Rabu, 15 Juni 2011

Rose, wanita penuh cinta dari Blitar 3

“Kok gerak terus sih, memang kenapa sih mas? Nggak enak ya pijatanku?” tanyanya kepadaku.
“Enak Rose………….cuman efeknya diluar dugannku hehehehee” kataku pelan.
Jarinya Rose menekan licin dan menyibakkan bagian bawah celena pendekku yang komprang. 
“Pahamu mulus ya mas………..putih dan tanpa goresan.” Katanya, “Seandainya kulit pahaku seperti kulitmu mas…………wah aku akan senang sekali” 
“Kulitmu ingin putih Rose?” tanyaku

“Iya mas……..tapi itu kan tidak mungkin ya. Aku kan tidak ada keturunannya, hanya sebuah impian saja deh” katanya agak kecewa.
“Bisa juga dibikin putih kok Rose, mungkin hanya perlu waktu 2 minggu saja” jawabku memberitahu.
“Tapi mahal ya mas, berapa harnganya kalau mengikuti program seperti itu?” kejarnya

“Murah Rose, ditoko bawah ada jual kok” kataku memancingnya
“Huh…..beneran mas?” dengan tidak sabar dia memakan umpanku. “Aku kok ngga pernah lihat produknya” 
“Kamu tertarik ya Rose?” 
“Iya mas………..aku tertarik sekali cuman aku mampu beli tidak ya?” tanyanya “Berapa mas harganya?” pertanyaannya mencecarku.

“Buat kamu gratis saja Rose, karena kamu udah mijitin aku” kataku
“Produknya seperti apa sih mas?” 
“Itu loh Rose, Rinso anti Noda, coba kamu rendam dirimu diair yang kamu campurin Rinso dicampur pemutih pakaian, kamu akan putih dalam sekejap. Hhahhahahahahhhahaha” aku tidak kuat menahan ketawaku. “hahahahahahahaaaa” 

“Mas Polie ini sukanya mempermainkan…………dasar Plok Plok Plok” suara pantaku dipukul dengan tangannya. “Breeeeeeeeeeeeeet” celana kolorku ditarik turun.
“Weeeeeiiiiiii kamu mau apa Rose!!?????” kataku sambil menarik keatas.
“Heheheheheheheeeeee ada tikus berpantat putih? Giliran dia tertawa terpingkal pingkal dengan renyahnya. “Putihnya pantatmu mas………..hehehehehehe Breeeeeettttttt” dia tarik lagi celanaku “hahahahahaha” 

Aku pura pura tidak ambil peduli dengan sikapnya. Aku biarkan celanaku tetap pada posisi seperti semula sambil mendengar suara tawanya Rose yang menggema didalam kamarku. Tangannya menempel dibagian gundukannya. Akhirnya Rose menutup juga pantatku hingga dia berhenti. 

“Teruskan pijatanmu Rose” kataku lirih
“Mas Polie marah ya.? Tanyanya
“Tidak…………..aku senang ternyata ada juga orang yang suka sama pantatku.” Kataku ringan
“Wahhhhhh ternyata suka juga ya, pantatnya ada yang mengagumi.” Katanya penuh kemenangan.

“Sekarang bagian betis Rose………..pijat jangan keras keras ya?” pintaku
“Sebentar mas………….bagian paha bawahnya belum tersentuh” katanya sambil memijit. Tidak ada lagi terdengar tawanya, pijatannya kembali normal.
“Batang batreiku masih mengeras dan pasti cairan beningnya sudah bocor” pikiranku memberitahuku. 

Pijatannya Rose semakin kuat ketika bagian betis dia pijit. Dia menekan disetiap jengkal pijatannya. Ibu jarinya menekan nekan dibagian yang dia anggap keras. Jari jari lainnya membuat cengkeraman cengkeraman yang membuat tangannya terasa kuat. Aku merasa disebuah tempat yang nyaman dipijatin dan dielus elus.

“Sebentar lagi aku bikinkan sari jahe mas……….supaya badannya mas hangat.” Katanya. 
“Kamu tidak capek setelah memijat aku?” tanyaku “Coba kamu pijat lagi bagian pundah Rose, rasanya disitu masih enak dipijat” kataku memintanya
“Ya sebentar………..aku selesaikan dibagian telapak kakinya” balasanya
Telapak kaki dia gosok gosok dengan tangannya dan jarinya menotok notok dibagian bawahnya. Ibu jarinya kembali menekan dan dia putar lirih sedikit demi sedikit. Setelah sebelah kanan selesai, sebelah kiri dia beri perhatian dan diperlakukan yang sama.

“Sudah mas…………sekarang balikkan badanmu!” pintanya
“Hah…….kenapa harus balik segala” kataku sedikit protes. Aku malu dengan kondisi burungku yang mungkin sudah berlumuran cairan, dan aku percaya cairan kental itu pasti membuat spot didepan celana kolor batikku.

Aku memutar badanku untuk membalikkannya sehingga bagian dadaku berada diatas. Rose tidak melihat kebagian selangkangan tetapi tangannya langsung meraih pundak dan dadaku. Pundak atas yang tadi aku bilang padanya diberi perhatian dengan memijit mijit lebih keras. Tatapanku kearah Rose semakin jelas. Selama ini aku tidak pernah memandang wajahnya dengan lekat, sekarang aku bisa memandangnya dengan puas. Berada didepannya aku bisa melihat sesosok wajah yang hampir sebulan ini tinggal denganku. Hanya kukenal suara dan sosok tubuhnya, suaranya yang merdu bila menyanyi membuatku jatuh hati. 

“Kenapa memandang seperti itu, mas?” tanyanya tanpa menoleh padaku.
“Kamu ini serba tahu Rose, mungkin kamu juga tahu apa yang sedang aku pikirkan?” tanyaku tanpa menuntut jawaban.
“Ahli nujum saja tidak tahu apa yang ada didalam laut sana, apalagi pikiran Mas Polie. Kalau aku bisa membaca pikiranmu pasti aku sudah jadi peramal. Heheheheh” terawa dia dengan renyah.

Tanganku diraihnya lenganku diletakkan dipahanya dan jari jariku di pijit satu persatu. Aku menghadap padanya dan tanganku satunya berada dibagian menumpang dipahanya yang terlipat. 

“Pahamu juga seksi Rose…………..aku suka melihatnya, baru sekarang berani memandangnya” kataku sambil melihat kematanya. Aku ingin sekali tahu bagaimana dengan reaksinya.
“Laki laki buaya, ada sedikit daging nganggur saja, mulutnya udah berkicau” katanya kenes.

Pijitannya tidak mengendor dan kehangatan mengalir dari paha yang menempel, ingin sekali aku menyentuh paha yang ada di depanku, merabanya dan menelusuri segala permukaan kulit yang ada dibagian dalam yang dia pakai.

“Kenapa suamimu tidak pernah kirim surat, Rose?” tanyaku ingin tahu
“Aku tidak tahu, mungkin karena aku tidak pernah kirim jadi dia tidak nulis juga.” Katanya membalas. 

“Kamu tidak kangen sama dia apa?” tanyaku
“Tidak tahu aku mas………….jangan tanya tentang dialah” katanya.
“Kamu kenapa mau belajar naik motor Rose?” kataku
“Tidak banyak anak perempuan didesaku bisa naik motor. Aku ingin bisa supaya nanti kalau aku punya duit aku bisa naik motor.” Jelasnya. 
Aku sempat berpikiran bahwa ini anak desa tapi cukup modern pemikirannya. 

“Rose……..besk bangunkan aku agak pagi ya supaya aku bisa belajar naik motor” kataku memberitahuku. Tanganku masih bertengger di atas pahanya, aku mengelus sebentar seolah olah tanpa sengaja. Dia diam saja tak bereaksi. Batreiku semakin menegang,


                                                                      
Meregang dan ingin dituntaskan, sementara itu tangannya Rose masih mengelus dan memijati dada dan pundak bergantian. Sesaat kemudian tangannya bergerak turun keperut. 

“Rose………………geli nih?” kataku padanya. 
“Geli tapi enak kan?” tanyanya. “Mau diterusin tidak mijatnya.
“Kamu tidak capek apa?” kataku ingin tahu.
“Tidak …………mas capek ya. Kenapa minta pijat hari ini mas?” tanyanya sambil memandangku.

“Hah……..kan ini sebagai bayaran untuk ngajari naik motor?” jawabku singkat.
“Mas enak tidak aku pijat begini……….?” Tanyanya lagi
“Enak Rose………..dulu sama Sri tidak pernah di pijat.” Kataku memberi tahu.
“Mbak Sri kenapa pulang mas….?” Tanyanya
“Dia kan mau menikah sama pacarnya” kataku menjawab.
“Jadi selama mbak Sri kerja disini, Mas Polie dapat apa sama mbak Sri?” tanyanya
“Iiiiiiiihhhhh kenapa tanya begitu sama aku?” kataku memotong pertanyaannya.
Kan hanya ingin tahu saja. Siapa tahu mbak Sri kasih kue “Apemnya” ke Mas Polie. “Sebagai kenang kenangan sebelum pulang begitu” lanjutnya.

“Aku dikasih bibirnya sebelum dia pulang” kataku pendek. “Bibirnya lembut sampai terasa hingga sekarang.”

“Bibir bawah atau bibir atas mas? Jadi mas ngga kangen sama Mbak Sri…….?” Tanyanya memancingku.

“Kangen sih………..tapi dia kan udah ngga ada disini dan dia udah hidup ama suaminya. Memang kenapa ………..kamu tanya tentang Sri……..Rose?” tanyaku agak curiga. Jari jari tangannya masih memijatku. Kadang terasa geli dan memancing birahi.

“Mbak Sri pernah cerita kalau Mas Polie mencium rasanya lembut sekali” katanya
“Memang dia pernah cerita begitu sama kamu? Bohong besar dia ……….” Kataku mengelak.

“Aku tidak tahu………..yang dia ceritakan memang begitu padaku. Mas suka ya sama Mbak Sri………..??. Mas sering juga nonton film disini sama Mbak Sri ya?” 
“Tidak lah…….bagaimana aku nonton film, sementara Laser disc componya baru saja diberi.” Kataku mengelak. “Cerita apa lagi Sri kepadamu.” 

“Banyak lah Mas…………tapi aku tidak akan cerita sama Mas Polie!” katanya. “Sudah deh mijatnya mas………aku buatkan wedhang jahe ya?” katanya padaku.

Ketika Rose akan berdiri, aku tarik tangannya sehingga dia kembali terduduk dan tubuhnya agak oleng ke badanku. Aku ingin peluk dia dan menciumnya, batang batreiku sudah terasa ngaceng dengan kerasnya. Tapi kesadaran untuk melakukannya aku hentikan. Takut kalau dia menolak, aku gelitik pinggangnya dan gerayangi perutnya.
“Ayo katakan apa yang dia ceritakan padamu……….?” Pintaku
“Maaaaaaaaaasssssssssssss…….aku jatuh” katanya “Jangan gelitik aku mas” katanya sambil ketawa. “Aku tidak mau digelitik” katanya manja.

Aku dekatkan wajahku kepipinya sesaat setelah dia berontak karena tergelitik dan ku kecup pipinya. “Cup cup cup” “enakkkkkkkkkkkkkk” kataku setelah mencuri pipinya.
“Pasti sama Mbak Sri juga begitu kan?” tanyanya terus berdiri dan lari keluar
“Rose…………mau kemana?” teriakku
“Bikin wedhang jahe” katanya sambil berlalu. “Mau manis atau tidak mas?” tanyanya agak keras. 

“Jangan terlalu manis Rose?” kataku menjawab. Aku menutup mataku selagi menunggu wedhang jahe yang sedang dibuat. Pikiranku jauh melayang bertanya tanya apakah Sri juga bercerita tentang kegiatan kita selama dia kerja disini. Apakah Sri juga bercerita tentang pergumulan denganku kepada Rose. Seberapa jauh dia menceritakan tentang hubungan kita kepada Rose. 

“Mas…………sudah jadi wedhang jahenya” katanya sambil masuk kekamarku lagi. 
“Kamu tutup pintu kamarku Rose…………nyamuknya banyak” kataku sambil bangun. Aku ambil gulingku dan menutupi batang batreiku yang menyembul. 
“Mas………..kenapa tadi cium aku?” tanyanya
“Aku gemes sama kamu……… aku ingin peluk kamu dan ciumin kamu” kataku tiba tiba.
“Wah sedang birahi rupanya ya………..mas ngga tahu ya kalau aku sudah punya suami? Sudah deh…….aku mau kekamarku.” Katanya sambil akan beranjak.

Aku tersadar dengan apa yang dia ucapkan…………….kelembutan dan keceriaan yang dia suguhkan padaku adalah sebuah ilusi dan abstract untuk dibaca. Permainan ala seorang wanita yang tahu cara memainkannya dengan seksama. Intrik dan trik trik telah dikuasai, aku nurut saja dengan lakon yang aku perankan. Sulit dibaca arah dan plot dari naskah hidup yang sedang aku perankan sementara batang yang tumbuh di selangkangan tidak ingin padam kecuali disalurkan. Ini berarti jari jari tanganku harus mengurut jari yang terpisah diselangkanganku itu malam ini. 

“Aku ingin kamu Rose malam ini, walaupun hanya jarimu yang bisa memuaskanmu, aku ingin kan kamu malam ini” pikiranku dan hatiku menjerit menyuarakan kata kata itu. “Malam ini roseeeeeeeeeeeeeeeeeee” hatiku berteriak.

“Kamu kan udah cerita Rose kalau kamu udah punya suami, aku ingat kok? Memang kenapa sih kalau Rose udah punya suami” kataku menantang.
“Ya………harus tahu batasnya dong mas.” 
“Batasnya apa Tolong ceritakan” kejarku
“Mmmm………..batasnya ya…………apa ya.” Katanya berhenti
“Kamu saja tidak tahu Rose, itu berarti batasnya tidak jelas. Maka kalau hanya mencium saja boleh kan?” kataku lagi.

“Rose tadi bilang mau cium aku kalau minta ajar……….pijatnya sudah sekarang cium aku dong” kataku merajuk dan mendesak.

“Lain kali saja deh…..aku takut dekat dekat sama mas malam ini. Mas Polie sedang menakutkan aku malam ini.” Katanya terus beranjak kepintu. 

Pikiran kotorku diketahui oleh Rose malam itu. Santapan berupa tubuh montoknya berlalu dari hadapanku dan itu membuatku frustrasi dan perih. Aku berbaring sambil mengelus pilar yang tertancap diantara paha kokohku. Egoku memadamkan rasa birahi yang membara didalam diriku, aku tidak mau harus memuaskan birahi dengan mengocok dan mengurut batang pilarku. 

Aku bangun dan mengambil kaosku dari lemari bajuku. Aku tertegun sejenak didepan pintu lemari yang terbuka. Ada sebuah bungkusan koran yang teronggok didalam sana. Aku tidak yakin secara pasti apa itu. Aku julurkan tanganku untuk meraih apa yang tersembunyi didalamnya. Ketika aku akan membukanya baru teringat, tentang rawe yang pernah aku kumpulkan dirumah pamanku di sragen. Tercetus sebuah ide untuk menggunakannya, tetapi bagaimana? Aku tidak tahu sebelumnya bagaimana benda ini bisa efective berfungsi. Aku buka buntalan dan keluarkan the golden haired fruit yang aku simpan hampir sebulan ini tanpa tersentuh. 

Disaat birahi menggelegak seperti ini, ingin rasanya menjamah tubuh seorang gadis yang bisa melepaskan sebuah dahaga yang tidak tercapai. Ku bungkus kembali buah rawe yang berambut emas kedalam plastiknya dan menggulungnya dengan lembaran koran dengan rapi. Aku simpan kembali kedalam lemari dibawah tumpukan bajuku dan kembali ke kasur untuk menenangkan diri.
Aku tertidur dengan pulas entah jam berapa, bangun pagi setelah tangannya Rose menyentuh bahuku dan duduk dikasur pegas dimana aku pulas.

"Mas Polie………….bangun mas. Katanya mau belajar naik motor?" katanya lirih. Tangannya yang menempel pundakku terasa sangat lembut, aku buka mataku melihat wajahnya pagi itu. "Enak ya tidurnya semalam?" tanyanya dengan sebuah senyum tertempel di wajahnya.

"Aku masih mau tidur Rose?.........Jam berapa sekarang?" tanyaku sambil memeluk guling.

"Jam 5.30 mas, kenapa tidak jadi mas?" tanyanya kepadaku.

"Semalam tidak bisa tidur, aku kurang tidur Rose. Nanti sore saja deh kalau aku ngga capek" kataku menjawab.

Rose bergerak sementara mataku masih tertutup rapat, tidak tahu apa yang dia buat tapi tiba tiba pipiku ditempeli sepasang bibir "Cuuup" terdengar ditelingaku. Mataku terbuka dan "hahahahahhhhahhaaaahhhaah" suara keras tertawanya Rose terdengar ketelingaku.

"Begitu ya caranya membangunkan mas? ………….jadi itu ya yang membuat Mas Polie tidak bisa tidur nyenyak?" katanya ingin tahu.

Aku memutar tubuhku menghadapnya dan kembali menutup mataku. Kutaruh tanganku kepahanya dan bertengger menikmati kehangatan kulit dan pahanya yang kenyal. Rose memakai rok kain cotton putih sebatas lutut dan sementara dia duduk roknya terangkat naik. Paha bagian atas agak terbuka teronggok didepan mata. Kaos biru yang dia pakai adalah kaos yang dia pakai untuk jaga toko, itu berarti dia sudah mandi.

Batreiku naik kearah atas perlahan lahan, berada didekat merpati yang malu tapi memberikan janji. Aku angkat tanganku untuk memindahkan posisinya kebelakang punggungnya Rose. Aku dorong mendekat tubuhnya yang duduk dekat denganku semakin dekat. Dia mencondongkan badannya dan kembali badannya membungkuk. Aku mendapat sebuah kecupan lembut dari bibir yang agak basah.

"Rose...........kenapa kamu menciumku pagi pagi begini?" tanyaku ingin tahu.

"Mas.......minta aku membangunkan kamu?" katanya dengan suara yang agak centil. "Lupa?" tanyanya lagi.

"Tidak. Kenapa tadi malam kamu tidak menciumku? Kenapa kamu baru pagi ini menciumku? AKu tadi malam ngga bisa tidur karena aku ingin dicium?" kataku sambil memegang punggungnya.

"Mas........aku tadi malam agak takut sama mas?. MAs menyeramkan sekali semalam, matanya mas seperti orang kelaparan" jelasnya singkat.

"Terus pagi ini kamu tidak takut sama aku?" tanyaku lebih lanjut

"Tidak .........aku tidak takut lagi. Mas sudah jinak ........heheheheh" tawanya

Aku menggerakkan kepalaku mendekatkan bibirku kearah lututnya yang tergolek didekatku. AKu kecup sedikit dan menarik kepalaku menjauh, ingin tahu reaksi apa yang aku peroleh dari tindakanku yang berani ini.

"Iiihhhhh kenapa balasan ciumannya disitu?" teriaknya kaget.

"Trus .....mau dimana?" kejarku ingin tahu.

"Disini dong...." jarinya menunjuk kearah pipinya yang sudah bersih.

"Sini aku cium disitu........kamu mendekat kesini supaya aku bisa menciummu!" perintahku sambil menarik mendorong tubuhnya yang mungil mendekat.

"Ngga ahh....MAs Polie belum sikat gigi." katanya

"Mulutku tidak busuk.......coba saja cium sini" aku tidak mau kalah.

"Aku ambilkan teh panasnya ya, supaya kalau mencium bisa manis" dia beranjak berdiri dari tempat tidurku.
Rose kembali kekamarku sambil membawa teh yang dia buat.

"BAngun mas.......minum dulu tehnya..udah agak dingin. Mestinya dari tadi diminum." pintanya

Aku menerima teh manis yang dia buat setiap pagi. Dan pagi ini teh yang dia sajikan ditambahi dengan sebuah ciuman yang dia tawarkan. Setelah meneguk aku kembali bari setelah memberikan mug berisi teh manis yang dia buat pagi itu.

"Sudah ......aku boleh menciummu sekarang?" kataku menagih janji.

"YA tapi jangan kelewatan ya........batasnya sampai disin saja toh?" katanya sambil menunjukkan pipi kanannya dan melingkar keatas dan menuruni bagian pipi bawahnya.

"Kamu berbaring disini deh Rose........supaya aku tidak usah menarikmu seperti ini. Posisimu juga tidak nyaman kan kalau kamu harus membungkuk terus?" desakku.

"Ngga deh........nanti keterusan kalau aku berbaring disini?" katanya

"Ya udah....kamu bungku dong sedikit" kataku

Rose mendekatkan pipinya kemulutku dan dia membungkukkan badannya. Aku tarik tubuhnya dan kalungkan tanganku di lehernya. Dengan mudah aku menjaga dia supaya tidak buru buru menjauhkan badannya.

"Cup" Aku tempelkan bibirku dipipinya dengan waktu cukup lama. AKu hembuskan nafasku kearah wajahnya dan itu membuat Rose menggelinjang.

"Sudah sudah ..........sudah hampir jam 6 pagi mas. 1 jam lagi kita harus buka toko.

"Belum.......mana itu namanya bukan ciuman" sangkalku.

Aku kembali menarik lehernya, Rose tidak menolak badannya membungkuk kembali dan aku gunakan kesempatan itu untuk menggelitiknya. Pinggang yang tergelitik membuatnya ingin menghindar tanganku yang sati menariknya kearahku. Rose akhirnya terbaring juga disisi kananku. Aku tarik badannya untuk menghadapku pelan. Aku cium pipinya dan dia melengos untuk menghindar tapi justru ciumanku mendarat di bibirnya.

Aku menggerakkan bibirku yang menempel di bibirnya dan ingin menjulurkan lidahku untuk membuka bibirnya yang rapat tertutup. Matanya juga dia tututp rapat rapat. Tepat seperti pertama kali dicium bibirnya. Aku tidak kalap dengan suasana seperti itu. Mulutku aku benamkan diatas bibirnya. Tanganku mengulas wajahnya dan membenamkan di salah satu pipinya. Rose membuka matanya perlahan dan melihat kemataku.

Aku berhenti menciumnya dan memandangnya dengan tatapan lembut. Rose membalas tatapanku dan dengan lembut bertanya "Itu yang Mas Polie cari semalam?" tanyanya kepadaku.

Aku mengangguk dengan pelan. "Iya.........Rose kamu belum pernah berciuman?" tanyaku padanya.

"Belum?" jawabnya singkat

"Kenapa? Bukankan kamu sudah bersuami?. Memangnya suamimu dulu belum pernah berhubungan denganmu?" tanyaku padanya

"Aku tidak tahu mas...........tapi setiap kali berhubungan dengan masku aku seperti diperk*sa. Sakit dan kasar perlakuannya" jawabnya

"Ya sudah............aku tidak mau tanya lagi tentang itu kalau kamu mengingat masa masa yang sakit seperti itu" kataku berusaha menutup pembicaraan. Buka bibirmu Rose....aku mau menciummu lagi" kataku memintanya

"Sudah ya........Mas Poli kan sudah menciumku tadi" katanya. Dari sorot matanya kata katanya seperti gasing yang berputar tapi ujungnya tidak nampak. Apa yang diucapkan adalah kebalikan dari apa yang dia rasakan.

"Sekali lagi ya.........?" pintaku. "Buka bibirmu.......?

Rose melaksanakan permintaanku dan aku mendekatkan bibirku ke punyanya yang sedang menunggu. Bibir keringnya segera aku sapu dengan bibirku......keheningan sebuah kamar yang berbalut birahi panas yang menyala dari sebuah tindakan gempur bibir. Matanya terkatup seolah olah ingin merasakan sebuah panganan baru yang pertama kali dia coba. Bibirnya bergoyang pelan menari untuk mengimbangi pagutan bibirku. Matanya dia buka sedikit seperti orang mengintip setelah beberapa saat, bibirnya bergoyang tambah berani. "Aku tidak ingin melepaskan tautan bibir ini." otakku berteriak riang.

Rose terengah engah, irama nafasnya tidak beraturan. Nafas yang aku hembuskan tidak beda. AKu ingin menunggangi kesempatan yang ada, tapi sampai sejauh mana tunggangan ini akan mengantarku. Rose berhenti dan membuka matanya. Dia mencabut bibirku yang tadi tertanam dalam dibibirnya.

"Mas........bibirmu lembut sekali dan manis" katanya

"Bibirmu rasa close up" kataku membalasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar