Rabu, 15 Juni 2011

Rose, wanita penuh cinta dari Blitar 5

“Aku tidak tahu mas?” rasanya ada kebingungan dengan ucapannya. Antara mau meneruskan melepas birahi yang terikat atau melanjutkan tahapan kenikmatan yang akan dia reguk. Otakku sudah tidak waras untuk menggiringnya lebih jauh menuju puncak kenikamatan. Ingin aku mendesaknya untuk meneruskan sebuah aktivitas seksual itu hingga final, ingin segera aku paksa dengan mencabik buka bagian penutup memeqnya yang hanya selebar 3 jariku dan menusukkan batangku yang keras. 

“Rose……..bisa sibak sedikit celanamu?” pintaku. “Aku ingin menempelkan ke memeqmu sebentar saja.” Aku membujuk sejenak. 

“Rose menggerakkan tangannya dan menyibak seperti yang aku inginkan. Aku menurunkan badanku dan mengarahkan batang kerasku kearah memeqnya. Ketika tubuh kita ketemu, tangannya yang memegang celana terlepas dan bagian celana yang menutupi memeqnya kembali menutupi sebagian lobang vitalnya.
Aku ingin menariknya dengan tanganku tapi itu tidak mungkin bisa, karena posisiku tidak memungkinkan. 

“Sudah begini saja mas…….” Katanya perlahan kepadaku.

Aku pasrah dengan posisi seperti itu. Tangannya bergerak kebawah dan memegang batangku dan mengarahkan ke memeqnya. Ketika batangku menempel, aliran hangan terasa dari daerah yang berkontak langsung dengan kepala penisku. 

“zzzzzz..zzz.sss.sssss” Rose mendesis 
“Oooooooohhhh Rose hangatnya memeqmu. Aku menekannya dengan hati hati dan pelan sehingga kontak semakin kuat. Rose memejamkan matanya dan menggerakkan kepalanya sedangkan pinggulnya bergoyang seolah olah mengarahkan posisi memeknya supaya tepat diserbu.

“Rose jangan digoyang dulu, sudah hampir muncrat pejuhku” pintaku pelan.
“Aaaaaaaaaahhhh enaknya mas…..aku tidak pernah merasakan seperti ini. Oooohhhhhhhh…massssss zzzzzssssss” desisnya memanjang. “Rasanya gatel sekali mas didalam memeqku. Minta digaruk” katanya

“Aku ambil kondom dulu ya Rose……..aku takut kalau burungku masuk dalam sarang memeqmu” kataku pelan ingin beranjak.

“Jangan mas!! Jangan dulu angkat pantatmu………aku marah nanti” katanya manja sambil menahan tubuhku. “Goyang mas sedikit dan tekan doo…oong. Gateee…..eelll esszzzzzzzsssss” pintanya memohon.

Aku tekan sedikit perlahan dan pohon kontholku menekan sebuah kelembutan yang basah disana. Batangku juga terasa gatal dan ingin terpuaskan, aku menekan rendah lagi dan bagian celana yang menutupi memeqnya mengganjal batangku. Aku frustrasi dengan halangan itu. 

“Sibakkan celanamu Rose……..ayo sibakkan…”aku memintanya dengan penuh harap. 

“Rose menggeser sedikit pinggulnya sehingga tangannya bisa meraih bagian celana penutup memeqnya. Dengan gerakan pendek dan singkat penutupnya terbuka dan terkuaklah jalan lapang menuju lembah kenikmatan yang banyak didambakan oleh para pria. Lembah kedua yang akan aku jajah dan diami. Entah sampai kapan yang jelas sekarang sudah terkuak didepan btang kontholku yang mengeras dan tegak. 

Aku tekan pantatku menuruni lembahnya yang sudah basah dan lembab dan “blesshh”, batangku terkilir kekiri meleset dari sasaran. Aku angkat lagi pinggulku dan tangan kirinya Rose membantuku mengarahkan di mana lobang kenikmatannya bermuara. Aku tekan pelan dan goyang sedikit.

“Uuuuggggghhhhh…oooooohhhh massssssssssssss” erangan pelan tertahan dari tenggorokannya Rose, aku angkat pelan lagi dan tekan sedikit. “Oooohhhh masss sssszzsss mendesis suaranya. Bibirnya dia monyongkan kedepan merasakan gatal gatal yang dia rasakan tergaruk nikmat.

“Ohhhhhh Rose ….enak sayang……..memeqmu menggigit sekali rasanya” kataku sambil memandang expresi wajahnya. Guratan kenikmatan yang dia rasakan seperti guratan indah yang terpatri dalam sebuah gambar lukisan. 

“Kenapa lengket sekali lorong dalam memeqmu Rose….oooooohhh” kataku.
“Suamiku belum pernah sampai disini mas….” Jawabnya.
“Apa maksudmu?” tanyaku ingin tahu.
“Dia selalu keluar duluan sebelum masuk kedalam” katanya lepas
“Kamu masih perawan?” tanyaku
“Aku tidak tahu mas……” katanya

“Rose……aku cabut saja ya?” aku berucap dengan pelan. “Nanti suamimu tahu kalau kamu bersetubuh dengan lelaki lain” kataku sambil menatapnya.

“Apa bedanya mas…….sudah terlanjur. Aku mau diteruskan saja.” Katanya dengan tanpa keraguan. Aku merasa agak lega dengan tekat yang baru saja dia deklarasikan. Aku sudah mendapat restu dari mulut yang baru saja mengucapkan deklarasi itu.

Ku tekan lembut batangku menuruni lembah dalamnya, lengket seperti ketan dan dalam seperti lorong sumur. Aku tekan lebih dalam lagi dan menariknya keatas dan lama. Kutebas pelan dan dalam bersamaan lenguhan dan suara deru nafasnya. 

Pinggulnya Rose menerpa nerpa batang pahaku mengimbangi arus nikmat yang dia rasakan dari dalam memeqnya. “Ohhhhhhhh….ugh ugh ugh……yaaa masss ooooohhhh” suaranya bergantian menikmati hujaman lembut batang kontholku nan keras.

“Enak sayang………..?”kuucapkan dengan seksama dan penuh perasaan. 
“Oooohhhh iya massss enak sekali. Tidak ada siksaan dari tanganmu seperti perbuatan suamiku.” Katanya sambil mengangguk. “Mas Polie senang?” 

Aku tidak tahu maksud pertanyaan yang dia tanyakan, aku hanya mengangguk pelan dan menggoyangkan masuk kedalam lebih dalam. Perutku dan perutnya bertemu kulit dengan kulit. Batangku nyodok masuk dalam sekali hingga rasanya mentok didalam. “Oooooohhhh masss….aku mau digoyang terus” teriaknya agak keras dan teriakannnya menyulutku untuk menggerakkan seluruh badanku. Aku tindih dengan seluruh tubuhku dan kembali pantatnya dia goyangkan pelan. Gesekan kepala penisku didalam lobang memeqnya tidak ter elakkan menggosok gosok dengan lembut dinding hangat vaginanya dan cairan itupun terpencar dari dinding dinding yang tersodok dan terelus elus oleh kepala penisku yang panas bagaikan bara.

Tidak mampu bersuara setelah beberapa saat, Rose terkulai dan lemas. Aku berdiri dilututku melepas tautan penis dari memeqnya dan angkat kakinya dan menaruhnya di pundakku. Rose tidak tahu apa yang akan aku lakukan, dia hanya menuruti apa saja gerakanku. “Aku tundukkan badanku untuk mendekatkan penisku ke memeqnya yang terbuka menantang didepanku. Kubuka mulut memeqnya dengan kepala batreiku dan kutusukkan pelan, gesekan yang timbul adalah gesekan dari titik tempat yang berbeda. Sensasi yang timbulpun berbeda, aku sogokkan dengan pelan dan menikmati gerakan gerakan yang dia buat. 

“Oooooooooohhhhhh Rose…..” teriakku. Bayangan Sri berkelebat pelan dipikiranku. Mengingatkanku kegiatan serupa yang pernah kita rajut bersama sebelum dia pulang ke Malang.
“Aku mau keluar Rose…………aku mau keluar Rose…….aku tidaaaaaaaaaakk tahaaaaaannnnnnnn Roseeeeeeeeeee” Aku cabut batangku dan aku cengkeram dengan tanganku kukocok sebentar. Rose terbangun kaget dengan reaksi yang kubuat. Dia menegang sesaat setelah beberapa kali ngecrot mengenai dadanya. "Oooooooooohhhhh lega rasanya Roseeeee enakkkkkkkk " aku dekati dia dan kucium bibirnya. "Terima kasih"

Bergegas Rose meninggalkan kamarku dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan sperma yang tadi meleleh di dadanya. Aku mengamatinya dari belakang, kupandang pinggulnya yang sexy dan paha serta betisnya yang indah. Aku memutuskan untuk mengikutinya kekamar mandi. Rose mencuci seluruh badannya.

“Aku mau mandi sekalian saja mas, sudah sore” katanya sambil menyiramkan air keseluruh badannya. 

“Aku juga mau mandi sekalian Rose, aku kepanasan dan berkeringat” kataku sambil melangkah kedalam kamar mandi.

“Ya sudah sini…….!” Katanya sambil menarikku mendekat padanya.
Aku melangkah mendekatkan tubuhku padanya dan memeluknya dari belakang. Tanganku mengusap dada kecilnya dan mencengkeram gundukan pendek di bagian kanan dan kirinya. Kutempelkan mulutku ke lehernya dan kubisikkan sebuah kalimat pertanyaan. 

“Kamu menikmatinya Rose?” tanyaku pelan.
“Iya mas…..” jawabnya singkat. “Kamu bagaimana?” 
“Aku juga senang. Kamu merasa bersalah tidak?” kataku lebih lanjut
“Sedikit…….aku tidak peduli mas.” Katanya sambil menoleh ke aku. Dia memandang pelan dan tersenyum malu dengan apa yang dia katakan. “Mas Polie menyesal?” tanyanya dengan singkat.

“Tidak Rose……..aku sangat menikmati” kataku jujur. “Ayo kita mandi, aku lapar sekali.

Rose menyirami tubuhnya dan membasuh seluruh tubuhnya dengan sabun yang biasa aku pakai. “Aku pakai sabunmu ya mas?” katanya meminta ijin.

“Ya tapi setelah itu kamu harus bayar!” kataku dengan suara mengancam yang aku buat buat.

“Bayarnya pakai apa?” tanyanya tanpa memandang aku. “Boleh aku bayar pakai ini?” tanyanya menunjuk ke vagina yang tersembunyi dibalik rerimbunan jembut jembut tipis. 

“Bukan…….!” Jawabku singkat. Aku menarik pundaknya dan memutar tubuhnya kearahku. “Aku mau membayarku dengan ini semuanya” kataku sambil menggerayangi seluruh tubuhnya yang basah. Aku hentikan gerayanganku di pangkal pahanya. Dia menjepit tanganku disana dan menarik tanganku lainnya untuk mendekat. Aku bungkukkan badanku dan mencium bibirnya. 

“Tidak masalah…..kalau itu bayaran yang harus aku keluarkan. Aku akan bayar tunai kapan saja” senyumnya mengembang. 

“Gosok punggungku Rose dengan sabun” perintahku pelan. Kita mandi bersama untuk pertama kali dan menikmatinya tanpa ada gangguan. 

“Mas………kamu tadi tidak bawa handuk sebelum masuk kamar mandi” katanya
“Iya Rose aku kelupaan, biar aku ambil handuk keatas Rose.” Kataku
“Jangan mas………biar aku saja yang ambil” dia berjalan keluar 

“Pakai handuk baru saja didalam lemariku” kataku sambil mendorong tubuhnya kekamarku. Rose tidak meronta, dengan badan masih basah kuyub kita masuk kedalam kamarku. Tetesan air membuat tanda menuju kekamarku. 
“Mas kamarnya berantakan semua, tuh sprei tidak teratur. Biar aku atur dulu sebentar setelah handukan. Rose mengambil satu handuk dan memberikannya padaku. Rose menunggu didepanku tanpa malu lagi mengumbar teteq dan memeqnya didepan mataku. 

Aku berikan handuknya dan dia menerima handukku dengan tangan kanannya. 
“Kenapa kamu tidak kramas Rose” tanyaku

“Aku tadi pagi sudah kramas, masak aku harus kramas lagi sore ini. Mas Polie mau makan apa mas?” tanyanya. “Aku masakkan nasi goreng ya?” katanya singkat.
“Nanti saja Rose….aku akan ke Rumah Mas Jaya” jawabku singkat.

“Kenapa mau kesana mas……..? tanyanya singkat. Rose melangkah ketempat tidur dan merapikan kasur dan seprei yang tadi kita pakai untuk bergulat. Mengambil sapu lidi untuk mengebasi kasurnya. Kipas angin dia matikan dan merangkak diatas kasurku untuk merapikan sprei dibagian ujungnya. 

Pantatnya Rose menungging dan dibalik celah kedua pahanya terbersit helai helai rambut yang tumbuh di dataran empuk vaginanya. Kau jadi teringat dengan apa yang aku lakukan tadi. Aku ingin mencium daerah vagina yang subur tadi. Bukankan dia tadi mengijinkan aku hanya saja masih kotor begitu dia tadi punya alasan. Aku mendekati Rose dari belakang sementara tangannya sibuk dengan seprei yang dia rapikan.

Aku mencium pantatnya dan membuatnya kaget “Aaaaaaaaaaahhh, mas kamu ini ngapain lagi sih?!” teriaknya. Aku dorong dia hingga tersungkur tengkurap. Dia tidak bergerak dan aku menghampirinya dengan leluasa. Aku peluk dilehernya dan dia manaruh kepalanya didadaku. Ada rasa tenang dikamar saat itu. Aku juga merasakan rasa sayangku padanya. Perjalanan waktu yang begitu cepat berlalu kembali terasa melamban dengan Rose berada dalam pelukanku. Ketenangan yang aku rasakan membuat hati dan pikiran padam. Mataku terpejam setelah melalui peristiwa persetubuhan dengan Rose untuk pertama kali. Rose juga tengah memejamkan matanya bahkan nafasnya telah teratur seperti telah tertidur. Aku tidak ingin mengusiknya, kubiarkan dia menekuri langkah langkah nafasnya dengan tidur dalam naungan dadaku. Akupun terlelap dalam indah dan hangatnya sebuah istirahat.

Aku terbangun oleh suara loudspeaker dari mesjid kecil yang berlokasi disekitar pasar dimana rukoku berdiri. Rose masih menutupkan matanya sedangkan nafasnya masih teratur lembut dan stabil. Aku menggeser sedikit badanku dan kutaruh kepalanya diatas bantal. Aku agak leluasa bergerak, aku amati tubuh Rose yang tergeletak dikasur dengan dada tergencet dalam pelukannya.

“Aku ingin menciumi memeqnya” pikiranku bergumam.
Aku mendekatkan kepalaku kearah pangkal pahanya dan ingin sekali menghisap gundukan yang tersembunyi dibalik himpitan tebal pahanya.

Cukup dekat dengan rambut rambut pendek yang melekat di memeqnya, aku julurkan lidahku menjulur mendekati rerimbunan tipis yang tumbuh menutupi vaginanya. Aku sentuhkan ujung lidahku perlahan menekuri bagian atas kulit memeqnya. Rose bergerak pelan, mungkin rasa geli yang dia rasakan adalah penyebabnya. Aku lanjutkan kegiatanku, batang batreiku mulai tumbuh lagi. Rasa ngilu dan kaku terasa di sekujur batangnya. 

“Aku memposisikan batang batreiku di samping kepalanya Rose dan wajahku berada didepan vaginanya yang empuk bertumbuhkan jembut rapi pendek dan lembut. Terlihat jelas didepan mataku rambut rambut itu berjejer rapi bagaikan diatur jarak antara rambut yang satu dengan rambut disampingnya. Aku terpesona dengan karya besar yang tertuang dalam bentuk vagina indah didepanku. Aku tidak buang waktu dan kesempatan untuk mengumbar nafsuku, keinginan untuk menjilati memeqnya telah didepan mataku. 

“Muaaaaachhhh…..seettttt ….seettttt” lidahku bekerja menjilati kulit atas memeqnya. Melingkar lingkar dipinggir bibir bagian luar memeqnya.
“Oohhhhhh masssss……kamu ngapain” katanya pelan terbangun. 
“Angkat dulu pahamu yang satu Rose” kataku sambil mengangkat paha kirinya. 

Rose menggeserkan pantatnya dan membuka pahanya dengan mengangkatnya lebih lebar. Aku majukan wajahku dan taruh kepalaku diatas pahanya yang satunya dan didepanku teronggok sebuah bangunan bertonjolkan sepasang bibir manis dan tombol lembut yang tidak berbau. Aku kembali mengeluarkan lidah lunakku untuk mencicipi rasa yang ditawarkan. Ujung lidahku mengenai bibir kirinya bawahnya dan pinggulnya Rose bergerak gerak tidak beraturan. Dia mengajukan memeqnya supaya aku menjilat ditempat yang pas.

“Oooooohhhhh massss…..yaaaa situ tadiiii massssss?!. Jilat disituuu massss” suaranya seperti orang frustasi.

Aku tidak memperdulikan perintahnya, aku melihat genangan basah yang bening mengalir dari lobang memeqnya. Aku usap dengan ujung ibu jariku. Usapan jariku memberikan sensasi kuat yang dirasakan Rose. “O.ooooo….ooooooohhhh kamu menyiksaku kalau kamu seperti ini mas.” Aku usap lagi bagian pinggir memeqnya dan menyapu bagian tombol berbentuk seperti kacang yang berwarna kecoklatan. Warnanya sangat kontras dengan warna pahanya yang kekuningan bening. 

Rose menggerakkan pinggulnya lagi dan lidahku menusuk di atas bagian memeqnya. Dia gesek gesekkan memeqnya kuat kuat sehingga hidungku hangus terkena genjotan dan goyangannya. Bau segar terasa keluar dari memeqnya yang ranum. Aku kecup dan menambah gatal bagian dalam memeqnya. 

“Rose perhatikan dong batangku, hisap lembut seperti tadi” kataku memohon sambil memberi urutan pelan dengan jariku. Aku menikmati seluruh aktivitasku mengerjainya. Batang batreiku dikerjai dengan pelan dan telaten, kehangatan menjalari seluruh batang batreiku ketika mulut yang mungil itu melumuri batangku dengan air liurnya dan masuk mundur kedalam rongga mulutnya. Lidahnya dia gerak gerakkan memutari seluruh bagian kepala dan batangku. 

“Terus Rose……..aku mau kau kocok pelan dengan tanganmu juga. Jangan kau lepaskan mulutmu dari kepalanya. Oooooohhhh iyaaaa terusssss.” Teriakku meminta kocokan untuk tidak berhenti. Kocokan kocokan lembut maju mundur …keatas kebawah dengan telaten, bibirnya menjepit lembut kulit kepala. Aliran pelan menaiki batangku……..aliran yang akan meledak beberapa saat lagi akan segera terjadi. 

Memeqnya aku abaikan, kenikmatan yang aku rasakan membuatku lupa akan kewajiban yang ada didepanku. Aku tersadar untuk tidak berbuat egois 

“Berhenti Rose……ooooooooooohh” pintaku pelan
“Kenapa mas….?” Tanyanya penuh khawatir.
“Pejuhku hampir keluar” kataku singkat. “Aku tidak mau kalah sama kamu”
“Kalah………memangnya aku sedang menang ya?” katanya penuh tanda tanya.

Aku menungging diatas kepalanya dan mengarahkan rudalku tepat diatas mulutnya. Aku berpikir sejenak tentang kata kata yang dia ucapkan barusan. Sebagai wanita timur pikiran Rose mungkin adalah seperti pikiran kebanyakan wanita lainnya. Urusan ranjang adalah urusan melayani tanpa mempedulikan apakah dia akan merasa puas atau tidak. Jadi kata kata kalah dan menang dalam pertempuran ranjang tidak pernah menjadi bahan pertimbangan. Dia tidak menuntut untuk senang dan puas buat dirinya sendiri.

Aku hanyutkan pikiranku dengan keputusan bahwa dia akan menyenangkan aku tanpa meminta dan menuntut aku akan memuaskannya. 

Dia genggam batangku yang menggantung diatasnya dan dia kulum kembali kepala yang berada diujungnya. Ketenangan yang dia tunjukkan seperti ketika dia melakukan tugas tugas di toko. 

Aku beri imbalan atas apa yang dia lakukan pada batangku dengan memberikan perhatian di memeqnya yang basah kuyup. Aku taruh tanganku dibawah pahanya dan aku buka memeqnya dengan kedua jariku. Ujung jari telunjukku menyentuh segumpal daging pink segar yang tergantung di bagian atas goanya seperti gantungan stalagmit. Aku sentuh dengan lembut dan goa itu menutup nutup sebagai reaksi nikmatnya. 

“Oohhhhh massss……………..masukkan semuanya” teriaknya
“Oohhhhh massss……………..masukkan semuanya” teriaknya. Pinggulnya dia goyangkan maju seolah olah mau mencongkel sesuatu yang erat. Jariku menusuk nusuk seirama dengan congkelan pinggulnya. 

“Aduuuu….h.hhhh” teriakku. Rose menggigit kepala kontieku dengan gigi depannya. Aku meringis dan turun dari kepalanya. “Edannn kau Rose!” teriakku
Kontieku mengkerut kecil dan aku memeganginya dengan kedua tanganku. Wajahku memerah marah dan geli dengan perbuatannya. “Aduuuuhhhh” teriakku 

“Ohhhhh ampun masss…..aku tadi ngga tahan mas permainkan memeqku seperti tadi. Aku juga tidak sengaja sampai mau menyakiti burungmu seperti tadi. Ma’af ya mas..?” katanya mengiba.

Terlihat jelas dua buah tanda gigitan gigi diatas kepala kontieku. “Ampun ya masss………Aku tidak akan begitu lagi deh. Janji aku mas” Rose memelukku dengan erat. Suaranya lembut dan penuh perasaan. Aku berguling ketempat tidurku dan sambil masih memegangi batang kontieku dengan kedua tanganku. Rose juga ikut berbaring dan tangannya juga memegangi batangku. “Maaf ya mas?” katanya meminta ampun “Aku tidak akan ulangi itu lagi” katanya dengan pelan. 

“Sini …!” kataku sambil meraih kepalanya. “Burungku ini daging hidup, kalau kamu gigit aku kesakitan. Coba sini teteqmu kalau kugigit sakit tidak” Kataku sambil mengarahkan kepalaku keputing teteqnya. Aku ambil putingnya dan menariknya dengan bibirku. Aku gencet dan jepit dengan agak keras dengan bibirku 

“Oooooooooohhhhhh masssss geliiiiiiii tahu” teriaknya. Aku jepit dan tarik sambil memutar mutarkan kepalaku. Reaksi yang keluar adalah desahan liar dari mulutnya dengan manja “Oooohhhhhhh masssssss” kakinya dia angkat menjepit pinggangku seperti jepitan kepiting. Dia tarik turun pinggangku supaya dia bisa mendekatkan memeqnya ke batangku. Batreiku seperti dicharge dengan kekuatan yang besar dari power listrik dan menganga keras dan tegak. Batangnya kembali mengeras. Warna kepalanya merah seperti bara. “Kamu mau apa sayang?” kataku padanya

“Masukkan masss…….aaayooo masukkan massss aku mau itumu lagi masssss” katanya mengiba seperti pengemis kelaparan. 


“Mau apa Rose….katakan dengan jelas. Kamu mau apa sayang? Aku tidak tahu apa yang kamu mau kalau kamu tidak jelas mengucapkannya.” Desakku

“Aku mau itu yang ada tergantung disitu” katanya, sorot matanya menuju batang batreiku yang sedang tegak itu. 

“Apa namanya sayang” aku tidak mengijinkan lobang memeqnya menyentuh batang batreiku. Sementara Rose berjuang keras untuk melakukannya. Dia peluk leherku dengan erat dan pinggangnya menjepit erat pinggangku. Aku berdiri seperti seekor kuda dan Rose dengan badan mungilnya mengantung dibawahku. 

Aku terangsang untuk menusukkan batang batreiku ke memeqnya lagi. Tapi aku bertahan sampai Rose memintaku untuk mengatakannya. “Ayo Rose……katakan apa yang akmu minta? Aku tidak tahu apa yang kamu mau kalau tidak mengatakannya” 

Rose frustasi dengan desakanku…..dia tidak tahan untuk mengucapkan kata yang dia sendiri tidak pernah mengatakan dari mulutnya. Tabu itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan sebuah kata “Konthol”. Orang desa akan mengatakan itu “saru” 

“Massss….ay masssss” katanya mengiba pelan.
“Iya Rose..apa yang kamu mau sayang. Aku akan kasih tinggal kamu bilang saja namanya” kataku pelan sambil memelototi tingkah polahnya. Dia terdesak dan melihatku dengan muka penuh permohonan.
“Aku mau Kontholmu mas?” katanya 
“Gairahku terasa menggebu dengan kata “Konthol” yang keluar dari mulutnya yang kecil. Seolah olah rasa frustasi yang dia rasakan terbuka sumbatnya.

“Aku tidak dengar jelas Rose, coba diulangi lagi. Sekali lagi!” kataku 

Desperately, dia mengucapkan kata kata yang sama “ Aku mau Kontholmu mas” katanya. Aku bergerak menurunkan tubuhku dan menindih kembali tubuh mungilnya. Kata “Konthol” yang kali kedua dia ucapkan dengan penuh permohonan tadi seperti sebuah kata magic yang menggerakkan seluruh otot dan nadiku. 

Dengan penuh perasaan aku turunkan batangku dan Rose menerima batangku dengan paha terbuka lebar terangkat. Sentuhan kepala kontholku dipermukaan bibir vaginanya memberikan sebuah rasa nikmat yang terpendam. Rose mendesis dan bibir mulutnya dia monyongkan seolah olah dia menunggu sebuah benda yang bisa dia gunakan untuk menggaruk rasa gatal yang ada didalam memeqnya. 

“Oooooooh masssss…. Yaaaaa amassssss aaaaaoohhhh” badannya berkelejot memutar mutar seluruh pinggang dan pinggulnya. Goyangannya seperti sebuah bor yang mengulek dan menjepit. Kepala penisku bertabrakan dengan bibir vagina yang menjepit lembut dan memeras meras. 

Aku merintih dan suara rintihanku membuat Rose merasa menang. Dia ulangi gerakan yang membuatku fly tinggi berulang ulang sementara diapun menikmati goyangannya yang pelan. Mulut mendesis dan aku mengerang. Aku sodok pelan dan agak pelan. 

“Mas…….jangan terlalu dalam, dibibirnya saja dan kepala kontolmu saja yang bergesekan. Yaaa…..disitu saja mas. Aku terasa gatal sekali disitu. Ooooohhhhhh ohhhhh aaahahahhhhhhhhhaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhh ampun enaknya” katanya berulang ulang dan panjang. Pertahanan rasa nikmat yang dia inginkan ada disana dan aku memberikan sebuah keinginan yang dia mau. Tangannya mencengkeram bantalku dibawah kepalanya. Matanya seperti mendelik delik menahan sebuah bongkahan kuat yang dia rasakan. 

“Maaaaaaaaaaaaaaaaaaasssssssssssssss ooooohhhhhhhhh ampppppppppuuuuuuun” gerakannya membabi buta sementara kontolku masih menggoyang dibagian bibir seperti yang dia minta. Gesekan antara palus batreiku dengan bibir depan aku lakukan berulang ulang dan membuatnya gila tak karuan. Tangannya mencengkeram dan terkadang menggebrak nggebrak kasur yang kita tiduri. 

“Uaaauaaaaaaaahhhhhhhhhh” teriaknya lagi. Reaksi yang timbul setelah aku menyarungkan seluruh batang batreiku. Kelelmbutan dan kehangatan yang menyelimuti batang batreiku memecah dinding dalam vaginanya yang basah. 

“Oooooooohhhh massss……..aku lemas sekali” katanya dengan pelan. Dia turunkan batang tungkai kaki yang dia angkat tadi ke kasur dan badannya lunglai terkapar. 

Hampir jam 7 malam, ini berarti aku habiskan waktu hampir 4 jam bergelut dan bepadu cinta dengannya. 

“Aku harus ke rumah Mas Jaya dulu” kataku pelan. Kamar terasa panas dan badanku seperti dibasuh keringat. 
“Aku tidur disini ya mas.” Katanya memintaku.
Aku berdiri dan berjalan kelemari mengambil pakaian. Aku pergi ke rumah Mas Jaya dengan sepeda motor yang dia belikan.

Pintu toko tertutup ketika aku sampai rumah Mas Jaya. Aku ketok dan istrinya membukakan pintu untukku. 

“Kamu Pol….? Kamu jadi ikut tidak ke Malang besok?” tanyanya padaku.
“Tidak mbak …..aku mau dirumah saja belajar naik sepeda motor” jawabku pendek. Aku berjalan memasuki bagian depan toko yang tertutup. “Mas Jaya ada tidak mbak?” tanyaku 

“Ada diatas….kamu naik sana. Kamu ini punya keponakan tapi jarang kau kunjungi. 

“Aku ngga suka keluar mbak” kataku sambil berlalu dan menaiki tangga.
“Besok libur ….kamu ngapain dirumah 2 hari tidak buka toko. Mendingan ikut saja kita ke Malang, kita nginap di club bunga. 

“Mending di rumah sambil nonton film, dan belajar naik motor” kataku menjawab. Ketika aku sampai diatas aku melihat mahluk bening bercanda dengan keponakanku. “Siapa gerangan?” kataku dalam hati. Ada sebuah penyesalan kenapa baru muncul dan datang sekarang. Mas Jaya sedang duduk didekat jendela membaca sebuah buku. 

“Mas………besok mau pergi ke Malang ya?” tanyaku 
“Ya Pol, kenapa kamu tidak mau ikut?” tanyanya
“Iya mas….aku mau belajar naik sepeda motor. Paling tidak aku harus cepat bisa naik motor. “Nanti kalau pergi ke kampus aku bisa naik motor.” cetusku
“Angku Polie…punya sepeda motor ya?” tanya keponakanku. “Aku mau diajak ikut naik putar putar di perumahan sana?” katanya sambil menunjuk ke arah selatan. Aku tersenyum “Okay kapan kapan kalau sudah punya SIM ya.” Kataku menjawab. 

“Cece Valencia boleh ikut?” katanya lagi sambil berharap.
“Ohh……namanya Valencia” pikirku
“Boleh ….nanti kita ajak ya?” kataku sambil mengamati bodynya.
“Bagaimana dengan Rose?” tanyanya “Dia bisa kerja bantu kamu tidak?” lanjutnya tanpa menolehkan kepalanya kearahku.
“Iya baik ….dia pintar dan cekatan bantu ditoko. Kerjaan juga rapi dan bisa diandalkan. Cuman dia tidak bisa memasak” jawabku seadanya. 

“Valencia nanti akan membantu kamu ditoko kalau kamu sudah kuliah. Jadi kamu bisa konsentrasi kuliah kalau ada kerja PR atau tugas dari dosenmu.” Katanya
“Loh ………memang asalnya dari mana Mas?” tanyaku ingin tahu.
“Dia ini keponakannya Aling. Baru lulus SMA seperti kamu.” Jawab Mas Jaya. 
“Mau kuliah disini juga ya?” tanyaku ingin tahu. 

“Tidak Ko Polie….” Katanya pelan.
“Jangan panggil aku Ko………..panggil saja Mas supaya orang bisa mudah menerima kita.” Kataku singkat.

“Kenapa tidak melanjutkan kuliah saja?” kataku singkat
“Otak ngga mampu dan ngga punya uang” katanya menjawabku. Wajahnya yang putih kelihatan semburat warna merah muda.

Aku ingin berlama lama disana menikmati pembicaraanku dengan cewek putih bernama Valencia. Tapi aku merasa ganjil kalau aku disana terlalu lama. Lebih baik aku pulang saja” pikirku

“Aku pulang deh…….” Kataku memecah keheningan.

“Kok buru buru? Makan dulu sana.” Kata Mas Jaya “Ayo kita makan sama sama, Val?” Mas Jaya berdiri dan berjalan ke meja makan. Valen juga berdiri diikuti keponakanku. Agak canggung makan dengan mereka, apalagi ada cewek baru disana. Mbak Aling naik membawa semangkok soup dan makanan didalamnya. 

“Ayo makan mpek mpek palembang Polie, aku percaya kamu belum pernah makan mpek pek. Kayak Kokomu dulu kalau tidak kawin sama aku mpek mpek seperti makanan asing. Sekarang kalau ngga ada mencari.” Katanya sambil senyum.

Valen duduk dekat keponakanku, aku duduk diseberangnya dan disamping Mas Jaya. Kadang mataku bergerak liar kedadanya Valen. Aku kadang melirik kearahnya bila tidak ada yang mengamatiku. Tubuh putihnya membuatku menghayal, “Buah dadanya warna apa ya kira kira putingnya? Pangkal pahanya berwarna apa ya cewek dengan kulit putih seperti dia?” banyak lagi pertanyaan jorok yang berkecimpung di pikiranku.

Setelah makan …perut kenyang dan pikiran segar dengan gambaran tubuh cewek yang berwajah bundar, aku memutuskan pulang. Gelap malam menyelimuti jalanan dan aku menjalankan motorku pelan. Aku ingin pergi ke lapangan basket tetapi aku merasa sangat lelah dan letih. Uang hari itu belum aku hitung. Rasa lelah mengalahkan pekerjaan yang harus aku lakukan sehingga tidur adalah keputusanku.

Rose masih tidur di dalam kamarku, tubuhnya yang tadi telanjang saat aku tinggal sudah memakai celana dalam dan kaos tanpa BH dibaliknya. Terlihat punting dadanya yang kecil menyodok menonjol dibawah kaos yang dia pakai. Aku bersimpuh disampingnya dan mengecup dahinya. Matanya terbuka kelelahan, “Sudah pulang mas?” Tanyanya kepadaku, suaranya seperti orang mengigau.

“Yang………..bangun dulu! Aku bawa makanan buat kamu” kataku membangunkannya.
“Nanti saja mas……” katanya menjawab.
“Kamu nanti kelaparan kalau tidak makan sekarang. Yuuuk kita makan dulu” aku kecup pipinya
“Aku ngantuk sekali ……mas. Capek rasanya!” katanya lagi
“Kamu habis kerja apa?” tanyaku
“Ngurut konthol mas…. ! Kontolnya terlalu kaku tidak bisa dilemaskan” katanya menjawab dengan pelan.
Aku merasa bertanggung jawab dengan jawabannya. Aku melihat Rose yang masih terbaring dikasurku dengan iba. Aku ingin membangunkannya tapi aku merasa kasihan. Aku mengambil mangkok dan menuang sup mpek mpek kemangkok dan memotong motong bakso ikan. Aku bawa kedalam kamar dan membangunkannya lagi.
“Rose ayo bangun….sudah kuambilkan makanannya.” Bujukku sambil menarik naik tangannya. Matanya terbuka sedikit dan kembali sayu. Putting susunya yang ranum dibalik kaosnya menonjol dan merangsangku untuk mengecupnya.
Namun rasa lelah dan ngantuk menghambatku untuk melanjutkan keinginanku. Aku tertidur entah apalagi yang dilakukan Rose setelah itu. Ketika aku bangun keesokan harinya aku tidak menemukan Rose disampingku. Suara orang mencuci piring terdengar dan membangunkan aku dari tidurku. Aku membuka mataku dan melihat jam dinding diatas pintu kamarku. Jam 8 20 menit. Begitu lelap tidurku dan tidak terasa bahwa hari sudah begitu siang untuk bangun. 

Langkah langkah Rose mendekat kekamarku terdengar pelan, dan pintu kamarku terbuka pelan juga. Aku pura pura masih tidur dengan menutup mataku. Aliran nafaskupun aku buat sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat lelap. Rose masih menyangka aku masih tidur pulas. Dia meletakkan segelas teh manis hangat didekat meja. Aku buka mataku sedikit dan melihat Rose mendekatiku, jongkok di samping ranjangku dia mengamatiku. Perlahan dia akan berdiri lagi, kelihatannya dia tidak ingin mengusik tidurku.

“Rose………….jam berapa?” tanyaku pelan seolah olah baru saja bangun.
“Hampir jam setengah sembilan mas. Kenapa tidak bangun pagi sih mas?” tanyanya. “Aku kesepian sekali sendirian disini. Ngga ada yang aku ajak bicara. Mau dengarkan radio Susana kok yang takut nanti mengganggu mas tidur” keluhnya.
“Tidurku enak sekali Rose………tidak pernah aku merasakan tidur seperti tadi malam. Kamu kasih aku obat mujarab sekali sehingga aku tertidur pulas dan tidak terbangun sama sekali.” Jelasku

“Aku tahu mas…..semalam aku tidur disampingmu. Tapi tanganmu tidak goyang sama sekali, seperti kayu potong yang tergolek. Untung tidak ngorok kalau tidur, aku ngga bisa tidur nyenyak kalau aku tidur disampingmu.” Katanya lagi.
“Hari ini Idul Fitri, kamu mau ngapain ini hari?” tanyaku
“Aku tidak tahu mas. Mas Polie punya ide apa?” tanyanya
“Aku ingin bergulat sama kamu lagi Rose?” kataku
“Boleh …….tapi mandi dulu dong?” pintanya
“Aku mau belajar naik motor saja Rose, sebaiknya kamu ikut ya.” Pintaku
“Memang mau belajar dimana?” tanyanya

“Dijalanan kampung Tambakan saja Rose. Atau nanti kita bisa ke Candi, disana jalanannya agak sepi” kataku menjelaskan padanya.
“Ya sudah sana…….mas mandi dulu saja.” Katanya sambil akan beranjak.
Aku menarik tangannya dan dia kesulitan untuk berdiri, aku tarik lagi tangannya kearahku dan dia kembali ambruk dipelukanku. Rose yang hanya pasrah saja dengan kelakuanku. Tidak berontak maupun meronta. 

“Rose………aku kangen sama kamu?” bisikku pelan ketelinganya
“Kalau kangen masa tidur bangunnya kesiangan begini?” jawabnya

“Aku tadi malam sangat lelah…….aku ngga terbangun sama sekali.” Kataku, ku peluk pundaknya dan dia merebahkan kepalanya kedadaku. Salah satu kakinya dia angkat dan tumpangkan ke pahaku, tubuhnya wangi dan bersih. Aku cium pipinya, dan meloncat ke telinganya. Rose menggelinjang ketika bibirku menyentuh daun telinganya. Aku buka bibirku dan kujilat pelan di luar telinganya.

“Maaaaaaaaaasss… ahhh!!??” katanya merespon tindakanku.
“Kenapa ngga suka?” kataku pelan.

“Geli tahu…..?” akunya. “Pintarnya mas kamu membangkitkan gairahku” katanya jujur. “Pantas mbak Sri sampai menulis surat segala ke Mas Polie karena mungkin dia kesulitan melupakan perbuatannya mas kalau di kamar tidur”

“Hussss jangan bicara tentang orang lain lagi” kataku 
“Mas tidak mau baca suratnya mbak Sri?” katanya lagi
“Kamu masih menyimpannya kan?” tanyaku
“Masih mas…..mas mau aku ambilkan suratnya?” tanyanya, matanya memandang langsung kearahku seolah olang ingin tahu reaksiku bagaimana.
Aku tidak memperdulikan apa yang dia rasakan, aku ingin tahu apakah ada rasa cemburu dihatinya. 

“Ya….sini coba kamu ambilkan” pintaku padanya
“Sebentar ya mas……tapi maafkan aku ya kalau aku telah berbuat lancang membacanya.” Katanya sambil tidak lepas memandangku.

1 komentar: