Rabu, 15 Juni 2011

Rose, wanita penuh cinta dari Blitar 7

Ujung batreiku membelah bibirnya, dan menyeruah rambut rambut lebat yang menutupi lobang keindahannya. Basah! Mempermudah jalan masuk ke liangnya. Dia menggeser maju pantatnya memberikan akses dan celah untukku mengexplore jaringan sel sel vagina yang memberiku kenikmatan. 

“Mas!........?” tiba tiba dia berucap
Aku terhenti, kegiatanku mati. Dan aku seperti orang dungu yang tersesat disebuah tempat dimana aku tidak tahu jalan mana yang harus aku tempuh. Aku memandangnya tepat dimatanya.

“Apa Rose……..” tanyaku.
“Cium aku mas……!” pintanya lirih kepadaku.

Aku menuruti apa yang dia inginkan. Aku majukan mulutku tetapi batangku tercabut dari lobangnya. 

“Mas………masukkan kembali batangmu? Teruskan ciumanmu mas?” katanya lagi. Aku majukan lagi pinggulku dan Rose memandu batangku untuk memasuki lobang memeqnya. Lidah dan bibir memeqnya menyambutku dengan kehangatannya yang khas dan aku menusukkan kedalam memeqnya dengan pelan dan penuh perasaan. Rose mendekatkan bibirnya ke punyaku dan tanpa dikomanda aku kecup bibirnya. Sambil mendorong pinggulku dan menggoyangnya aku himpit bibirnya dan kujulurkan lidahku memasuki rongga mulutnya. Rose menyambut dan mengulum lidahku. Hangat sekali, dan gesekan dan kuluman didalam mulutnya seperti rongga dan liang memeqnya yang sedang aku sodok sodok maju mundur tak beraturan. 

“Oooooooooohhh masssss?!!!! Aku lemes rasanya. Boleh aku teriak mas?” katanya sesaat.

“Jangan Rose….orang kira aku sedang memperk**a kamu.” Kataku pelan. Aku kembali sumpal mulutnya dengan bibirku. Tapi Rose menolakku, mulutnya kembali bersuara.

“aahhh ooohhh aaahhh masssss” matanya memandangku. Senyum merekah dibawah redupnya matanya yang terganjal oleh nafsu yang dia rasakan. Aku percepat goyanganku dan Rose membuang kepalanya kebelakang respon atas kenikmatan yang sedang dia teguk. 

Aku merasakan sesuatu yang berbeda dari dalam memeqnya. Solah olah ada butiran butiran kecil dan lembut dari dalam memeqnya. Aku menoleh kebawah dan melihat kebatraiku yang masuk keluar dan menusuk nusuk memeqnya. Aku melihat batangku bersimbah darah, aku mencabutnya sejenak dan Rose melihatku seperti mau protes. 

“Rose kamu terluka, sayang?” kataku sambil memegang batreiku. Jari jariku berlumuran darah mens nya yang menempel di batang batraiku. Aku memeriksa dibagian kepala batraiku dan menelusuri apa ada rasa perih di tubuhnya. Palkonku tidak terluka, itu adalah kesimpulan akhir.
“Aku sudah mens mas………?” dia memberikan berita ditelingaku. Bisikannya membuat diriku mengejang begidik tetapi ada sesuatu yang desakan untuk melanjutkan aktivitas seksualku. Aku mendekat ke arah mulutnya Rose dan kembali menciumi mulutnya. 

“Mas…………?” dia kembali menghentikan aku.
“Kenapa Rose?” tanyaku padanya.
“Mas Polie tidak jijik?” tanyanya sambil memandangku.
“Tidak Rose!” jawabku tegas. {bila nafsu sudah diubun ubun apapun bisa terjadi}

Aku kembali memasukkan batangku dijepitan selangkangannya dan mencercanya dengan tusukan tusukan ringan. Rose bereaksi dengan mengelitkan tubuhnya dan memuntir ujung putingnya yang kanan sementara tangan kirinya berpegangan sambil menahan tubuhnya. Aku menusuk dalam memeqnya, bibir memeqnya yang tebal seperti terbelah oleh pedangku yang terhunus dan menancap didalamnya. 
“Oohhhhhhhhmasssssss………aduhhh terus masssss…… enak sekali massssss. Mas enak juga?” tanyanya lirih kepadaku.

Aku mengangguk pelan.
“Katakan mas?” katanya setengah memaksaku
“Iya……aku juga enak” kataku 
“Oooooohhhhh masssss yang dalam sedikit mas………Ohhhhhh massss!!!? Badannya meliuk liuk seperti kepanasan. Aku merasa tertantang dengan nada erangan yang terdengar sangat sexy. 

“Ooohhh oohhhh ohhhhh……….massss Polieeeeeee terus massssss
Aku terkesima dengan suara yang terdengar dari mulutnya. Memicu birahiku untuk memuaskannya. Aku tarik batang penisku hingga sampai diujung kepalanya dan menggoyangnya pelan ujung mukut memeqnya. Seperti orang mendengkur aku bunyikan suara menikmnati saat saat indah yang aku lakukan dengan Rose. Wajahnya terlihat manis, dan aku sangat bersyukur aku mempunyai teman berbagi birahi.
Aku berjalan ke kamar mandi yang ada dibagian belakang toko dan membersihkan darah yang menempel dibatang penisku. Perasaan jijik sedikit merayap di benak pikiranku. Segera ku basuh batangku sementara Rose masih berada di ruang toko dimana sepeda motorku terparkir menikmati sisa sisa pertempuran yang kita lakukan.

Setelah merasa bersih aku keluar menghampiri Rose yang masih terduduk didekat sepeda motorku yang terparkir didalam toko. Ada tetesan darah mens nya di lantai toko yang tersodok oleh penisku. Aku agak sedikit begidik dengan pemandangan didepan mataku. Aku meraih tangannya untuk menariknya berdiri. Dia membantuku dengan sekuat tenaganya yang tersisa untuk berdiri

“Ooohhhhhh terima kasih yaaa mas…..rasanya seluruh sendi sendiku terlepas semua” katanya sambil memandangku. Matanya tarasa sayu dan lelah, seolah olah habis mengerjakan sebuah pekerjaan yang begitu berat dan banyak. Tubuhnya layu seperti tak bertulang dan berotot. Kulit coklatnya seperti dilumuri oleh minyak diseluruh permukaannya. Aku memandanginya dengan penuh kasih, ingin aku memeluhnya dan menyayanginya.

“Enak yang………..” tanyaku sambil menatapnya.
“Enak sekali mas……….kenapa kamu begitu kuat ya. Memangnya kamu belum keluar ya mas?” tanyanya. 
Aku kalungkan tangannya ke pinggangku dan menuntunnya ke arah kamar mandi dimana aku baru saja membersihkan penisku. 
“Rasanya loyo sekali mas…… Mas mau makan apa untuk nanti malam?” tanyanya dengan penuh perhatian. 
“Kita nanti masak me instant saja deh, kamu pasti capek kalau aku minta ikan kaleng?” kataku menjawabnya. 

“Nanti aku masakkan mas……..kalau aku sudah pulih kembali” katanya dengan sedikit terhuyung.
Aku buka pintu kamar mandi dan Rose masuk kedalamnya. Dia menutup pintunya dan membersihkan paha dan memeqnya. 
“Mas ………aku mau mandi sekalian deh………….” Katanya dari dalam kamar mandi. “bisa tidak Mas Polie mengambilkan handukku?” lanjutnya.

Aku naik kekamarnya untuk mengambil handuknya. Aku tidak menemukan yang aku cari, aku buka lemari plastik kecil dimana dia menyimpan semua baju dan pakaiannya. Aku melihat sebuah album foto yang tersembunyi dibawah tumpukan pakaiannya. Lemarinya tertata rapi dan seluruh bajunya teratur di tumpukan yang tersetrika rapi. Aku ambil album foto itu dan membukanya. Lembaran pertama yang aku buka adalah fotonya yang terpampang dengan pakaian pengantin adat jawanya. Nampak jelas sekali wajah mudanya yang terpampang di foto itu. Aku buka lembar kedua dan ketiga, wajah suaminya terpampang disana bersanding disampingnya. Wajahnya hitam dan kelihatan kokoh, ada sedikit rasa cemburu menyelinap didadaku ketika melihat tangan lakinya melingkar di pundaknya. 

Aku buka lembar lembar berikutnya dan menekuni setiap wajah yang terekam dalam kamera foto. Diakhir halaman album ada tulisan yang ditulis oleh tangan “Rose istriku” dan tanda tangannya menutup kata kata yang dia tulis.
Aku menaruh kembali album fotonya, dan menguak tumpukan baju baju yang dia tata. Aku meraba bagian bawahnya. Jariku menyentuh sebuah kertas dan aku menariknya keluar dari tumpukan bajunya. Seikat surat kira kira ada 6 buah surat. Diikat dengan karet gelang yang biasa digunak oleh toko toko untuk mengikat sesuatu. Aku tarik sebuah surat dan membuka amplop yang sudah terbuka. Aku tengok alamat bagian depan amplop dan membaca alamat dan nama yang tercantum didepan amplopnya itu. Nama Rose tercantum dan alamatnya jelas di sebuah dusun………Blitar Jawa timur. Aku melihat perangko yang digunakan untuk mengirim surat itu, Perangko Malaysia. Aku mengambil kesimpulan bahwa dia bekerja di Malaysia.

Aku tidak sempat membaca surat itu. Suara Rose memanggilku dari kamar mandi. Segera aku masukkan amplop itu kedalam ikatan karet dan mengembalikannya didalam lemarinya. Aku atur kembali dibawah baju bajunya dan merapikannya supaya tidak curiga. Aku bertekad ingin membaca apa isinya dan merencanakan bagaimana dia bisa keluar sejenak untuk memberiku peluang membaca surat suartnya. 

Aku keluar kamarnya tanpa membawa handuk yang dia minta. 
“Rose……..aku cari cari handukmu tapi kenapa tidak ada dikamarmu?” kataku sedikit berteriak
“Mas…..handukku di jemuran lantai atas.” Katanya memberitahuku “kenapa mas lama sekali diatas ngapain?” tanyanya agak curiga.
“Aku membetulkan gantungan baju dilemariku Rose” kataku pura pura menjawabnya. “Aku juga akan mandi sekalian, lebih baik kita tidur Rose setelah makan?” imbuhku
“Mas mau makan apa?” tanyanya
“Mie saja” jawabku sekenanya. Aku pikir akan mudah memasaknya dan cepat mengisi perutku. 
Aku berikan handuknya Rose dan aku kembali keatas kekamarku. Aku baringkan badanku dan aku menekuri hari hariku hingga aku terlelap tidur.

Hari kedua liburan Lebaran

Aku bangun agak pagi kira kira jam 6. Rose semalam tidur dikamarku. Agak panas udara di dalam kamar karena jendela tertutup dan pintu hanya sedikit terbuka. Kipas angin yang ada didalam kamarku tidak banyak membantu. Aku berencana bangun pagi karena aku akan main basket. Aku tidak ingin mengusik Rose dari tidurnya jadi aku bangun perlahan lahan dan berdiri. Tapi tiba tiba Rose terbangun dan menoleh kearahku.

“Mas………..? Mau kemana pagi pagi begini?” tanyanya ingin tahu
“Aku mau pergi main basket Rose?” kataku menjawab
“Memang pagi hari begini ada yang main, mas?” tanyanya dengan nada masih mengantuk.
“Ada Rose……kalau tidak ada aku akan kembali pulang.” Kataku
“Jangan lama lama ya mas?” pintanya. “Aku kesepian disini sendiri”
“Iyaaa…….aku ngga akan lama” kataku pelan. “Tidur saja lagi, hari ini ngga ada yang mau dicuci toh?” 
“Aku capek mas……….. Mas mau makan apa? Tanyanya.
“Kalau ada penjual sayur, nanti kamu bikin pecel saja ya?” kataku.
“Iya…..” jawabnya sambil tetap terbaring diatas kasurku.

Aku segera berlalu dan berkemas untuk pergi ke tempat main basket. Ada sekitar 10 orang yang bermain basket pada hari itu sehingga kelihatan ramai. Mereka cukup familiar dengan aku sehingga mereka bisa menerima kedatanganku. 

Bermain basket cukup lama dengan mereka, kira kira jam 8 pagi aku kembali ke ruko. Aku ambil kunci dan membukanya. Pasar masih sepi, hanya beberapa penjual saja yang nampak berjualan. Hari ini toko masih banyak yang tutup, aku buka pintu dan masuk kedalam. Ada suara Rose menyanyi dari atas.

Aku berpikir kemana hari ini akan kita habiskan liburan kedua lebaran. 
“Mas Polie……………?” teriaknya dari atas ketika aku masukkan motorku kedalam toko. 
“Ya…..? kamu udah bangun Rose?” tanyaku menjawab panggilannya
“Kenapa udah pulang mas?” tanyanya
“Kamu bilang kamu tidak suka sendirian?” kataku menjawabnya “Ayo cepat kita jalan jalan lagi seperti kemaren. 
“Kita sarapan dulu saja mas…………baru setelah itu kita pergi.” Katanya “Aku sedang menyiapkan makan pagi. 
“Kamu sudah mandi Rose?” tanyaku
“Belum Mas……” katanya pendek. “Kan lagi nyiapkan sarapan. Memang kita mau kemana mas?”

“Aku mau ajari kamu naik motor” kataku sesampainya aku diruang atas. 
“Sungguh mas? ……..Hari ini?” teriaknya “Aku mau sekali” Dia loncat loncat menghampiriku sambil memeluk aku. Bajuku yang basah oleh keringat tidak dia hiraukan. Dia cium aku dipipi kananku.

“Kenapa mas mau ajarin aku hari ini?” tanyanya dengan nada manja. 
“Kamu tidak mau ya?” tanyaku balik “Kalau kamu tidak mau tidak masalah..kok” 
“Iiihhhhh kenapa begitu saja sewot” katanya sambil tetap memelukku. “Aku kira mas lupa sama janjinya. Aku sudah kasih mas pembayaran kursus naik motor kontan didepan, tapi aku tunggu tunggu lama kok mas ngga pernah membicarakan itu.”

“Pembayaran apa ya? Aku kok ngga pernah merasa pernah menerima sih?” kataku pura pura bego

“Itu……?......lupakan kalau udah meniduriku berkali kali untuk pembayaran kursus naik sepeda motor. Dasar mas Polie maunya memanfaatkan tapi lupa ama janjinya sendiri” katanya dengan nada agak sewot.

“Haaaaa hahahahaha” aku tertawa keras dengar kata katanya.
“Iyaaa yaaa Rose, aku udah memanfaatkan kamu, tapi aku lupa janjiku ya?” kataku dengan pelan. Aku ambil dagunya dan mencium pipinya. “Jadi hari ini mau ya Rose belajar naik motor?” kataku dengan penuh kemenangan. 

“Iya mas….aku mau sekali, aku tunggu tunggu tawaran ini.” Katanya dengan berseri seri. Aku pandangi wajahnya dengan seksama dan matanya tidak memungkiri memang dia menunggu nunggu momen ini. 

“Ya setelah kita mandi dan sarapan kamu akan belajar naik motor” kataku meyakinkannya.

“Dia peluk kembali aku dan aku mengangkatnya. Dia kalungkan kedua kakinya kepinggangku, seolah olah anak kecil yang minta gendong bapaknya. Gundukkan dimemeknya terasa keras karena dia sedang memakai pembalut sehingga terasa sekali mengganjal di penisku. 

“Memekmu terasa keras sekali” kataku padanya
“Itu bukan memekku yang keras mas” katanya menjawab. Pepekku lembut dan lunak, berair dan licin sekali” jawabnya sambil tetap bertengger seperti anak digendong. “Kalau keras itu punya Mas Polie kalau lagi tegang. Kayak begini Toing toiing….” Katanya sambil jari telunjuknya dia goyangkan keatas naik turun. 

“Memang memekmu seperti tadi yang kamu bilang?’ kataku bertanya.
“Iya….tapi sekarang tidak bisa dilihat dulu mas.” Katanya dengan nada dia manjakan. 

“Kenapa Rose………..”kataku sambil berpura pura tidak tahu.
“Karena sedang di embu mas?” [diembu = disimpan supaya matang]
“Jadi berapa lama disimpannya?” tanyaku ingin tahu.
“Tiga hari lagi sudah bisa dibuka kok mas. Memang mas mau nunggu tiga hari lagi?” tanyanya masih dengan nada manja.

“Iya mau ………..kalau masak kan enak ya?” kataku
“Mmemmm…….”gumamnya sambil menganggukkan kepala. “Rasanya lebih manis dan lengket seperti ketan. Pokoknya aku jamin mas ngga akan bisa melupakan nikmatnya.
“Ya aku harus sabar dong kalau begitu. Tapi kalau burungku lapar sekarang bagaimana ya Rose?” tanyaku memancingnya.
“Ohhhhhhhh gampang mas” katanya anthusias
“Apa solusinya rose?” kataku terpancing.
“Tuh disana……..”katanya sambil menunjuk kearah pintu sambil ketawa cekikikan yang panjang. Aku terbengong bengong antara ingin tahu apa yang dia ketawakan dan apa yang dia tunjukkan.
“Apa Rose…….yang mana sih” kataku mendesaknya.

“Itu loh mas……..? katanya sambil ketawanya tidak berhenti. “Coba mas berjalan kearah pintu supaya aku bisa tunjukkan. Aku melakukan seperti apa yang dia minta, berjalan kearah pintu sambil menggendongnya. Setelah dekat dia menunjukkan jarinya keatah lobang kunci. Ketawanya semakin keras “Disini mas………ini solusinya. Kalau aku lagi mens, burungnya Mas Polie di jepitkan disini. Haaaahahaaaahaaahaaaaa” ketawanya keras. 
“Kurang ajar………!!!! Kataku sambil seolah olah ingin menurunkan dia. Kakinya menjepitku semakin erat, dia berusaha keras untuk tidak mau diturunkan dari gendonganku sehingga dia jepitkan kedua pahanya kepinggangku. “Turun!” kataku sambil seolah olah membetot kedua pahanya untuk lepas dari mencengkeram pinggangku.

“Jangan massssss….ampun masssss……..”teriaknya manja. “Aku hanya bergurau……..jangan maaaassss tolong jangan turunkan aku. Aku ngga mau turun…..
Aku raih hidungnya dan memutarnya pelan kekanan, Rose mengaduh aduh pura pura. Sambil meratapi minta ampun. Aku pura pura marah padanya. 
“Memang burungku kamu anggap kunci pintu apa?” kataku
“Iyaaa massss ampun………”katanya. “Jangan marah massssss…….”Ampun masss aku tidak akan meledek lagi maaassssss”

Kita makan pagi dan bersiap siap keluar, Rose kelihatan sangat senang dengan janjiku untuk mengajarinya naik sepeda motor. Hari masih pagi, kira kira jam 9 ketika kita keluar. Aku memakai jacket susu bendera berwarna biru terbuat dari bahan seperti parasit tipis yang tahan air. Langit agak mendung dan suasana masih sepi dan tidak banyak kendaraan berlalu lalang. Aku kearah barat lagi menuju perumahan yang kemaren kita datangi. Tidak ada rasa canggung lagi, Rose melingkarkan tangannya ke pinggangku selama dalam perjalanan. Beberapa hari, Rose berlatih memegang gas motor dan memutar mutarnya. Aku minta dia melakukannya supaya dia terbiasa dan tidak canggung untuk mengecilkan dan membesarkan gas. 

“Mas………..aku senang sekali. Jantungku deg deg gan mas.” Teriaknya dari boncengan belakang. 
“Saba……..ar jangan terlalu bernafsu” kataku membalasnya

“Iyaaaaa aku tidak grusa grusu kok” katanya manja. Lengannya dia lingkarkan dan memelukku erat erat. Dadanya dia tempelkan ke punggungku. Aliran hangat meresap kebagian punggung dan menyerap kedalam tubuhku. “Aku rindu memeluk tubuh bugilnya” pikirku dalam khayalku.

Sampai di perumahan Trosobo, aku hentikan sepeda motorku dan aku meminta Rose untuk duduk di depanku sementara aku tetap memegang stang gas. Rose meringkuk di depanku. Dia memegang gas sepeda motor juga. Dia agak gemetar dan akupun segera menenangkannya.

“Jangan gugup Rose?” kataku didekat telinganya.
“Maaaaaaaaassss…..aku geli. Jangan berbisik begitu.” Katanya dengan pelan.
“Iya……….pelan pelan ya. Jangan terlalu besar gasnya. Masuk ke gigi satu.” Perintahku kepadanya. “Gasnya diputar pelan pelan dan sepeda motor berjalan sedikit” 
“Mas……..jangan lepaskan dulu tangannya ya. Aku masih takut.” Pintanya kepadaku.

“Okay………..kecilkan gasnya dan masuk ke gigi dua” kataku memberi petunjuk.
“Klik” suara persneling sepeda motor terdengar. Dan suara sepeda motor Yamaha Alpha II R mengerang pelan menembus lorong perumahan Trosobo. Aku lepaskan pegangan tanganku dari stang gas dan Rose mengambil alih stang dan pelan pelan merayapi jalanan di perumahan. 

“Aku sudah bisa ya mas?” tanyanya
“Iya Rose kamu sudah bisa” kataku menjawabnya. “Kamu perlu latihan terus dan belajar mengoper gigi dengan lancar.” Kataku menjelaskan dari belakang. 
“Kapan aku bisa latihan lagi mas?” tanyanya
“Gampang nanti Rose. Bisa diatur waktunya.” Jawabku sambil membiarkam
“Mas……..dari tadi ada benda keras yang mendesak dipantatku apa itu?” tanyanya sambil terkekeh

“Tidak tahu aku Rose…………coba kamu periksa!” kataku menyuruhnya.
“Ngga deh nanti ada orang melihat” katanya sambil geleng kepala. Pelajaran naik sepeda motor tidak mengalami kesulitan berarti, semuanya berjalan lancar dan terkendali. Tiba tiba sebuah ide terlintas kepikiranku.

“Rose, kamu harus pake jaket, supaya dadamu tidak sesak.” Kataku menasehati.
“Tapi aku ngga bawa jacket” balasnya. “Kenapa tadi mas tidak mengingatkan aku.” Tanyanya.

“Berhenti dulu, kamu pakai saja punyaku supaya kamu tidak terlalu sesak.” Kataku. Rose menghentikan sepeda motor dengan agak tertatih tatih. Dia belum lancar menghentikan laju motor. Keseimbangan gas dan pengereman belum lihai. 

“Wah mesti belajar banyak Rose kamu….!” Kataku padanya. “Kalau kamu mengerem gas harus di kecilkan supaya tidak mengerang” lanjutku.

“Iya mas…….habis rasanya gugup dan grogi. Tuh pada keringatan semua badanku. Kulitku rasanya basah kuyup. Sini mas jaketnya…………mas ngga keberatan kalau aku pake jaketnya?” tanyanya sambil tersenyum. “Nanti aku cuci setelah sampai dirumah.” Lanjutnya lagi.

Aku berikan jaketku padanya dan dia memakainya.
“Salah Rose………” kataku menghentikannya memakai jaket. “Mestinya kalau naik motor bagian punggung jaket harus di depan supaya angin tidak menerobos ke dadamu. Yang harus di lindungi kan dadamu.” Kataku menjelaskan.

“Kenapa begitu mas?” tanyanya ingin tahu.
“Supaya lenganmu tidak gosong dan dadamu tidak sesak. Kecuali kalau kamu mau bepergian jauh. Kamu bisa memakainya seperti memakai jaket biasa.” Kataku lagi melanjutkan.

“Begitu ya mas?” balasnya dengan rasa tidak yakin dengan saranku.
“Ya…begitu supaya angin yang datang ke dada tidak begitu kuat karena ditahan oleh jaket. Coba saja nanti kamu rasakan apa kata kataku benar atau salah. Sudah ayo kita lanjutkan belajarnya.

“Mas tidak bosan?” tanyanya lagi
“Tidak Rose……..memangnya kenapa?” tanyaku ingin tahu kenapa dia tiba tiba ingin bertanya.
Habis mas hanya duduk di belakangku dengan penis tegang dan ngaceng seperti itu. 

“Kamu kok tahu kalau batreiku ngaceng?” tanyaku sambil memandangnya. Tiba tiba Rose mendekat dan tangannya menyentuh batreiku. Dia remas pelan dan menggosokkan telapak tangannya keatas naik turun batangku. 

“Ini buktinya…..mas. Mau menyangkal?” katanya dengan senyum licik yang dia perlihatkan. Senyum kemenangan yang dia tunjukkan padaku bahwa apa yang dia katakan benar. “Sudah kangen sama Srabi lipatku ya?” katanya lagi. 
“Sudah ……..sudah…….awas nanti kamu rasakan pembalasanku!” Ancamku sambil mencolek pinggangnya. 

“Eiiitttt kenapa main colek di jalanan begini mas?!!!” teriaknya sambil menghindari jariku. Suaranya bikin gemas. Ingin kudekap teteqnya dan meremas disitu juga. Kantong semarku mengecil dan batang penisku membesar dan minta perhatian. 

“Ayo Rose kita lanjutkan belajarmu!” kataku mengalihkan perhatian. “Coba kamu sendiri yang naiki sepeda motornya. Aku tunggu saja kamu dari sini” 
“Ndak mau mas………mas harus ikut diboncengan.
“Kenapa harus ikut?” kataku penuh tanya.
“Aku belum berani dan lagi…………….” Katanya mengambang.
“Dan lagi apa Rose?” kataku ingin tahu terpancing oleh kata katanya.
“Dan lagi tidak ada lagi barang yang akan mengganjal pantatku dari belakang mas! Heheheeeee?” katanya menjelaskan dengan di akhiri ketawanya terkekeh.
“Dasar! Cewek badung!” kataku sambil menyodok pinggangnya dengan cubitan.
“Mas suka ya aku jadi cewek badung” katanya sambil manja. Matanya sayu dan membuatku ingin memeluknya disitu juga. Aku dekatkan wajahku kewajahnya dan menatap lembut wajahnya. AKu kecup pipinya dengan pelan. 

"Aku rindu kamu Rose" kataku terbata
Aku tahan gejolak yang ditimbulkan aksinya dan tangannya kadang menggelayut di pinggangku. Aku dorong badannya ke arah sepeda motor dan memintanya untuk menaiki di bagian depan. 

“Sudah kamu sendiri saja yang menaiki, supaya kamu bisa belajar sendiri.” Kataku

“Jangan mas…….aku masih takut kalau naik sendiri” katanya protes.
Aku mengalah dan mengikuti apa maunya. Jacketku telah dipakainya dan dia menaiki sepeda motor, aku duduk dibagian belakang dan kembali batangku meregang menempel pantatnya. Terasa hangat pantatnya dan Rose bereaksi dengan menggoyang sedikit pantatnya.

“Tuh kontholnya sudah mengganjal lagi” serunya dengan ringan.
“Kamu terasa ya Rose? Itu berarti dia minta perhatianmu” beritahuku.
Rose menggerakkan tangannya kebelakang dan meraih sosis hangatku. Dia memegangnya dengan lembut dan menggosoknya sedikit.
“Mas sosismu keras sekali……….minta di jilat ya?” kepalanya menengok kebelakang dan tersenyum padaku. 

“Tunggu pembalasanku Rose, kamu pasti akan mengiba iba padaku” kataku mengancamnya.

“Aku tidak takut ancaman loh mas?” tantangnya. “Aku akan layani sampai dimana ancaman mas Polie heheheeeee…….” Lanjutnya menahan gertakanku.
“Lihat saja nanti……….sudah ayo jalankan sepeda motorya. Aku ngga mau berdebat disini.” Bisikku. Tanganku aku lingkarkan kepinggangnya. Aku dekap dia dari belakang dan aku tempelkan ikan leleku kepantatnya. 

“Hangat sekali mas…………pantatku seperti diselimuti. Heheheeeee mana bisa tahan kalau begini terus mas” katanya sambil terkekeh. 
“Enak ya?” tanyaku ingin tahu. Telapak tanganku aku jalarkan ke atas, merambat pelan pelan kebagian pinggir susunya. 

“Masssss berhenti disitu mas……..jangan teruskan!” katanya
“Aku rasa kamu tadi menantangku Rose?” kataku sambil meneruskan gerilya tanganku kebagian pinggir teteqnya. 

“Masssss….aku tidak bisa konsentrasi kalau tanganmu tetap disitu” teriaknya lirih.
“Sebentar saja Rose!. Aku buka Bhmu ya?” Kataku memberitahunya.
“Adddddduhhhhhh mas…..dilihat orang mas. Jangan disini dehhhh massss?!” katanya sambil mengerem sepeda motornya. “Jangan disini……….” 
“Jalan dulu kesana ……..disana tidak banyak orang” kataku sambil menunjuk kearah depan. 

“Massss janji jangan sentuh dadaku lagi” katanya memohon.
“Bukankan tadi kamu akan melayani tantanganku” kataku merajuknya.
“Iya….tapi tidak disini mas. Kan malu kalau sampai dilihat orang” sergahnya
“Sebentar saja Rose….” Desakku sambil tanganku meraih teteqnya yang masih terbungkus BH nya. “Kamu terus kedepan dan belok ke kanan, kita belajar ditempat yang agak sepi saja Rose supaya tidak ada yang melihat.” Aku melanjutkan perintahku padanya.

“Mas……jangan disini dong, aku malu nanti kalau ada yang melihat” katanya sambil akan menghentikan sepeda motor yang dia setir.

“Tidaklah sampai tahu, memangnya aku tidak malu kalau sampai ada orang melihatnya.” Kataku menguatkan keinginanku.

“Masss…..jangan disini ahhhh?!!” katanya setelah berteriak. Aku cukup kaget dengan teriakan suaranya. Tiba tiba dia menghentikan sepeda motor yang kita naiki dan turun. Dia menoleh kepadaku dengan mata berkaca kaca ingin menangis.

“Mas yang menyetir saja, aku mau pulang saja mas” katanya sambil berjalan kebelakangku. Aku tercenung dengan kelakuannya, perasaanku tidak menentu. Rose marah padaku dan aku tidak tahu aku harus berbuat apa menanggapi kemarahannya. Aku naiki sepeda motor dan mendekati Rose yang sedang berjalan. Aku tidak ingin malu bila terlihat orang komplex itu. 

“Ayo Rose naik………sorry ya”!? pintaku padanya.

“Mas………….bikin aku kecewa!” katanya. Dia meloncat dengan menginjak pijakan sepeda motor di bagian belakang dan menaruh pantatnya di boncengan. Tangannya tidak dia lingkarkan kepinggangku seperti yang dia lakukan pada saat kita datang. Aku arahkan sepeda motorku kebarat, tidak ke rumah. Pikirankan tidak menentu oleh pengalaman pertama membuat seorang gadis marah hingga menangis. Kearah Krian aku pacu motorku dan menembus keramaian kota kecil yang padat dan penuh pedagang kaki lima disepanjang jalanan. Aku ambil belokan kedua disebelah kiri setelah lampu lalu lintas. Pos polisi sepi, tidak terlihat satupun petugas yang biasanya cangkrukan di pos itu. Bangunan kelenteng di sudut kanan jalan juda lengang. Aku arahkan kearah selatan menuju Prambon dan meneruskan kearah selatan. Aku ingin mengajaknya ke Pacet, sebuah tempat peristirahatan yang cukup menyenangkan dengan udara sejuk dan tenang. 

Aku raih tangan kanannya dan melingkarkannya ke pinggangku. Rose tidak menolak ketika tangannya aku pegang. 

“Maaf ya Rose………..aku khilaf” kataku pelan.
“Mas mau kemana sekarang?” tanyanya pelan

“Aku mau ajak kamu ke Pacet” kataku sambil berteriak. Aku masih memegang tangannya dengan tangan kiriku. “Maaf ya Rose” kataku melanjutkan. “Aku tidak akan memaksamu lagi”

“Iya mas……..aku sudah maafkan” jawabnya lembut.

Setelah merayapi jalanan yang tinggi dan berkelok kelok kita akhirnya sampai di Pacet. Aku tidak tahu kemana kita harus pergi, aku rayapi jalanan kekanan kekiri akhirnya kita sampai disebuah tempat. Banyak sepeda motor terparkir di depannya. Ada papan besar bertuliskan “Kolam Renang”. Kita berhenti di sana dan menengol kedalam. Ada locket tiket dan kita bayar Rp 10.000 per orang. Kami masuk kedalam dan aku gandeng tangannya memasuki pelataran taman berenang itu. Banyak pengunjung berenang disana. 

“Kamu mau berenang Rose?” tanyaku padanya
“Tidak tahu mas…..aku tidak pakai celana renang dan baju renang! Malu ahhh. Mas tadi tidak mau beritahu kalau kita mau jalan jalan kesini” katanya

Aku memandanginya dan menatapnya agak lama. Tidak ada lagi kemarahan kutemukan disana. Matanya tidak lagi sembab dengan air mata. 
“Ayo kita jalan kesana mas?” pintanya sambil menunjuk kedekat kolam renang. “Kenapa kolamnya berlumut ya mas?” tanyanya

“Mungkin karena jarang dibersihkan, jadi ya nampak kotor. Apalagi kalau kurang pengunjung. Aku duduk di sebuah batu besar di dekat kolam sedangkan dia menceburkan kakinya di pinggir kolam renang. Badannya yang kecil mencelup celupkan di parit sekeliling kolam. 

“Rose………..kamu senang?” tanyaku padanya dengan suara agak keras.
Rose tersenyum dan mengangguk pelan, kembali dia gerakkan kaki kakinya di parit kolam renang yang ada disekeliling kolam itu. Aku merasa tenang setelah kejadian tadi siang. Kita tidak berenang karena memang tidak punya baju renang selain itu Rose sedang datang bulan sehingga dia agak merasa kecewa.

Rose datang menghampiriku dan mengambil tanganku. 

“Disini teduh ya mas……?” katanya dengan lirih. “Aku ingin sampai sore disini Mas” lanjutnya lagi. “Seandainya kita bisa datang lagi kesini suatu saat, aku ingin bisa berenang sama kamu mas?” harapannya timbul. 

“Ya nanti kalau kita masih ada waktu luang kita bisa datang kesini lagi.” Kataku menghiburnya. 

“Janji ya mas?” pintanya.
“Iya semoga kita bisa kesini lagi suatu saat.” Kataku
“Mas Polie nanti kalau kuliah mau tinggal dimana?” tanyanya ingin tahu.
“Ya tinggal disini saja lah, memang mau tinggal dimana?” tanyaku
“Siapa tahu mas lebih suka kos di dekat kampus. Seperti para mahasiswa mahasiswa lainnya.” Pancingnya
“Aku tidak tahu Rose, aku juga belum mengetahui dimana aku akan kuliah kok, kenapa aku harus mikirin mau tinggal dimana?” kataku menghiburnya. “memang kenapa kok kamu tanya tentang kuliahku?” tanyaku mendesak.

“Aku nanti akan kesepian sekali mas kalau mas tidak ada di toko lagi?” katanya. 
“Kabar suamimu bagaimana Rose?” kataku. Aku sengaja menatapnya untuk mengetahui apa yang dia pikirkan. Dia menoleh padaku dan tersenyum getir. 

“Aku ngga tahu mas……….” Dia tidak melanjutkan kata katanya
“Memang kamu tidak pernah lagi menulis surat?” kataku bertanya.
“Tidak mas……beberapa kali aku menulis surat tapi dia tidak membalasnya”
“Mmmmhhhh kamu tidak rindu?” kataku
“Tidak ………….pikiranku tidak kosong” katanya menjawab. “Ada Mas Polie yang mengisi kekosonganku jadi pikiranku tidak pernah lengah”
“Heheeee jadi karena ada aku, kamu tidak merasa kesepian ya?” tanyaku
“Iya………?” jawabnya polos.
Kita berbicara cukup lama sehingga jam berlalu dengan cepat. Tanpa kita sadari, waktu sudah sangat larut.
Liburan lebaran berlalu dan berakhir dengan rasa letih. 2 hari tanpa kerja membuat otak seperti beku dan otot otot badan terasa kaku. Ketika toko buka kembali tidak ada yang tersisa dari hari lebaran yang terlewatkan itu. Kembali dengan kesibukan dan rutinitas menjaga toko. Hari ke empat setelah liburan, aku ke lapangan basket setelah toko tutup. Setelah beberapa hari tidak berolah raga, badan terasa penat. 

Dengan sepeda motor aku kearah lapangan sambil membawa bola basket dalam jaring net. Melihat kedatanganku, Alex, salah seorang teman main menyapaku.

“Kemana saja kamu? Beberapa hari kita menunggumu untuk berlatih. Kita akan ke Kediri bermain lawan anak anak disana” beritahunya padaku.

“Sorry boss………aku agak sibuk. Aku pergi ke Pacet naik sepeda.” Kataku membalasnya. 

“Ramai ya?” tanyanya

“Ramai sekali, sampai ngga dapat tempat parkir” kataku sambil tersenyum padanya
“Kalau kesana jangan sendirian, kamu harus bawa teman supaya ada yang menghangatkan tubuhmu” katanya sambil nyengir kearahku.
“Aku tidak menginap, hanya lewat saja” kataku menjawabnya
“Jadi ngapain saja disana, masak hanya lewat dan tidak mampir” tanyanya ingin tahu.

“Ya iyalah….memang disana ada tempat menginap?” tanyaku pura pura tidak tahu.
“Ya banyak lah…………Lain kali kita kesana sama sama ya?. Aku tunjukkan pemandian air panasnya. Pasti kamu suka. Heheeheeehee” katanya melanjutkan.
“Okay………..nanti kita atur dulu waktunya. Jawabku, aku akan sangat sibuk persiapan kuliah.” Kataku memberi alasan.

“Memang kamu mo kuliah dimana?” tanyanya ingin tahu.
“Belum kepikiran………mungkin di IKIp PGRI.” Jawabku asal.
“Huh? Kenapa ke IKIP?” tanyanya
“Aku mau jadi guru!” tukasku singkat.
“Ohhhhh…..yang lain pada ingin jadi dokter, kamu mau jadi guru!” jawabnya 
“Ya setiap orang punya cita cita berbeda. Aku mau jadi guru matematika!” jawabku mantap.

Kita bermain basket selama kurang lebih dua jam. Bersama beberapa teman main yang ada kita minum es dawet ponorogo di terminal Krian. Sambil berbicara tentang apa saja, kita juga bicara tentang sekolah dan pelajaran yang mereka pelajari. Umumnya mereka kesulitan dengan pelajaran matematika. Sepakat mereka ingin mengundang aku untuk ngajari mereka matematika minggu depannya. 

Aku pulang ke ruko dimana aku kerja dan tinggal. Waktu aku sampai disana, pintu rolling door toko tidak terkunci. Bahkan pintu setengah terbuka dan aku melihat ada sebuah traveling bag besar warna hitam teronggok diatas lantai toko. Sepasang kaki putih terlihat disebelah traveling bag besar hitam tadi. Pikiranku kemana mana……..ingin tahu siapa yang punya kaki putih jenjang didalam toko.

Aku dengar suaranya Rose berbicara dengan perempuan yang punya kaki berbetis indah itu. Aku angkat pintu rolling door dan melihat Valencia berbicara dengan Rose. 

1 komentar: