Rabu, 15 Juni 2011

Rose, wanita penuh cinta dari Blitar 9

Keadaan masih terkendali dan tidak ada suara yang mencurigakan. Kegiatanku memuaskan memeqnya berlanjut dengan memasukkan jariku kedalam memeqnya. Seperti orang mengaduh Rose mengangkat kepalanya dengan pelan sementara matanya memandangku dengan liar. Tangannya terus menarik keras rambutku mendorong bagian belakang kepalaku untuk melumat kepala itilnya. Aku goyang goyang dengan ujung lidahku keatas kekiri dan kekanan. 

“Maaaaaaaaaaaaaaaasssssssssssssssss ampuuuuuuuuuunnnnn” teriaknya lemah dan diapun ambruk. Kedua kakinya bertumpu diatas pundakku lemas.

“Ssssssshhhhhttttt Diam Rose…..jangan berisik!” kataku mengingatkan
“Heeeeheeeee abis enak mas.” Katanya lagi. “Tubuhku lemas mas. Aduh enak!” lanjutnya. 

“Sudah, pakai celana dalammu. Kita lanjutkan saja nanti malam. Kita harus cepat hitung uang. Valen diatas bisa curiga nanti” kataku sambil berdiri. Tanganku mengangkat tungkai kaki yang teronggok di pundakku. Aku ingin sekali menyogok memeqnya dengan batangku tetapi keraguan menggelayuti karena Valen bisa saja turun dari lantai atas kapan saja dan tanpa kita sadari. Aku berdiri tetapi mataku menjurus ke memeqnya Rose yang masih basah dengan air liurku dan cairan memeqnya. Rasanya sangat sayang untuk begitu saja di tinggalkan. Aku juga berkeinginan menuntaskan apa yang belum selesai. Ada pergulatan antara meneruskan atau menghentikan.

“Rose…….” Kataku pelan. “Aku masukkan ya?” kataku bodoh. 

Rasa sebuah kenikmatan itu sangat mengikat, apalagi kenikmatan yang diraih dari olah badan terutama dari kenikmatan adegan alat vital. Perasaan yang timbul rasanya seperti candu yang membuat orang tidak bisa lepas begitu saja. Tawaran rasa nikmat selalu muncul mengingatkan kita untuk kembali mencoba dan mencoba lagi. Kadang bahkan keinginan itu meminta lebih dari apa yang pernah kita dapatkan. Bila tawaran diberikan dari orang yang berbeda pasti akan membuat lebih variatif. Variatif dalam arti bahwa kita memikmati tubuh orang yang berbeda, memeq yang berbeda dan teteq dengan beda ukuran dan bentuknya. Beberapa orang bahkan mengikatkan dirinya sendiri untuk sebuah kenikmatan badani sehingga kebutuhannya terpenuhi. Kebutuhan badani dan kepuasan sexual merupakan bentuk nyata dari sebuah imaginasi dan keinginan yang minta dipenuhi. Valen belum menawarkan apapun padaku tetapi waktu saja dan kemauan dari pihakku dalam mengolah kata dan pendekatan padanya. Tetapi itu tidak menjamin bahwa Valen akan begitu mudah menawarkan rasa nikmat kepadaku. Aku telah mengikatkan diriku pada Rose dalam hal kenikmatan. Dan saat saat Rose sudah mengangkang didepan mataku seperti saat ini merupakan sebuah tawaran nyata dari sebuah pelepasan dorongan sexual yang tidak mudah dihindari. Keinginan untuk menghentikan sebuah galauan hati tidak mampu dilakukan. Memeq yang tergolek didepan mata serta dorongan kuat untuk menuntaskan hasrat memuaskan diri mengesampingkan nalar dan rasa waspada. 

“Ya masss……..aku masih gatal” katanya sambil tersenyum. Perasaanku semakin kental untuk terus maju. Dengan sedikit condong kedepan setelah berdiri aku dorong pantatku maju dan pedangku menyentuh mulut sarungnya. Rose mengangkat tungkai kakinya yang panjang untuk mempermudah pedangku masuk kedalamnya. Rasa hangat yang terasa menjalar keselurah batang pedangku dan goresan pedangku yang telah masuk membuat otot otot dinding memeqnya berdenyut denyut ringan meremas batang pedang tumpulku. Kenikmatan seperti ini adalah apa yang aku diskripsikan diatas. Dan kenikmatan seperti ini mengikat erat erat. Aku terjerumus dalam kenikmatan itu sehingga olah badani yang kita lakukan membutakan dan menulikan seluruh indra kita.

“Ooooccchhhhh mas…terus yang keras sedikit” teriak Rose meninggi. “Ooohhhhh terussss masss” aku menuruti kemauannya dalam melepas keinginannya untuk terlampiaskan. Pedangku menancap dalam dan menggosok seluruh dinding penyekat memeqnya. Aliran hangat yang keluar dari dinding dinding memeqnya membuat pedang ku tergelincir mulus dan mudah. Rasa yang muncul sulit diterjemahkan dalam kata kata. Penjabarannya sulit diungkap. Batreiku saja yang membuat terjemahan dalam rasa dalam keseluruh nadi dan memenuhi keinginan indra akan kehangatan dan pencarian kepuasan. 

Dengan meliukkan bagian tengah tubuhnya yang sexy, Rose mengerjai batangku, tusukan tusukan cepat yang aku lakukan seperti dibelokkan dalam sebuah kenikmatan. Seperti percikan percikan api kecil yang membakar jerami kering di gudang petani, nafsuku membara. Jeritan jeritan lirih yang keluar dari mulut kecilnya menyentak nyentakkan nafsuku hingga kepuncak kesadaran. 

“Masss…..massssss teruuussssssss ayo massssss” teriakan disertai nafas yang tersengal sengal membuatku seperti terhanyut dengan emosi untuk segera menuntaskan apa yang aku lakukan. Keinginan untuk puas dan memuaskan hampir mencapai puncak. 

“Addduhhhh massss….rasanya memeqku kaku semua” teriaknya. Sambil mengibas ngibaskan pantatnya dia memeras pedangku. Aku terhanyut oleh permainan goyangannya. Aku ubah posisi, aku tutup kedua kakinya dan mengikatnya dengan satu tangan hingga memeqnya terlihat menyembul. Aku tusukkan kembali pedangku kedalam sarung memeqnya dan friksi benturan antara memeqnya dan pedangku semakin kuat. Memeqnya seperti menjepit tak berongga. Aku seperti mengaduh nikmat ketika tonjolan tonjolan belahan bibir memeqnya terbelah olah kepala batreiku. 

“Oooohhhhh Rose……nikmat sekali rasanya” Tusukanku semakin terasa kuat dan siap meledak. “Aku mau keluar Rose…..aku mau keluar Rose …..Duuuhhhhhhh” 
Aku cabut batreiku dari memeqnya dan melepas kedua tungkai kakinya yang aku pegang dengan satu tanganku tadi menyemprotkan spermaku kearah mukanya. Cairan spermaku menghantam tumpukan tumpukan kardos yang berada tepat disamping tubuh bugilnya. Beberapa menetes di belahan teteqnya yang berkeringat.

Lunglai dan lemas terasa disekujur badanku dan aku berusaha menetralisir keadaan nafasku yang terengah engah. Aku melihat sekeliling dan mataku tertuju dipintu masuk gudang. Aku melihat sekelebat bayangan bergerak kearah tangga naik. Aku terkesiap dengan apa yang aku lihat. Bayangan tubuh Valen terlihat jelas, Rose masih diam menikmati rasa nikmat yang dia raih dari pergumulan sex yang kita lakukan. Matanya tertutup rapat dan nafas mulai teratur. Seperti orang tidur, dia tergolek lemas tanpa tenaga.

"Rose......aku keluar dulu ya?" kataku pelan.

Aku berdiri dan membetulkan baju yang aku pakai dan berjalan keluar dari ruangan gudang. Aku tinggalkan Rose di ruangan itu dan menutup pintu gudang. Perasaanku galau dan tidak bisa berpikir apa yang aku harus lakukan. Aku ingin naik ketangga dan ingin melihat apa yang Valen lakukan tetapi aku rasanya tidak punya muka untuk berhadapan dengan Valen.
Aku berjalan kearah depan toko dan membuka laci dimana semua uang di simpan. Aku keluarkan semuanya dan menaruhnya diatas meja lipat yang biasanya aku gunakan untuk menghitung uang. Pikiranku tidak tentram dan selalu berkecamuk antara sebuah penyesalan mengapa aku tidak menutup pintu gudang, mengapa aku tidak menunda hingga nanti malam, dan masih banyak lagi lainnya yang melanda seluruh pikiran dan benakku. Penyesalanku membuatku semakin sesak dengan apa yang baru saja terjadi. Aku tidak tahu bagaimana menghadapi Valen. Apakah dia akan menceritakannya pada kakakku? Apakah dia akan menceritakan pada iparku. 

Tiba tiba aku mendengar pintu gudang dibuka. Rose sudah tersadar dari pengalaman sexualnya dan berjalan kearahku. Apakah aku akan cerita padanya? Apakah aku harus mengatakan bahwa Valen telah melihat kita bertempur dalam birahi. Apakah aku harus mengatakan bahwa kita telah tertangkap basah. Pikiranku berkecamuk dan tak tahu apa yang aku harus katakan. Aku terdiam dengan pertanyaan pertanyaanku sendiri hingga Rose benar benar muncul dihadapanku. 

Akhirnya aku memutuskan untuk tidak menceritakan apa yang terjadi padanya. Aku seolah olah tidak tahu apa yang terjadi. Rose mendekat kearahku dan memberi aku kecupan di pipiku. Tangannya melingkar di leherku. Aku membalas mengecup pipinya. Aku sempatkan meraih buah dadanya dengan tangan kananku. 

“Enak mas?” suaranya pelan dan lemah. Aku tidak tahu bagaimana mengartikan kata katanya. Apakah tadi sebuah pertanyaan atau pernyataan. Yang jelas aku menganggukkan kepalaku setuju bahwa apa yang baru saja kita lakukan adalah kegiatan yang menyenangkan. 

Rose meletakkan kedua lengannya di atas meja dan kepalanya dia taruh diatas kedua tangannya seolah olah tidur. 

“Aku rasanya lemas sekali mas, puas………..!!” katanya menggumam. 
“Kamu tidur saja disini, aku selesaikan dulu menghitung uangnya” balasku “aku juga akan pergi ke lapangan basket setelah ini.” Lanjutkan.
“Jangan lama lama ya mas?” pintanya sambil kepalanya terus terbenam diantara kedua kepalanya. Matanya tertutup seolah olah tidur pulas dalam kelelahan. 

Aku terus menghitung uang ditemani Rose yang menggeletakkan kepalanya diatas meja. Setengah jam kemudian aku telah menyelesaikan pekerjaanku. Aku berdiri sementara Rose sudah pulas dengan tidurnya. 

Aku membelai rambutnya dan menyentuh pipinya. “Rose” kataku “Aku main basket ya? Nanti kalau Valen tanya kasih tahu saja kalau aku sedang keluar.” Kataku lirih. Aku buka pintu dan mengeluarkan sepeda motorku. 
Udara diluar toko menyapaku. Kesegaran udara yang menerpa tubuhku sedikit menyegarkan pikiranku yang sangat kusut. Sekusut benang layang layang yang tidak teratur mengerolnya. Rasa penat terasa agak membebani seperti kerikil yang menusuk tulang kaki. 

Aku pacu motorku ke arah lapangan basket dimana aku main. Beberapa anak telah berada disana bermain main. Aku parkir motorku dan mulai main dengan mereka. Butir butir peluh hasil berlari dan menangkap bola meleleh dari seluruh pori pori tubuhku. Pikiranku kembali sedikit tenang. Pikiranku agak sedikit tenang dengan bermain basket. 

Setelah beristirahat dan ngobrol dengan beberapa pemain lainnya aku pulang. Pikiran sudah agak tenang sehingga kekalutan yang aku rasakan tadi siang sudah agak mereda. Menghadapi Valen sudah agak siap sehingga aku tetapkan untuk melanjutkan pulang dengan tenang.

Membuka pintu toko masuk dan mengunci kembali seperti biasa. Aku berjalan naik tangga dan mendapati lampu di kamar Valen mati. Entah kemana dia, aku tidak tahu. Aku berjalan kekamarku dan bersiap mengambil baju untuk mandi. Ketika aku berjalan keluar aku tergerak untuk berjalan kearah kamarnya Rose. Aku ketuk dan buka sedikit. Aku melangkah masuk dan mendapati Rose sedang berbaring sementara tas bajunyo Rose teronggok didepan lemari. Beberapa helai bajunya sudah masuk.

Aku mendekat ke kasurnya Rose dan menyentuh badannya. Rose tertidur dan menggeliat saat aku sentuh pundaknya. 
“Rose, kenapa kamu tidur?” kataku pelan.
“Mas………..Valen tadi bicara denganku” katanya pelan. Agak ssenggukan dia berucap menahan nangis.
“Bicara apa, Rose?” kataku pura pura tidak tahu.
“Aku diminta pulang. Dia tadi memergoki kita saat di gudang?” katanya dengan terbata bata. “Aku telah merusak masa depanmu Mas.” Katanya dengan pelan.
“Rose………kamu tidak merusak masa depanku” kataku sambil memeluknya erat. “Dimana Valen sekarang?” tanyaku ingin tahu.
“Mungkin dia pergi ke rumah mas Jaya” katanya pendek. Aku terkesiap dengan jawaban yang dia berikan. “Gawat” pikirku. “Kenapa aku tidak berpikir sampai kesana?” Pikiranku tambah ruwet. Segala kemungkinan bisa terjadi kalau Mas Jaya tahu apa yang sudah aku lakukan selama ini. Kepercayaan yang dia berikan kepadaku tidak akan ada gunanya. 

“Mas Polie, kenapa diam saja?” katanya memotong lamunanku yang tak berujung. Kesadaran memulihkan aku dari lamunan yang berkubang dari dalam sebuah masalah yang terkuak. 

“Tidak apa apa Rose, mungkin mas Jaya akan tahu apa yang kita lakukan. Valen mungkin pergi kesana untuk melaporkan apa yang dia lihat. Trus Valen bicara apa lagi?” tanyaku.

“Aku disuruhnya pulang atau dia akan melaporkannya pada Mas Jaya” katanya sambil menangis lagi.” Ada sedikit guncangan dari nada suara tangisnya. Keperihan yang dalam terkuak dari suara tangis keluar. Entah tangisan penyesalan atau tangisan harus berpisah dengan aku, atau mungkin tangisan karena kehilangan pekerjaan. Banyak lagi yang dia utarakan dari pembicaraan dengan Valen.

“Jadi menurut kamu bagaimana Rose?” tanyaku seolah olah menyorongkan arah masalah padanya. Biarlah dia yang membuat keputusan untuk dirinya sendiri. 

“Aku tidak tahu mas, mungkin lebih baik aku akan pulang saja besok” katanya lagi.
“Jangan pulang Rose?” kataku menahannya. 
“Tidak mas, mungkin aku lebih baik pulang dulu saja supaya aku bisa menenangkan diriku. Kalau nanti aku sudah tenang aku bisa cari kerjaan ditempat lain” 
“Aku nanti pasti akan kangen sama kamu Rose” kataku setengah berbisik.
“Aku juga akan sangat kangen sama kamu Mas” katanya membalasku.

Dia lingkarkan tangannya keleherku dan memelukku erat erat. Seperti sebuah perpisahan akan benar benar terjadi segera. Aku membalas pelukannya dan menghimpitkan kepalaku ke arah dadanya. Buah dadanya yang lunak memberikan kehangatan yang sangat indah kepipiku dan wajahku. Setelah beberapa saat aku menengadah dan dia mengecup dahiku dengan penuh kasih sayang.

“Jangan lupa nanti kirim kabar ya Mas?” katanya sambil memandangku. 
“Kamu tinggali aku alamat rumahmu ya?” kataku membalasnya.
“Iya aku sudah tulis tadi” katanya
“Dimana kamu tulis?” kataku ingin tahu. Aku bangun untuk mengambilnya, tapi Rose menahanku. 
“Aku tadi masukkan kedalam lemari dikamarmu mas.” Katanya
“Ohhhh ya sudah, aku nanti akan nulis surat kekamu, aku janji” kataku meyakinkan.
“Sungguh ya mas” katanya ingin memastikan bahwa aku tidak janji buta.
“Iya aku akan menulisnya nanti” kataku padanya.
Aku kembali berbaring disebelah Rose dengan perasaan kehilangan. Aku merasa ada perpisahaan yang dalam lagi setelah Sri. Bayangan Sri berkelebat mengisi kekosongan pikiranku. Sekarang Rose yang akan meninggalkanku. Perasaan perih terasa dihatiku. Aku membalikkan tubuhku menghadap kearah Rose. Dia menutupkan matanya dan lelehan air mata mengalir turun ke pipinya. Aku julurkan tanganku dan mengusap air yang meleleh itu. Rose membuka matanya dan memegang tanganku. Diciumnya tanganku dengan pelan dan dia genggam erat. 

“Mas Polie, nanti kalau ada waktu main main ke Blitar ya?” katanya memohon.
“Aku tidak janji Rose, tapi nanti kalau ada waktu aku akan kesana” kataku menghiburnya.

Dia letakkan tanganku kedadanya. Aku turuti apa yang dia minta dan ingin dia lakukan. Ketika tanganku menyentuh dadanya, ada kehangatan yang mengalir ketubuhku. Aku ingin bersetubuh dengannya sekali lagi malam ini. Aku ambil tanganku dari dadanya dan aku menarik wajahnya kearahku. Aku pagut bibirnya pelan dan tenang. Keindahan sebuah tautan badani terpatri dalam hubungan sentimentil.

“Malam ini aku ingin kamu tidur dikamarku Rose. Aku ingin kamu memelukku seperti saat saat Valen belum tinggal dengan kita. Kamu mau?” tanyaku mengakhiri kalimatku.

Rose diam tetapi matanya menatap dalam mataku. Seperti seorang yang sedang mengukur pikiranku dan arah mana yang akan aku lakukan. Dia akhirnya mengangguk setuju. 

“Aku mau mandi Rose” kataku.
“Aku mau mengemasi dulu baju bajuku supaya aku bisa bangun agak pagi dan membuatkan sarapan Mas Polie.”katanya. 

Ada sebuah ruang dihatiku yang tiba tiba kosong saat aku berjalan keluar kamarnya. Aku merasa kekosongan ruangan itu meninggalkan sebuah rasa yang perih dan sakit. Secara nalar manusia aku mengumpat Valen tetapi aku sadar bahwa kesalahan ada pada diriku. Kenapa aku begitu ceroboh meninggalkan pintu terbuka disaat aku sedang melakukan sesuatu yang bersifat probadi. Kebencian karena kehilangan seseorang yang sangat dekat secara emosional dan badani merupakan sebuah pengalaman yang menyakitkan. Valen bisa merupakan faktor penyebab ini semua, tapi kembali nalar dan pikiran positive membelokkan arah kemana dan apa yang baik seharusnya diperbuat. 

Sifat dendam muncul ke arena pikiran nan luas dan kembali menyalahkan Valen sebagai biang keladi permasalahan. “Valen……..Valen ……..kamu harus balas Valennn” diantara pikiran dan otak yang berkecamuk dalam hatiku, diantara deburan air yang aku hamburkan keseluruh tubuhku dan membasuh keringat yang tercium busuk, diantara dua dinding kamar mandi yang menyekat menutupi pandangan langkung tubuhku yang telanjang. “Valeeeeeeeeeeeeeeeeeeeennnnnnnnn kenapa kamu harus melihat dan menjadi saksi olah badanku dengan Rose?????????”
Pikiranku semakin busuk dengan berbagai rencana untuk membalas Valen. Aku hanya ingin melampiaskan kesumat yang begitu menyesak didadaku. Ingin aku memaki dan meneriaki “Kenapa kamu mau ikut campur kehidupanku? Kenapa kamu harus konfrontasi dengan Rose dan memulangkannya? Kenapa kamu Gila Urusan sekali?” dan masih banyak lagi pertanyaan pertanyaan lagi lain yang membuatku sesak. 

Air kamar mandi yang biasanya sejuk dan dingin tidak mampu memadamkan bara kesumat yang aku rasakan. Aku menggosok seluruh permukaan kulit tubuhku. Rasa dendam dan amarah membuat aku seperti tidak waras. Mandi yang biasanya menyegarkan berubah menjadi sebuah arena dimana rencana jahat dirancang.

Aku berjalan keluar dari kamar mandi dan melihat sekeliling menengok kearah kamarnya Valen, lampu kamar masih mati dan tidak ada suara dari dalamnya. Berarti Valen masih belum kembali. Aku berjalan kearah kamarnya Rose dan membuka pintu kamarnya, Rose terlihat tidur. Aku tidak ingin mengganggunya, rasa penat yang dia alami mengkin telah mengantar tidurnya lebih awal. 

Aku memutuskan menunggu Valen di ruang toko sehingga aku bisa bicara dengannya. Pikiranku adalah bahwa dia telah pergi ke rumah Mas Jaya. Jadi kemungkinan dia akan pulang dengan Mas Jaya. Kira kira Jam 8.45 pintu toko bergoyang dan suara kunci pintu diputar. “Valen datang” pikirku. 

Aku diam saja duduk di meja dimana aku biasa menghitung uang. Lampu toko menyala dengan terang. 
“Ko……..kok belum tidur?” tanyanya dengan logat Palembang yang kental.
“Iya….aku sedang nunggu kamu.” Kataku singkat. Mataku memandangnya sesaat. Valen membalikkan badannya dan mengunci pintu toko. Aku memandangi betisnya dan pantatnya yang selama ini aku tidak pernah beri perhatian. Kulit putihnya sangat bersih dan pantatnya kelihatan padat. “Kamu dari mana?” kataku agak keras.

Valen terkesiap dengan pertanyaanku.

“Dari telepon teman koh!” katanya agak sedikit gugup. “Memangnya kenapa koh?” tanyanya balik. Pertanyaan yang aku tidak siap dengan jawabannya.
“Aku mau bicara dengan kamu, bisa duduk sebentar?” pintaku dengan suara yang lebih lunak. 
“Bicara apa ko………?” tanyanya
“Kamu tadi kerumah Ce cang?” tanyaku langsung.
“Tidak…? Aku tadi hanya pergi ke Telkom untuk telepon teman” katanya
“Kenapa sampai malam sekali?” tanyaku
“Aku tadi telepon tapi tidak tersambung sambung. Aku tunggu disana sampai aku bisa bicara.” Katanya menjelaskan. 
“Jadi kamu tadi aku di gudang?” kataku agak ketus
“Sorry ko aku tidak sengaja. Aku mendengar suaranya Rose seperti mengaduh aku kira dia jatuh. Makanya aku hentikan cucianku dan turun melihatnya.” Katanya menjelaskan.

“Kamu cerita sama Cecemu tentang apa yang kamu lihat tadi?” tanyaku bodoh.

“Ko…..aku sayangkan kenapa koh Polie sampai terjerumus sekian dalam” katanya menjawabku. Berbagai kata kata bijak dia ungkapkan untuk membuatku memahami apa yang dia lakukan terhadap Rose adalah tepat. Berbagai alasan dan pertimbangan dia ungkapkan disertai kemungkinan kemungkinan yang buruk terjadi. “Bagaimana kalau hamil?. Bagaimana kalau suaminya sampai datang kesini? Bagaimana kalau aku mempunyai anak dengan Rose dan berbagaimana lagi kejadian buruk yang akan membayangi masa depanku. Kata kata yang dia lemparkan seperti merajam seluruh indra dan menyadarkan seluruh pusat indraku. Mataku semakin terang dan telingaku seperti mendengar suara suara yang pusat bunyinya bermil mil jauhnya dari tempatku duduk. Kulitku seperti semakin sensitive terhadap sentuhan dan terpaan cahaya begitu juga dengan indra indra lainnya. “Koh Polie paham apa maksudku?” tanyanya padaku.

“Iya aku ngerti?” kataku pendek. “Terima kasih Len udah membuatku sadar” kataku melanjutkan. Percakapan dengan Valen mengakiri sepak terjangku dengan Rose. Malam itu aku gagal mengeksekusi Rose untuk terakhir kali. Romantisme sentimentil yang aku bangun sebelum bicara dengan Valen memudarkan nafsu dan keinginan untuk menyetubuhi badan Rose yang telanjang. Dengan beberapa pertimbangan serta indraku yang sudah terbuka aku tersadar dari berbagai kemungkinan buruk yang mungkin bisa terjadi dan yang mungkin bisa menjadi batu sandungan bagi hidupku. Kesadaran itu datang terlalu dini seolah olah, karena desakan birahi sering kali sangat kuat dan tidak mudah untuk ditahan. 

1 komentar:

  1. MANTAP SOB... POSTINGNYA DITAMBAH LAGI DONK... SOB YANGPENGEN NONTON BOKEP PALING HOT ..TINGGAL KLIK SALAH SATU AJA SOB... GA PAKE DONWLOAD.....

    SERI 1
    ======
    [+][+] --->>> BOKEP ABG SMU BANDUNG
    [+][+] --->>> BOKEP TETANGGA SEKSI
    [+][+] --->>> BOKEP PEGAWAI BCA
    [+][+] --->>> BOKEP SMP TANGERANG
    [+][+] --->>> BOKEP PEMBANTU TOGE
    [+][+] --->>> BOKEP DI KOS KOSAN
    [+][+] --->>> BOKEP BISPAK MONTOK
    [+][+] --->>> BOKEP ML 4 CEWEK
    [+][+] --->>> BOKEP SEKRETARIS
    [+][+] --->>> BOKEP TANTE GIRANG

    SERI 2
    =====
    [+][+] --->>> BOKEP MAHASISWI
    [+][+] --->>> BOKEP PNS SEKSI
    [+][+] --->>> BOKEP BULE TOGE
    [+][+] --->>> BOKEP SMA MULUS
    [+][+] --->>> BOKEP SMP HORNY
    [+][+] --->>> BOKEP SPG BAJU KETAT
    [+][+] --->>> BOKEP PEGAWAI MALL SEKSI
    [+][+] --->>> BOKEP SALON PLUS
    [+][+] --->>> BOKEP SEKRETARIS
    [+][+] --->>> BOKEP CINA

    SERI 3
    =====
    [+][+] --->>> BOKEP ARAB
    [+][+] --->>> BOKEP BULE SANGE
    [+][+] --->>> BOKEP ARAB TOGE
    [+][+] --->>> BOKEP THAILAND HORNY
    [+][+] --->>> BOKEP GURU MANIAK
    [+][+] --->>> BOKEP SEKS BEBAS
    [+][+] --->>> BOKEP PESTA SEKS
    [+][+] --->>> BOKEP MAIN DI SUNGAI
    [+][+] --->>> BOKEP ABG JAKARTA
    [+][+] --->>> BOKEP PEGAWAI BANK
    [+][+] --->>> BOKEP 5 CEWEK SEKSI
    [+][+] --->>> BOKEP PEGAWAI SALON PLUS




    ------------->>> TRIMS YA GAN... SALAM SUKSES AJA BUAT AGAN....

    BalasHapus