Rabu, 15 Juni 2011

Mbak Sri chapter 3

“Coba pegang dibagian ini……..! sambil menunjuk paha atasnya.
Aku jongkok dan hampir tidak percaya, darahku mengalir deras seperti dipompa dengan kecepatan tiga kali lipat. Semburat merah memancar dimukaku sangat terasa. Antara malu dan mau menyentuh daerah sensitive seorang gadis. Aku terlalu lugu untuk berpikiran seperti itu. Karena dengan sangat jelas dan tegas dia menginginkan aku untuk merasakan kulit pahanya. Junlor udah mau menyemprotkan muatannya. Aku tidak sadar bahwa matanya diarahkan kemataku, menatapku dengan senyum tantangan. Aku akhirnya gerakkan tangan kananku untuk menyentuhnya. Dan ujung jariku menyentuh benda magis yang empuk……….., hangat………….., mulus dan berbulu lembut dan halus. Aku tersungkur dalam lamunan indah yang tidak aku bisa terjemahkan kebahasa manapun. Nikmat kopi, hanya bisa dinikmati di mulut, nikmat makanan bisa dinikmati sementara kala kita merasa kenyang. Nikmat jari menyentuh benda magis dibawah sana selalu terbawa hingga sekarang. 
Aku tutup mata dan tempelkan telapak tanganku, aku tidak tahu apakah aku gemetar atau gagap melakukan itu yang jelas itu adalah pengalaman yang sungguh tak pernah lepas dari ingatan dan memori CPU kepalaku. Kehangatan menjalar lagi melalui ujung jari jari. 
“Sri, ……………….ini tidak gosong. Tapi Cuma hangat. Mana yang terbakar?”
“Iya mas, kalau dipegang dengan tangan terasa hangat tetapi dikulitku terasa panas seperti terbakar” dia jawab sambil senyum
“Mana bisa begitu, kalau gosong itu kan nampak hitam…..? Memang aku ngga bisa melihat warna gosong….?” Aku menyangkal
“Mas Polie, harus tanggung jawab deh!!” dia tidak mau kalah
“Memang harus bagaimana, cara membuat pahamu tidak panas? Kasih basah ya sama Tissiu dan air?” aku kasih saran
“Cium dong mas……..!?? dia merajuk
“Aaaaaaaaaaaaaa….aah cium? Polie junior tersentak sentak tak karuan. Pemandangan indah dimata minta dicium. Aku lihat matanya dan mencari keseriusan hatinya. Apakah ini hanya sebuah permainan atau sebuah naskah cerita yang memang dia ucapkan. 
“Cuup……. Cuuup” ciumanku mendarat di paha bagian atasnya. Aku tidak yakin apakah itu cukup membuat pahanya menjadi dingin dan gosongnya hilang.
“Sudah?” tanyaku
“Kok ngga basah ciumannya?” dia meresponku “Mana bisa padam kebakarannya kalau tidak basah?. Lain kali jangan ditempelkan batreimu di pahaku mas supaya pahaku tidak gosong.”
Aku berdiri dan menjawab “Memang aku sengaja menempelkan batreiku kepahamu?” 

Kegiatan kita dibelakang lemari pembatas tidak semuanya lancar. Ada saja gangguan dari para pembeli yang harus kita layani. Kadang aku yang keluar, terkadang Sri yang melayani para pembeli. 
Kira kira jam 9.30 pagi, ada seorang lelaki yang datang ke toko dan akan membeli sesuatu. Nampaknya Sri kenal dengan lelaki tersebut. Dari pembicaraan mereka, aku bisa simpulkan bahwa lelaki ini teman smp nya. Kebetulan dia kerja ikut pamannya atau siapanya sehingga dia sampai dipasar itu. Sementara mereka berbicara, aku duduk di meja kasir dan mendengarkan mereka berbicara. 

Percakapan mereka bikin hatiku tidak karuan. Cemburu? Ya mungkin itu yang aku rasakan. Kenapa ada cemburu di hatiku ketika aku melihat dia hanya bercakap cakap saja. Aku tidak mengerti kenapa perasaan itu tiba tiba muncul di dalam hatiku.

Setelah beberapa saat, lelaki itu pergi dan Sri sempat mengucapkan beberapa kata kepadanya. “Mampir lagi ya kalau lewat?” Kata kata itu bikin wajahku kelihatan bertambah ditekuk. Sri, belum menyadari situasi karena dia masih melihat keluar toko. Aku pura pura kebelakang dan mengerjakan sesuatu.
“Sri, kamu jaga diluar ya. Aku mau mencuci bajuku dikamar mandi. 
“Mas, Polie cuci baju sendiri ya? Sini biar aku yang cucikan bajumu Mas. Laki laki kok cuci sendiri.” Dia tawarkan jasanya kepadaku.
“Tidak usah Sri, cuman sedikit kok” balasku. Padahal ada dua ember cucian karena sudah beberapa hari aku tidak cuci baju. Biasanya aku cuci baju setiap hari setelah toko tutup sekalian mandi. 

“Tidak apa apa, biar aku saja yang melakukan. Siapa tahu mas Jaya datang trus toko ditinggal Mas Polie cuci baju kan tidak enak” balasnya.
Alasannya masuk akal juga maka aku ijinkan dia mencuci bajuku. Dia naik ke lantai dua dan mencuci. Sementara dia mencuci bajuku diatas aku merapikan barang barang ditoko dan membersihkan kerdus karton bekas. Aku susun di belakang supaya kelihatan rapi. 
“Mas Polie, cuciannya sangat banyak bikin aku mabok nih………….!!!!? Tadi bilang cucian Mas Polie sedikit.” Dia teriak dari lantai dua.
“Kalau kebanyakan jangan dicuci semua, sedikit hari ini. Besok dilanjutin sisanya” aku sarankan 
“Udah terlanjur direndam semua mas, mana bisa nunggu sampai besok pagi? Lain kali jangan direndam semua mas. Bisa busuk loh.” Lanjutnya
“Okay……….lain kali sedikit sedikit deh.” Aku balas saja sekenanya

Beberapa pembeli datang dan pergi. Benar juga kata Sri, Mas Jaya datang ke toko bawakan makanan buat aku sama Sri. 
“Polie, mana Sri? Bagaimana dia kerja disini bagus tidak? Tanya kakakku
“Bagus kok mas, aku senang dia disini. Orangnya rajin, sekarang dia lagi cuci cuci bajuku diatas. 
“Lah kenapa tidak kau cuci sendiri?” kakakku mendesak
“ Dia tadi yang nawarin aku kalau dia mau cucikan bajuku mas” jawabku enteng.
“Hari ini kan Jum’at, pasar agak sepi. Kamu tutup saja tokonya. Aku mau ajak kamu ke Makro buat kulakan. Nanti ku jemput jam 3 sore atau 3:30 sore. 
“Ya baiklah nanti aku sudah siap jam segitu.” 

Aku sangat bangga dengan kakakku yang satu ini. Dia termasuk berhasil di usianya yang baru 35. Toko ada dua dan ada usaha photo copy an yang sangat rame setiap hari dikerumunin banyak pegawai kantor. Mobil ada, istri juga ada, pintar lagi. Anak anaknya juga baik. Kerjaan sukses, bikin ngiri saja deh. 
Mas Jaya pergi dan aku segera tutup pintu toko. Aku hitung uang yang aku terima hari itu. Karena hari itu agak sepi maka aku hanya terima sedikit. Sri, biasanya bantu aku menghitung dan merapikan uang setiap kali toko tutup. Setelah aku catat pendapatan hari itu di buku besar aku bawa makanan ke atas dan ambil minuman gelas yang ada di belakang lemari. Aku tidak berpikiran macam macam tentang Sri. Yang ada dipikiranku adalah bahwa aku akan diajak Mas Jaya pergi ke Makro. Aku pikir aku bisa sedikit istirahat dan tiduran sebelum mas Jaya menjemputku. 

Setelah berada dilantai dua, aku dengar suara sikat baju “sreeeg …..sreee…..eg” aku ambil dua sendok dan 2 piring untuk kita berdua. Sri belum tahu kalau aku berada dilantai dua karena dia mencuci dikamar mandi dengan pintu setengah terbuka. Sementara aku hanya bisa melihat kakinya sampai betisnya saja yang putih itu untuk mengganjal pintu kamar mandi. Aku berjalan ke kamar mandi dimana dia mencuci dan aku tengokkan wajahku kedalam untuk meminta dia keluar makan dulu. Tapi saat aku masukkan kepalaku Sri juga belum sadar kalau aku berada di lantai dua. Aku melihat roknya yang panjang digantung disebelah kanan dalam kamar mandi. Otakku langsung bekerja dan berpikir. Kalau roknya digantung itu berarti dia hanya pakai celana pendek. Aku menjadi salah tingkah antara akan terus masuk untuk melihat apa yang dia pakai atau kembali berjalan kembali keluar dan memanggilnya dari luar. Antara terus atau kembali, terus atau kembali, terus atau kembali. Aku tekadkan untuk terus saja. Aku lihat kebawah dan disana dia mencuci baju dengan paha terhunus hingga pangkalnya. Sempat kunikmati indahnya paha mulusnya. Aku takut mengagetkan dia trus aku kembali atret dan berjalan ke arah lemari piring. 

“Sri………, makan dulu. Mas Jaya baru saja bawakan makanan untuk kita.” Aku bicara.
Tapi tidak ada jawaban darinya. Kran air bak mandi nyala dan itu mungkin yang membuatnya tidak dengar. Aku berjalan ke arah kamar mandi dan ketuk pintunya. 
“Tok ……toook……, Sriiiiii……” aku ketok pintunya.
“Mas, Polie………..? Bikin kaget saja?” dia longokkan kepalanya ke pintu. 
“Ehhhh makan dulu sini, cepat. Makanannya keburu dingin nih.” Jawabku
“Iya sebentar……….aku cuci tangan dulu ya.” Kelihatannya dia juga lapar.
“Sorry mas, aku pake handukmu saja ya?” dia berjalan keluar kamar mandi dengan berbalut handukku warna biru untuk menutupi bagian perut kebawah. 
Aku melongo dengan keadaannya, pikiranku terus melayang. Betapa enaknya handukku bisa membalut paha hangatnya. Kakinya yang jenjang membuat jantungku kembali bergelora

“Kenapa kamu lepas rokmu, Sri?” tanyaku kemudian.
“Aku takut rokku basah kuyub dan aku ngga bawa ganti, bagaimana aku nanti pulang ke rumah?” Sri menjelaskan keadaannya kepadaku.
Handukku tidak begitu besar dan tidak bisa menutupi seluruh kakinya. Pada saat dia cuci tangan di wastafel aku lihat bagian belakang tubuhnya. Bayangan garis celana dalam tidak nampak. Adik juniorku udah sangat keras bisa menikmati lekuk tubuhnya. Aku bertanya tanya “Apakah dia pake celana dalam atau tidak ya?, Kenapa tidak ada garis celana dalam yang muncul????” 
Ketika dia berbalik dan menuju meja makan aku tersenyum kepadanya sambil bertanya.

“Sri……..kamu ngga cape cuci bajuku yang banyak itu?” 
“Capek dong mas, apalagi ada 3 celana jeans sama beberapa kaos lengan panjang yang tebal. Kalau celana dalamnya sih tidak seberapa tapi kenapa ada hampir selusin ya? Memang berapa kali ganti sih sehari.?” Dia bertanya “Eeeeh kenapa toko tutup cepat, udah dihitung uangnya?” pertanyaannya menyembur tidak berhenti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar