kali berpelukan. 

“Mas…………kamu suka teteqku” tanyanya
“Kenapa kamu tanya itu lagi Sri?” kataku sesaat setelah melepaskan putingnya
“Aku takut mas tidak suka lagi” katanya memberi alasan.
“Aku selalu menginginkan inimu Sri…………” kataku sambil memandang matanya
“Kenapa mas?” desaknya
“Mmmmmmmm………mmm karena ini indah Sri?” jawabku
“Aku tidak mengerti kenapa Mas Polie bilang iniku indah” tanyanya

Aku tidak menjawab pertanyaannya lagi dan kembali sibuk mengulum putingnya yang ranum. Lidahku menari nari menguas putting yang ada didalam rongga mulutku. Lenguhan khas mulutnya keluar perlahan seperti desis ular “sssszzzzzzz…z..z.zzzz” tangannya meraba wajahku dan dengan tangannya yang lembut. Aku tergoda untuk memandangnya tetapi terhalang oleh tangannya yang sibuk menyibak nyibak rambutku. Putingnya semakin keras dan aku rasakan putingnya semakin menonjol”

“Ooohhhh mas…………..aku tidak kuat kalau kamu beginikan terus” katanya, dekapannya kekepalaku semakin kuat dan kakinya dia angkat satu menindihku. Kakinya juga memeluk erat kebadanku yang bawah. Aku berada full didalam rengkuhan badannnya yang setengah telanjang. Dadanya menempel erat diwajahku atau sebaliknya. Teteqnya menekan wajahku dan aku merasakan her soft gentle skinned breast. Rasanya selangit. 
“Mas…………..?” katanya lagi sambil mendorong wajahku menjauhkannya dari dadanya.

“Kenapa lagi sekarang?” tanyaku setelah melepas putingnya.
“Yang satunya juga minta dikenyot” katanya sambil menunjuk putting yang satunya.
Aku kecup daging dadanya sebelum aku masukkan putingnya kedalam rongga mulutku. 
“Oooohhhhhh mas,……………batreimu keras atau tidak mas?” tanyanya sambil menurunkan tangannya kearah batreiku yang sudah dari tadi menegang.
“Aku juga mau nyedot deh mas. Masa Mas Polie saja yang beraktivitas” Dia bangun dan putingnya terlepas dan dia bergerak dimana batreiku menjulang tinggi. 

“Oooooooooohhhhhhh Sriiiiiii enaknya bibirmu, lembut sekali” kataku
“Mas gantian yang nikmati ya, biarkan Sri yang memuaskan mas.” Katanya kepadaku dan tangannya mulai bergerak keatas dan turun dari batangku” Jari jarinya lincah sekali menaiki dan menuruni batang batreiku yang kuat. 
“Kenikmatan yang tiada tara terasa penuh menjalari seluruh tubuhku. Lidahnya menyentuh nyentuh kepala kontholku yang sangat sensitive mengirim getaran getaran yang hebat. 

“Sriiiiii tersukan dong, tapi jangan digigit ya” pintaku padanya
“Aku yakin ini enak sekali kalau dipotong dan dimasak oseng oseng kulit konthol, pasti banyak yang mau beli” katanya
“Bisa lebih cepat sedikit Sri kocokannya, aku mau ini cepat keluar” kataku
“Oooohhh jadi mau cepat ya?, bayar berapa kalau mau dikasih cepat mas?” tanyanya
“Aku mau yang gratisan saja Sri……” kataku cepat
“Kalau mau yang gratisan ya harus sesuai dengan yang melakukannya mas” jawabnya
“Kamu sangat menjengkelkan Sri…………….” Ketusku
“Ya sudah kalau begitu, aku hentikan saja mas…………?” dia berhenti dan melepas batreiku dan cemberut. 

“Eeeeet tidak kamu baik deh?” kataku membujuk sambil menarik tangannya untuk menggenggam batreiku lagi.
“Awas kalau bicara begitu lagi, aku akan ngambek” katanya dengan bergurau
“Awas juga kalau kamu sudah selesai Mens…………..gantian aku kerjai.” Balasku
Lidahnya kembali melingkupi seluruh kepala kontholku yang sensitive. Kepalanya turun naik seirama dengan gerakan tangannya. 
“OooooooooooSri cepat sedikit………….aku mau keluar aaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh teruskan cepat sedikit lagi” kataku mendesaknya.

Terjangan nafsu yang hampir terlepas membuatku menegang dan semburan sperma muncrat dari lubang palkonku yang keras. Mulutnya masih menelan palkonku dan menerima semburan kencang spermaku dengan tenangnya. Otot otot yang kuat dibekuk dengan lembutnya lidah dan rongga mulutnya yang terus menghisap setiap tetes butir butir sperma yang keluar.
“Aaaaaaaaaahhhhhhhhhh enak Sri………” perasaan lega dan nafas yang tersengal membuatku sulit untuk menumpahkan kata kata kenikmatan yang timbul dari kontraksi kontraksi otot yang tak henti dari dalam. 

“Enak Mas………….?” Tanyanya
“Iya Sri enak sekali, aku butuh kamu melepaskan yang satu ini.” Kataku dengan lemas
“Memang enaknya bagaimana sih mas? Tanyanya lagi
“Tidak ada bandingannya” kataku menjawab
“Sama roti tawar enak mana?” tanyanya lagi
“Roti tawar bukan apa apanya” jawabku
“Gantian aku dong mas…………..aku juga mau dilepaskan” pintanya kepadaku.
“Huh kamu kan lagi mens Sri…….bagaimana caranya supaya kamu bisa lepas? Jawabku.

“Mas ciumi saja aku, aku sudah terangsang sekali” imbuhnya
“Aku boleh pegang vaginamu Sri……….? Tanyaku padanya
“Jangan mas, sudah keluar darahnya!” katanya lagi
“Aku mau lihat Sri…….”kataku “Banyak ya darahnya?” tanyaku ingin tahu
“Belum mas, cuman sudah ada tanda garis di celana dalamku tadi pagi” katanya
“Coba aku mau lihat sekarang” kataku sambil mau menurunkan celananya
“Mas…….ini selalu sulit diperingatkan” tandasnya, sambil menurunkan celana dalamnya. Pahanya kelihatan ranum dimataku dan nampak jelas bahwa diapun kelihatan horny berat. Aku sempat melihat Vaginanya yang gundul. 

“Tuh mas……………..lihat” dia menunjukkan celana dalamnya. 
Aku melihat sebuah garis kecoklatan dibagian celana dalamnya pas dimana vaginanya menempel. Tidak merasa jijik dengan keadaan seperti itu aku tarik celana dalamnya kebawah dengan maksud mau melepaskannya. 
“Mas mau apa……………?” Tanyanya kepadaku
“Kamu bilang kamu juga mau dilepaskan birahimu?” jawabku. Batreiku sudah kembali bergerak gerak melihat pemandangan dipangkal pahanya. Rambut rambut vagina yang aku cukur kemaren dulu sudah tumbuh lagi. 

“Sri…………….vaginamu cantik deh kalau gundul begini.” Kataku sambil merabanya
“Oooooooooohhhh mas………………geli mas kalau dipegang begini. Aku tidak mau lagi kalau dicukur lagi rambutku” katanya
“Memangnya kenapa sih tidak mau digunduli” tanyaku ingin tahu.
“Rasanya gatal mas…………..rambutnya yang kecil kecil nerocos kecelana dalamku. Yang lainnya menusuk nusuk daging vaginaku. Rasanya selalu gatal” complainnya
“Tunggu sebentar ya, aku akan ambil alat cukurku” 
“Memangnya kenapa mas?” katanya setelah melihatku kembali dari kamar mandi
“Sini aku cukur lagi supaya rambutmu yang tumbuh tidak terlalu tajam. Percaya aku besok tidak nusuk nusuk lagi” kataku sambil merenggangkan kedua pahanya.

Sri cukup kooperatif, dia tidak menolak pada saat aku memintanya merenggangkan pahanya dan semakin lebar akses yang diberikan padaku untuk memangkas rambut vaginanya. Rambut rambut vaginanya sudah tumbuh sedikit dan terlihat juga beberapa rambut vagina yang masih panjang tidak terpangkas hari sebelumnya. Setelah beberapa saat, gundukan vaginanya sudah licin kembali dari rambut rambut yang tajam.

Aku sempat pegang tonjolan klitorisnya dan mendengarkan erangannya. Cairan bening meleleh dari dalam Vaginanya dan sempat aku pegang, ingin aku menciumnya tetapi karena dia sudah keluar darah mensnya aku merasa agak jijik juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar